Aiptu Manahasa, Buat Pupuk Organik Cair dari Kotoran Kambing
Berita Baru, Jakarta — Ajun Inspektur Polisi Satu Manahasa Sihombing, personel aktif di unit Tipikor Polres Tapanuli Utara membuat pupuk organik cair dari fermentasi kotoran kambing gembel, di atas areal 2 hektare lahan pertaniannya, di Desa Siborongborong II, Kecamatan Siborongborong.
Sebelum menjadi Polisi, Aiptu Manahasa sempat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Namun ia putus kuliah di tahun kedua (1999) karena keterbatasan keuangan.
“Ada saat dimana mimpi tertunda mendapatkan kesempatan kedua untuk diwujudkan. Setidaknya, itulah yang saya alami setelah gagal menjadi sarjana pertanian dengan penguasaan ilmu pengetahuan dalam membantu petani,” ujar Manahasa, Senin.
Meski gagal sebagai sarjana, Manahasa kemudian mencoba peruntungan dengan mengikuti pendaftaran anggota Bintara Polri yang ternyata lolos dan diterima sebagai aparatur hukum, di tahun yang sama.
“Itu sepenggal kisah hingga saya menjadi seorang Bhayangkara,” kata Aiptu Manahasa Sihombing.
Setelah sekian tahun menekuni profesi sebagai abdi hukum, Pria kelahiran 1979 itu kemudian dipertemukan dengan seorang akademisi Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang sedang menerapkan terobosan dalam membantu kehidupan petani di tahun 2016. Perjumpaan itu membuat impian Manahasa untuk menggeluti bidang pertanian terpanggil kembali.
“Beliau memaparkan soal terobosan untuk pemenuhan pupuk organik bagi petani melalui fermentasi kotoran lembu. Namun karena habitat hewan tersebut tidak cocok di wilayah Tapanuli, jenis kambing gembel sebagai hasil perkawinan silang domba dan kambing, justru menjadi pilihan tepat untuk dataran tinggi Tapanuli,” tuturnya.
Proses fermentasi cairan urine dan feses padat kambing gembel yang dicampur sulfur, urea, dan sejumlah bahan lainnya untuk menghasilkan pupuk organik cair pun akhirnya sukses dilakukan pada 2018.
“Saat ini pupuk organik cair ‘Bhayangkara Jaya’ ini dalam proses pengurusan ijin merek, dan sudah mampu membantu ketersediaan pupuk organik bagi petani di luar Taput, seperti Tanah Karo, Dairi, Humbanghas, serta petani Taput di Kecamatan Garoga, Sipahutar, Siatasbarita, Parmonangan, dan Garoga,” terangnya.
Proses fermentasi, ungkapnya, dilakukan dengan mengumpulkan cairan urine dan feses padat kambing yang dicampur sejumlah bahan dibiarkan tercampur sempurna selama 30 hari. Dalam tiga wadah fermentasi yang dibangunnya, setiap wadah mampu menghasilkan 3000 liter pupuk organik cair, dalam satu bulan.
“Setiap bulannya, sembilan ribu liter pupuk organik cair dihasilkan dari proses fermentasi ini,” ujarnya.
Sementara, untuk penggunaannya, setiap satu liter pupuk organik cair hasil fermentasi akan dicampur dengan 20 liter air, dan siap untuk digunakan.
“Tentunya, ini akan sangat membantu petani. Setiap sepuluh liter pupuk seharga Rp50 ribu. Soal, khasiatnya untuk tanaman, bisa dibuktikan,” jelasnya.
Pupuk organik cair buatan Manahasa dinilai mampu meningkatkan kandungan unsur hara yang diperlukan tanaman, meningkatkan produktivitas tanaman, merangsang pertumbuhan daun, batang, dan akar; serta menyuburkan dan menggemburkan tanah, hingga tanaman jeruk di areal pertaniannya mampu berbuah tanpa terputus.
“Semangat saya untuk membantu para petani melalui ketersediaan pupuk organik. Mari bertani kembali ke alam, dari alam, untuk alam, oleh alam,” pungkasnya.