Anggaran COVID-19 Harus Diawasi
Berita Baru, Jakarta – Indonesian Parliamentary Center (IPC) dan Radesa Institute menyelenggarakan Diskusi Daring bertajuk “Memperkuat Pengawasan DPR Terhadap Penanganan Wabah COVID-19” pada Selasa (12/5). Hadir sebagai narasumber adalah Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar, Country Manager of International Budget Partnership (IBP) Yuna Farhan, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh, dan praktisi Open Data Daniel Oscar Baskoro.
Dalam pidato kunci atau keynote speech yang disampaikan di awal diskusi, Gus Ami–panggilan akrab Abdul Muhaimin Iskandar–memberikan perhatian terhadap luasnya peran pemerintah atau eksekutif dalam kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan COVID-19 sebagaimana diatur dalam Perpu No. 1 tahun 2020.
“Salah satu yang harus diawasi adalah luasnya peran eksekutif dalam Perpu untuk melaksanakan penanganan COVID-19”. Tutur Ketua Tim Pengawas COVID-19 DPR RI tersebut.
Ia menjelaskan bahwa telah menyampaikan langsung kepada Presiden agar mengambil tanggungjawab penuh dalam mengendalikan penggunaan anggaran penanganan COVID-19, agar tidak bernasib sama dengan dana BLBI yang rawan penyelewengan.
“Kewenangan penggunaan keuangan negara dalam Perpu 1/2020, harus diawasi”. Tegasnya.
Sementara itu, Yuna Farhan menerangkan bahwa pelebaran defisit mencapai 5,07 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang ditetapkan dalam Perpu 1/2020 tidak sepenuhnya disebabkan oleh naiknya belanja untuk COVID-19, tetapi diakibatkan oleh jebloknya penerimaan negara.
“Melebarnya defisit anggaran lebih dikarenakan berkurangnya penerimaan negara sebesar Rp427 T, ketimbang peningkatan belanja Rp73 T”. Terang Yuna.
Jebloknya penerimaan negara, lanjut Yuna, tidak semata disebabkan oleh perubahan asumsi dan lesunya ekonomi, melainkan juga disebabkan oleh masuknya pasal selundupan RUU Omnibus Law Perpajakan yang menurunkan PPh Badan setara dengan tambahan alokasi belanja Kesehatan.
“Apakah model potongan perpajakan di saat krisis ini efektif? Di satu sisi perusahaan tidak berproduksi. Perlu jadi catatan DPR terkait masuknya pasal Omnibus Law ini”. Jelasnya sistematis.
Country Manager dari International Budget Partnership (IBP) tersebut juga menguraikan bahwa DPR akan kesulitan melakukan pengawasan kalau anggaran COVID-19 tersebar dan fragmented seperti saat ini.
Yuna menyarankan agar DPR meminta kepada pemerintah untuk mengkonsolidasikan anggaran penanganan COVID-19 dalam satu line item, sehingga mudah dikontrol penggunaan dan hasilnya.
“Krisis dua bulan ini sudah menjadi new normal. Maka fungsi anggaran dan pengawasan DPR harus berjalan kembali. Perlu didesak agar pemerintah membuat line item budget khusus, agar DPR lebih mudah melakukan pengawasan”. Pungkasnya. [Hp]