Berkunjung ke KJRI Jeddah, Menaker Berdialog Bersama PMI
Berita Baru, Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melakukan kunjungan kerja “Sixth Abu Dhabi Dialogue – Ministerial Consultation” (ADD) di Dubai. Disela kunjungannya tersebut, ia menyempatkan untuk berkunjung ke Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah, Arab Saudi.
Di KJRI Jeddah, Menaker berdialog dengan kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di wilayah akreditas KJRI Jeddah pada Kamis (28/10) lalu.
Konsul Jenderal RI Jeddah, Eko Hartono menyampaikan bahwa selain dalam rangka bersilaturahmi dengan masyarakat, tujuan utama pertemuan Menaker RI di Gedung Pelayanan Terpadu KJRI Jeddah adalah untuk berbagi informasi hasil pertemuan Menaker dengan para pejabat tinggi dalam pertemuan ADD di Dubai, khususnya dengan Menteri SDM dan Pembangunan Sosial Arab Saudi terkait penempatan pekerja migran asal Indonesia.
“Kira-kira ke depan seperti apa pola penempatan PMI kita di Arab Saudi, tantangan apa yang kita hadapi,” ujar Konjen Eko, dalam keterangan di situs Kemenlu RI, Jumat, 29 Oktober 2021.
Dalam kesempatan tersebut, Menaker Ida Fauziyah menyampaikan bahwa ADD yang dihadirinya membahas isu pelindungan bagi pekerja migran. Pertemuan ini, sambung Menaker, tidak hanya diinisiasi negara-negara pengirim, tetapi juga penerima.
“Jadi komitmen perlindungan itu tidak bisa hanya bertepuk sebelah tangan. Yang mengirim ngotot memberikan perlindungan, yang menerima abai terhadap perlindungan. Ini namanya bertepuk sebelah tangan,” ucap Menaker.
Pertemuan itu, lanjut Menaker, membahas bagaimana memenuhi akses keadilan bagi pekerja, memfasilitasi dan meningkatkan mobilitas keterampilan antarnegara, mengatasi tantangan Covid-19 melalui kesepakatan standar prosedur di negara pengirim dan negara penempatan, mengintegrasikan gender dalam kebijakan promosi kebijakan dan membina kerja sama internasional dan inter-regional untuk membangun sistem yang memberikan akses kepada negara pengirim untuk memantau pekerjanya di negara penempatan.
Menaker mengungkapkan, Pemerintah RI telah berupaya memperbaiki tata kelola penempatan PMI di luar negeri, di antaranya pembatasan minimal pendidikan lulusan SMP bagi PMI. Namun, kebijakan ini digugat di Mahkamah Konstitusi dan kalah karena alasan hak warga negara. Akibatnya, banyak PMI yang berangkat keluar negeri mengalami masalah karena minim kompetensi, bahkan tidak bisa menulis dan membaca.
Permasalahan senada juga dikeluhkan peserta pertemuan dari kalangan juru masak di perhotelan dan perawat, yaitu banyaknya PMI yang ketika tiba di Arab Saudi dan diwawancarai ulang, ternyata tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan, khususnya kemampuan bahasa Inggris atau Arab.