Bansos Jelang Pemilu: Mitigasi Kemiskinan atau Politisasi?
Berita Baru, Jakarta – Bantuan sosial atau bansos yang diterapkan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) berisiko untuk dipolitisasi demi kepentingan elektoral. Program bansos dapat menjadi alat politik untuk memengaruhi perolehan suara atau mendapatkan dukungan.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati menekankan pentingnya audit dan bukti ketepatan sasaran dalam penyaluran bansos.
“Bansos memang memiliki tujuan politik, yaitu memberikan bantalan sosial kepada masyarakat miskin dan menanggulangi kemiskinan. Penganggarannya harus mengikuti prinsip penanggulangan kemiskinan sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” kata Ninasapti dalam diskusi online yang digelar oleh Universitas Paramadina yang bertajuk “Bansos, Pengentasan Kemiskinan atau Tujuan Politik?” pada Rabu (7/2/2024).
Ia menekankan bahwa jika tujuan politik bansos benar-benar untuk kepentingan masyarakat miskin, audit dan pertanggungjawaban penyalurannya menjadi hal yang sangat penting.
“Pertanggungjawaban itu tidak cukup hanya sebatas penyaluran dan diterima, tetapi juga mencakup ketepatan sasarannya,” tambahnya.
Pembagian bantuan langsung tunai (BLT) mitigasi risiko pangan yang mencapai total Rp 11,2 triliun bagi 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM) menjadi sorotan, khususnya pengelolaannya yang dianggap kontroversial menjelang Pemilu 2024.
“Bansos yang tidak jelas sasarannya atau dibagikan asal-asalan di jalan seharusnya dihentikan. Lebih baik BLT disalurkan langsung ke rekening penerima manfaat tanpa ada label politik,” tegas Ninasapati.
Pentingnya kejelasan kewenangan kementerian atau lembaga sebagai penanggung jawab bansos juga diutarakan dalam diskusi tersebut. Ninasapti menggarisbawahi bahwa kejelasan ini dapat menghindarkan bansos dari potensi penyimpangan dan korupsi.