Aliansi Nagekeo Menggugat Desak Kejari Ngada Tuntaskan Kasus Korupsi dan Hentikan Intimidasi Proyek
Berita Baru, NTT – Aliansi masyarakat sipil di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngada untuk menghentikan praktik main proyek dan segera menyelesaikan kasus-kasus dugaan korupsi yang dinilai berjalan di tempat.
Desakan ini disampaikan oleh Aliansi Nagekeo Menggugat dalam unjuk rasa yang digelar pada 12 Agustus di depan Kantor Kejari Ngada, yang melayani wilayah Kabupaten Ngada dan Nagekeo.
Aliansi Nagekeo Menggugat adalah gabungan dari organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Nagekeo dan Ngada serta Perhimpunan Mahasiswa Asal Nagekeo di Kupang. Dalam pernyataan sikap yang diterima Floresa, mereka menuduh bahwa Kejari Ngada tidak serius dalam mencegah dan menangani korupsi, bahkan terkesan membiarkan penyelewengan terjadi.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Kejari Ngada mengalami kebuntuan dalam menangani kasus dugaan korupsi di lingkup Pemerintah Kabupaten Nagekeo,” ujar aliansi tersebut dikutip dari Floresa, Rabu (14/8/2024).
Mereka juga mengungkap adanya oknum jaksa di Kejari Ngada yang diduga meminta jatah proyek kepada Pemerintah Kabupaten Nagekeo dengan tujuan agar kasus-kasus korupsi tidak dilanjutkan. Informasi ini didukung oleh pengakuan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Nagekeo, Gaspar Laya, yang merasa tertekan akibat intimidasi dari Kepala Kejari Ngada, Yoni P. Artanto, dan lima bawahannya.
“Saya mendapatkan tekanan dan intimidasi melalui cara-cara yang tidak wajar dan tidak bertanggung jawab,” ungkap Gaspar dalam surat pengaduannya kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan di Kejaksaan Agung pada 29 Juli.
Gaspar menjelaskan bahwa intimidasi tersebut dilakukan melalui telepon, pesan WhatsApp, hingga surat panggilan yang meminta dirinya memberi keterangan serta membawa dokumen terkait dugaan korupsi pembangunan perpustakaan di Nagekeo tahun anggaran 2021-2023. Menurut Gaspar, panggilan itu tidak berdasar karena proyek tersebut telah diaudit oleh Inspektorat Nagekeo dan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan NTT.
Melalui intimidasi ini, oknum jaksa diduga memperoleh delapan paket proyek Tahun Anggaran 2024 dan menentukan sendiri pemenangnya.
Pada 5 Agustus, Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Ngada, Muhammad Firman Indra Wijaya, merespons tuduhan tersebut dengan meminta instansi Pemerintah Kabupaten Nagekeo melaporkan oknum jaksa yang meminta jatah proyek. Ia juga membantah tuduhan intimidasi, menyebutnya sebagai “upaya untuk melemahkan semangat penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi pembangunan perpustakaan di Nagekeo.”
“Kami tetap berada di jalur yang benar dalam mengusut kasus ini,” tegas Firman.
Aliansi Nagekeo Menggugat juga menyatakan bahwa penyelewengan anggaran dan praktik suap dianggap sebagai hal biasa oleh pejabat dan oknum aparat penegak hukum. Oleh karena itu, demi keadilan dan integritas bangsa, mereka bersatu melawan korupsi hingga ke akar-akarnya.
“Kami meminta Kejari Ngada untuk mengusut tuntas kasus-kasus korupsi di Kabupaten Nagekeo. Ada banyak kasus yang tidak dapat diproses,” ujar Sandro Aja, salah satu orator.
Koordinator aksi, Charles Jupa, menambahkan bahwa selain dugaan intimidasi, mereka juga mendesak Kejari Ngada untuk segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi di Nagekeo. “Kami ingin penjelasan mengenai status hukum kasus-kasus yang ditangani Kejari Ngada yang hingga kini masih tidak jelas,” katanya.
Aliansi ini juga mendesak Kejaksaan Tinggi Kupang dan Kejaksaan Agung untuk memecat dan memproses hukum oknum jaksa yang diduga melakukan intimidasi dan meminta jatah proyek APBD.
“Perbuatan oknum jaksa tersebut telah merusak citra kejaksaan serta merusak integritas penegakan hukum di Indonesia,” tegas aliansi.
Dalam aksi tersebut, mereka juga menuntut penuntasan beberapa kasus dugaan korupsi di Nagekeo yang dinilai mandeg, termasuk pengadaan Alat Pelindung Diri Covid-19 pada 2020, dana tanggap darurat bencana senilai Rp3 miliar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah pada 2019, dana kajian pembangunan Bandara Surabaya II di Mbay, dan korupsi penghilangan aset Pasar Danga.
Setelah bernegosiasi dengan Kasat Intel Polres Nagekeo, Ipda Thomas Aquino Mere, kejaksaan akhirnya bersedia berdialog dengan 10 perwakilan aliansi. Dalam dialog tersebut, mereka menuntut pertanggungjawaban Yoni terkait dugaan intimidasi terhadap Gaspar Laya.
Aliansi Nagekeo Menggugat juga mengklaim memiliki bukti valid berupa transkrip percakapan intimidasi terkait pemenangan tender proyek yang dikirimkan Tegar kepada Gaspar.
Merespons tuntutan aliansi, Yoni memastikan bahwa “chatting tersebut bukan dari anggota Kejari Ngada karena nomor yang digunakan bukan milik Tegar.” Yoni juga menegaskan bahwa Tegar tidak mengenal Gaspar dan tidak pernah berkomunikasi dengannya.
“Sampai sekarang, kami belum bertemu Gaspar. Kami telah menanyakan dan memeriksa Tegar, dan ia merasa tidak mengenal Gaspar,” jelasnya.
Yoni juga menegaskan komitmen Kejari Ngada dalam mengusut tuntas dugaan korupsi pembangunan perpustakaan di Nagekeo, yang saat ini telah memasuki tahap penyelidikan. Menurutnya, kasus ini bermula dari laporan warga pada Mei yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan. Gaspar telah empat kali dipanggil untuk memberikan keterangan, namun belum hadir.
“Nanti kita buktikan apakah benar atau tidak. Sampai hari ini, kami tetap berkomitmen untuk menangani kasus perpustakaan ini sesuai prosedur,” pungkasnya.
Meskipun dibantah oleh Yoni, aliansi menegaskan bahwa mereka memiliki bukti kuat berupa transkrip percakapan yang mendukung tuduhan mereka.