Berada dalam Zona Subduksi, Gempa Bumi di Atas 8 SR Intai Wilayah Selatan Jawa
Berita Baru, Malang – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Malang mengungkap adanya potensi gempa bumi berkekuatan di atas 8 skala ritcher (SR) di Selatan Jawa.
“Banyak ilmuan mengatakan, bahwa potensi gempa bumi di atas 8 Skala Ritcher (SR) itu memang ada,” kata Kepala BMKG Stasiun Geofisika Malang, Ma’muri, sebagaimana dilansir dari rilis.co Senin (24/5).
Menurut Ma’muri, potensi adanya gempa bumi tersebut dikarenakan secara umum wilayah Selatan Jawa masuk dalam zona subduksi.
“Mudah-mudahan potensi gempa bumi sebesar itu tidak sampai terjadi,” ujarnya
Ma’muri menjelaskan, apabila gempa bumi kecil kerap terjadi, maka bisa menguntungkan masyarakat. “Dengan adanya gempa bumi kecil-kecil itu bisa mengurangi energi gempa dahsyat yang tersimpan,” tuturnya.
Ma’muri tetap berharap supaya masyarakat di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur selalu waspada.
Lebih lanjut dia menyebutkan bahwa total gempa bumi yang terjadi di Jawa Timur sejak Januari hingga Mei per tanggal 24 tercatat ada 330 kali gempa bumi. “Mayoritas terjadi di wilayah laut selatan,” terang Ma’muri.
Dari sekian jumlah gempa bumi itu, lanjutnya, paling besar yang terjadi pada 10 April dan 21 Mei lalu. Dan apabila dibanding tahun 2020, Ma’muri memprediksi akan terjadi peningkatan signifikan aktivitas lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia tersebut.
“Sebab, terhitung pada tahun 2020 lalu selama kurun satu tahun telah terjadi 526 kali gempa bumi. Sekarang belum setengah tahun sudah ada 330 kejadian, ini adalah bukti adanya peningkatan aktivitas lempeng di Selatan Jatim,” tegasnya.
Atas dasar itu, menurutnya kemampuan bangunan yang tahan gempa bumi harus dipertimbangkan betul. Apalagi adanya potensi gempa bumi di atas 8 SR itu.
Ma’muri juga menerangkan bahwa sejauh ini desain bangunan tahan gempa adalah yang diikat slup besi di setiap sudutnya. Sehingga saling mengikat agar saat di goyang tidak roboh. “Ketika terjadi getaran akan saling mempertahankan,” beber Ma’muri.
Terbukti, tuturnya, berdasarkan survey internal BMKG, rata-rata bangunan yang terdampak gempa bumi pada 10 April dan 21 Mei lalu adalah bangunan tua dan tidak tahan gempa bumi.
“Ya, rata-rata bangunan yang roboh akibat gempa bumi lalu akibat konstruksi bengunan tidak kuat dan bangunan tua,” tukas Ma’muri.