Atasi Migrasi Ilegal, Tunisia Dan Uni Eropa Sepakati Kebijakan Migrasi
Berita Baru, Brussel – Tunisia dan Uni Eropa sepakati kebijakan migrasi dalam upaya atasi migrasi ilegal dengan kedua pihak menandatangani nota kesepahaman untuk “kemitraan strategis dan komprehensif”, Minggu (16/4).
Penandatanganan kesepakatan itu dilakukan setelah pembicaraan Presiden Komisi Eropa Ursula Von der Leyen, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni dengan Presiden Tunisia Kais Saied.
Pembicaraan itu dilakukan karena jumlah migran dan pengungsi yang berangkat dari negara Afrika Utara itu dan berusaha mencapai Eropa meningkat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Kesepakatan itu juga bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi antara blok dan Tunisia, yang terletak di jalur utama bagi para migran dan pengungsi yang ingin mencapai Eropa.
Berbicara di istana kepresidenan Tunisia, Von der Leyen menyambut kesepakatan ini sebagai investasi dalam “kemakmuran bersama dan stabilitas”.
“Tunisia dan Uni Eropa terikat oleh sejarah dan geografi bersama kita, dan kita memiliki kepentingan strategis yang sama,” ujarnya, dikutip dari Reuters.
Saied mengatakan bahwa ada kebutuhan maksimal untuk kesepakatan bersama mengenai apa yang disebutnya sebagai “migrasi yang tidak manusiawi”, yang disalahkan oleh jaringan kriminal.
“Memorandum ini harus segera diikuti dengan serangkaian perjanjian mengikuti prinsip-prinsipnya,” katanya.
Rutte mengatakan kesepakatan ini akan membantu melawan penyelundup manusia.
“Kesepakatan ini berisi kesepakatan untuk mengganggu model bisnis penyelundup orang dan penyelundup manusia, memperkuat pengawasan perbatasan, dan meningkatkan registrasi dan repatriasi. Semua langkah penting untuk memperkuat upaya menghentikan migrasi tidak sah,” ujar Rutte di Twitter.
Meloni menyambut “langkah baru dan penting untuk mengatasi krisis migrasi”, dan mengundang Saied dari Tunisia ke konferensi internasional tentang migrasi pada tanggal 23 Juli.
Bulan lalu, ketiga pemimpin tersebut mengunjungi Tunisia, dan Komisi Eropa pada saat itu mengatakan bahwa sedang mempertimbangkan untuk memberikan dukungan kepada Tunisia dengan paket bantuan hingga 900 juta euro ($1.010 juta) karena negara tersebut dilanda masalah ekonomi dan jumlah migran dan pengungsi yang meningkat saat mereka berusaha mencapai Eropa.
Bantuan khusus yang diumumkan oleh Von der Leyen pada hari Minggu termasuk program senilai 10 juta euro ($11 juta) untuk meningkatkan pertukaran siswa dan dana EU sebesar 65 juta euro ($73 juta) untuk modernisasi sekolah-sekolah Tunisia, menurut laporan Reuters.
Terkait migrasi, Von der Leyen mengatakan: “Kita memerlukan kerja sama yang efektif lebih dari sebelumnya.”
UE akan bekerja sama dengan Tunisia dalam kemitraan anti-penyelundupan, akan meningkatkan koordinasi dalam operasi pencarian dan penyelamatan, dan kedua belah pihak juga setuju untuk bekerja sama dalam pengelolaan perbatasan, katanya.
Von der Leyen berjanji memberikan 100 juta euro ($112 juta) untuk upaya-upaya tersebut – angka yang sudah diaumumkan sebelumnya dalam kunjungan para pemimpin tersebut.
Hingga hari Jumat, kementerian dalam negeri Italia menghitung lebih dari 75.000 migran yang telah tiba dengan kapal di pantai Italia sejak awal tahun ini dibandingkan dengan sekitar 31.900 dalam periode yang sama tahun lalu.
Pada 3 Juli, ratusan migran melarikan diri atau dipaksa keluar dari Sfax setelah ketegangan rasial meletus setelah terjadinya pembunuhan seorang pria Tunisia dalam insiden bentrokan antara penduduk setempat dan migran.
Bulan Juli telah membawa datangnya lebih banyak warga Tunisia yang berusaha mencapai Italia, termasuk puluhan yang diselamatkan oleh kapal nelayan sebelum mereka ditemukan di perairan Internasional.
Crescent Tunisia mengatakan telah memberikan perlindungan kepada lebih dari 600 migran yang telah diambil setelah 3 Juli ke zona militer dan kota perbatasan Ras Jedir di utara Al-Assah di pantai Mediterania.