Berkah Omnibus Law, Pemuda Harus Manfaatkan Mudahnya Izin Usaha
Berita Baru, Jakarta – Omnibus Law merupakan paket Rancangan Undang-Undang yang diusulkan pemerintah Jokowi kepada DPR RI. Semangat RUU ini selain mempermudah masuknya investasi agar kedepannya tercipta lapangan kerja lebih luas. RUU ini juga bermaksud menyederhanakan regulasi birokrasi.
Merespon wacana tersebut, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Birokrasi menggelar deklarasi publik dengan tema Rekonsiliasi Mekanisme Birokrasi dengan Cara Penyederhanaan Regulasi, Senin (23/03) siang.
Deklarasi yang diselenggarakan di Bakso Kemon, Tebet, dan beberapa tempat lainya di Jakarta Selatan ini dipantik oleh Ridwan Sukmana (Pengurus Pusat MUI Bid. Hukum dan Perundang-undangan), Marisa Limun (Staf ahli Anilisis Kebijakan Publik) serta M. Rizki Afandi (Aktivis Pergerakan Kota Jakarta).
Dalam penyampainnya, Ridwan menyampaikan Omnibus Law merupakan regulasi yang disusun dengan kecepatan. Katanya, regulasi ini dibuat oleh pakar dan dipercaya memiliki keilmu dibidangnya, sehingga RUU ini pasti berdasarkan kajian yang mendalam.
“Kita tahu bahwa perumus RUU adalah orang-orang yang ahli dibidangnya,” ungkap Ridwan.
Ia menjelaskan, Omnibus Law ini akan menyasar tiga hal, yaitu undang-undang perpajakan, cipta lapangan kerja dan pemberdayaan UMKM.
“Untuk perpajakan diharapkan mampu meningkatkan investasi, sistem teritori untuk penghasilan dalam negeri menempatkan fasilitas perundang-undangan perpajakan, menciptakan keadilan iklim pengusaha dan mendorong kebutuhan membayar pajak. Di sisi lain undang-undang Omnibuslaw ini mampu menciptakan lapangan kerja, penyederhanaan perizinan, perlindungan UMKM, penanganan sanksi, pengadaan lahan dan pemudahan proyek pemerintah dan lain sebagainya,” imbuh Ridwan
Dalam pembahasan RUU, lanjut Ridwan, mungkin akan ada perubahan. Hal tersebut terjadi akibat adanya pro dan kontra. Namun menurut pandangannya, Omnibus Law dibuat untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, agar pertumbuhan ekonomi meningkat, dibutuhkan proses dan komitmen terhadap regulasi serta memperhatikan kemaslahatannya bagi masyarakat.
“Petumbuhan ekonomi dapat dilihat dengan adanya indikator yang jelas, sehingga dibutuhkan kajian untuk indikator pertumbuhan ekonomi tersebut, dalam proses perumusan Omnibus Law ini. Keadaan pro dan kontra hari ini juga disebabkan karena informasi terkait indikator pencapaian pertumbuhan ekonomi belum tersampaikan secara luas,” ungkap Ridwan.
Sementara itu, Marisa Limun menjelaskan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah pasti akan ada yang tidak sepakat. Begitu pun dengan RUU Omnibus Law. Namun dia mengajak masyarakat untuk menilai RUU dari sisi positif dengan adanya wacana penyederhanaan regulasi yang dicanangkan oleh pemerintah.
“Dampak positif dengan adanya penyederanaan regulasi salah satunya yaitu dipermudahnya pengurusan izin dokumen dan besarnya kesempatan untuk mendirikan usaha. Sehingga hal ini dapat memperluas lapangan kerja yang diharapkan dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada,” ungkap Marisa.
Dia pun menjelaskan bahwa pemerintah pasti akan terbuka menerima kritik dan saran terhadap kebijakan tersebut, serta akan selalu membuka pintu diskusi. Selain itu pemerintah juga akan terus melakukan sosialisasi yang sebesar-besarnya.
“Hal tersebut agar apa yang menjadi tujuan dari pemerintah dapat tersampaikan dengan baik dan tidak di simpang siurkan oleh pihak-pihal tak bertanggung jawab. Sehingga diharapkan masyarakat dapat mengkapnya dengan bijak,” imbuh Marisa.
Adapun M. Rizki Afandi dalam penyampaiannya menjelaskan, Omnibus Law ini dinilai sebagai peraturan RUU sapujagad. Di mana peraturan-peraturan awal yang di nilai tumpang tindih di rekonsiliasi dan disederhanakan. Ia juga memaklumi jika ada yang kritik dengan peraturan RUU tersebut.
“Saya pikir ketika ada barang baru tentu ada kritik. Pemerintah harus menilai kritik sebagai bentuk penyesuaian dan penyempurnaan yang perlu diperhatikan adalah isi draf yang di bahas saat ini,” ungkap aktivis yang sering disapa Bang Rizki ini.
Rizki mengajak kaum milinial mengambil peluang dengan adanya RUU Omnibus Law. Menurutnya, hadirnya Omnibus Law adalah saatnya bagi para pemuda untuk berwirausaha dan bukan ‘bekerja’.
“Sebagai anak muda kita harus berfikir ini adalah kesempatan bagi kita untuk mulai berwirausaha, karena adanya kemudahan dalam pengurusan perizinan pelayanan satu pintu. Hal positif ini yang perlu kita lakukan saat ini adalah bagaimana kita memajukan bangsa, lewat berwirausaha,” imbuh Rizki.
Menurut Rzki jumlah pengusaha di Indonesia sangat kecil, hanya 3 %, dari jumlah penduduk Indonesia. Oleh karenanya, dia mengajak para pemuda menaikkan angka tersebut dengan memanfaatkan kemudahan dalam pengurusan perizinan dalam berwirausaha.
“Semakin banyak pengusaha, maka akan semakin banyak penyerapan tenaga kerja dan perekonomian kita akan semakin kokoh. Adanya investor asing di negara kita harus menjadi motivasi agar kita terpacu untuk juga berwirausaha. Jadi kita bukan hanya sebagai buruh tetapi juga menjadi pelaku usaha,” tutup Rizki.
Acara diskusi publik tersebut ditutup dengan deklarasi. Para peserta dan narasumber bersama-sama membaca deklarasi dipimpin oleh Ridwan Sukmana.
Dalam deklrasinya, mereka meyatakan: Pertama, kami segenap masyarakat Indonesia mendukung penyederhanaan regulasi demi terwujudnya bangsa Indonesia yg maju. Kedua, Kami Aliansi Mahasiswa Peduli Birokrasi membantu rekonsiliasi mekanisme birokrasi dengan cara penyederhanaan regulasi untuk negeri, untuk Indonesia yang lebih maju.