Beratnya Jadi Penggemar Film India, Tapi Kamu Pasti Kuat!
Berita Baru, Film – Tak mudah menjadi penggemar film India. Bukan hanya kesusahan mencari tempat berbagi, tapi juga kudu menerima stigma-stigma asal njeplak yang menyebut film India begini lah, film India begitu lah.
Umumnya, stigma atau mungkin lebih tepatnya prasangka, lahir karena kita tak pernah secara langsung bersentuhan dengan obyek yang dimaksud. Beranggapan orang Kristen melakukan Kristenisasi dengan membangun gereja, padahal ya mereka memang punya denominasi berbeda. Selain karena tentu: mereka punya hak beribadah, sama dengan umat lain.
Balik lagi soal stigma terhadap film India, stigma-stigma ini jelas muncul karena perjalanan menonton film India yang masih pendek. Tentu obatnya adalah: teruslah menonton, cari rekomendasi film yang oke.
Jadi, apa saja stigmamengenai film India yang hidup di tengah khalayak ramai, dan coba kita pikir lagi: apa betul begitu kenyataannya?
Isinya (Cuma) Tarian di Pohon dan Tiang?
Hhhh, dasar cupu. Kalau sampai tahun 2020 masih ada yang bicara begini, jangan-jangan kamu tinggal di gua.
Film India memang identik dengan tarian dan nyanyian. Justru ini mungkin satu daya tarik utama yang bikin orang, selain orang asal India, menonton filmnya. Tapi perlu dipahami bahwa tidak semua film India lantas berisi adegan menari, apalagi di pohon dan tiang. Menganggap film India cuma nari-nari di pohon bukan hanya kunotapi juga mengandung muatan kesesatan!
Sejak tahun 1997 pun, sudah ada film yang lagu-lagunya dinarikan secara modern. Misalnya, Dil To Pagal Hai, atau Ka Ho Naa Pyar Hai di tahun 2000-an. Adegan menarinya dilakukan jelas bukan di pohon, tapi di kapal, di dalam ruangan, di sebuah panggung pentas, dan sebagianya.
Bahkan nih, ada banyak film-film India yang tidak memiliki adegan menari dan menyanyi sama sekali, pun kalau ada sangat minim. Seperti Dangaal (2016), PINK (2016), My Name is Khan (2010), atau Dhrisyam (2015). Kok bisa? Kalau nggak nari-nari terus ngapain, dong? Nah, tonton sendiri filmnya.
Ceritanya Cinta-Cintaan yang Puitis dan Mendayu-dayu
Untuk stigma satu ini, ya… ya memang iya, hahaha. Film-film pertama yang saya tonton pun, Kuch Kuch Hota Hai, Dil To Pagal Hai, atau Mann memiliki lagu-lagu dengan lirik yang super puitis, bikin melayang~, dan romantis betul. Storyline film India juga kaya dengan cerita romantis yang saking manisnya berpotensi bikin baper, seperti Mohabbatein (2000), Kal Ho Naa Ho (2003), Ae Dil Hai Mushkil (2016), sampai Dil Bechara (2020).
Tapi, tidak semua film India berisi cinta-cintaan doang, kok. Justru, isu-isu yang dinarasikan dalam film India kian beragam -nggak ding, dari dulu juga sudah beragam: isu pendidikan (3 Idiots, Hicki, Taare Zamaan Paar), isu sosial politik (Paan Singh Tomar, Bajrangi Bhaijaan, Badrinath Ki Dulhania), juga isu-isu jender (Pad Man, PINK). Sebelum menyesal, segera tonton deh film-film India tadi.
Film India Ndeso, Tak Sekeren Film Barat
Seorang teman langsung menolak ketika aku mengajaknya menonton film India yang menurutku bagus -tentu saja merupakan bagian dari usahaku untuk mendapat kawan nonton, hehehe itu sudah menjadi kewajiban kami para agen MLM film India.
Katanya, “Mending aku nonton film-film lain yang belum sempat kulihat. Kamu sudah punya Iron Man 2 belum?”
“Lho, nanti dulu. Ini aku ngajak kamu nonton film India. Ayo, lah.”
“Enggak mau, ngapain. Norak. Sudah gitu, nggak up-date teknologinya.”
Nd*smu.
Eh, maaf. Tentu saja, saya hanya bilang begitu dalam hati. Karena bagi saya, justru yang norak dan ndeso ya dia ini. Kok bisa semua film disuruh modern dulu baru dia mau nonton? Lagian, modern itu apa batasnya, coba?
Menurut banyak orang, setidaknya orang yang saya kenal, mereka ogah menonton film India karena lagu dan tarian di dalamnya membuat film India norak dan ndeso. Padahal, India juga sudah kaya dengan film ber-genre action sejak dulu. Sebut saja serial Dhoom (2013), Baaghi (2016), Razzi (2018), serial Don, Dabangg, dan masih banyak lagi. Film India soal robot? Ya tengok saja Ra.One (2011), Enthiran (2018), atau Phuntroo (2016).
Kalau sudah saya ceramahi balik, biasanya mereka hanya diam dan melengos. Bodo amat, mungkin begitu.
Ya sudahlah, dakwah memang tidak pernah mudah.