Begini Penjelasan Bos BI Soal Instrumen Jamu Manis untuk Dorong Pemulihan Ekonomi
Berita Baru, Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, mengibaratkan instrumen yang dikeluarkan BI merupakan jamu manis untuk mendorong pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Perry dalam CNBC Indonesia Economic Outlook 2021 pada Kamis, 25 Februari 2021.
“Jamunya Bank Indonesia instrumennya itu jamu manis semua, jamu untuk mendorong pemulihan ekonomi, tentu saja dengan tetap menjaga stabilitas,” kata Perry seperti dikutip kanal Youtube CNBC Indonesia, Kamis (25/2/2021).
Instrumen bauran kebijakan BI yang pertama, yakni stimulus kebijakan moneter. Perry mengungkapkan BI sudah menurunkan suku bunga acuan BI7DRRR sejak 2020 sebesar 150 basis poin (bps) menjadi 3,50 persen terendah dalam sejarah.
Perry menyebut, BI terus melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui strategi triple intervention yakni spot, DNDF, dan pembelian SBN. Rupiah menguat dari Rp 16.575 per dolar AS pada 23 Maret 2020 menjadi sekitar Rp 14.000 saat ini.
Perry mengatakan, BI juga melakukan injeksi likuiditas yang besar Quantitative Easing (QE) Rp 759,31 triliun 4,9 persen PDB sejak 2020, termasuk yang terbesar di antara negara sedang berkembang.
“Kami juga ikut berpartisipasi dalam pembiayaan APBN. Tahun 2020 kami membeli SBN dari pasar perdana Rp 473 triliun. Untuk tahun ini kami juga telah membeli SBN Rp 40,99 triliun sampai dengan 23 Februari 2021. Jadi stimulus kebijakan moneter itu sangat besar,” ujar Perry.
Kedua, relaksasi kebijakan makroprudensial. Perry menuturkan, BI sudah melonggarkan berbagai kebijakan makroprudensial dan terakhir yakni, menurunkan kebijakan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor dan kredit properti menjadi 0 persen.
BI melonggarkan kebijakan uang muka kredit properti dilakukan baik rumah pertama, rumah kedua, maupun rumah ketiga untuk semuanya bersinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam mendorong permintaan dan penawaran dari kredit pembiayaan.
Kemudian, mempublikasikan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk mendukung kecepatan transmisi kebijakan moneter. Selanjutnya, mempertahankan kebijakan makroprudensial akomodatif.
Ketiga, digitalisasi sistem pembayaran. BI, kata Perry, juga melakukan berbagai upaya mendukung ekonomi keuangan digital menjadi daya dukung ekonomi Indonesia. Ia menargetkan 12 juta merchant teregister secara nasional.
“Dengan dukungan semua pihak, pemerintah, perbankan, asosiasi, tahun ini kita targetkan perluasan akseptasi QRIS 12 juta merchant teregister secara nasional. Sebagian besar itu UMKM dan juga usaha mikro itu kami lakukan,” ucap Perry.
BI, tambah Perry, juga mengembangkan BI Fast sistem pembayaran, interlink Digital Banking dan Fintech, reformasi payment regulatory, dan berbagai agenda dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.
“Kami terus bersinergi bersama pemerintah untuk mendorong gerakan bangga buatan Indonesia dan juga gerakan untuk wisata Indonesia, karena ini sangat bagus untuk mendorong pemulihan ekonomi dan terutama untuk mendorong UMKM,” tandas Perry.