Jateng Edufest 2021, Upaya Wahid Foundation Cegah Intoleransi di Sekolah
Berita Baru, Jateng – Wahid Foundation menggelar Jateng Edufest 2021 dengan Jargon Urip Rukun Jateng Gayeng pada Rabu (24/4) pagi. Acara tersebut digelar dengan konsep virtual event , virtual tour, dan exhibition dengan dihadiri langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid, dan Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia Allaster Cox.
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid saat memberikan sambutannya menyampaikan dalam menjalankan program, Wahid Foundation selalu terinspirasi dari pemikiran Gus Dur, yang bagi Gus Dur pendidikan tidak hanya mengedepankan ranah pengetahuan, tapi juga harus dibarengi dengan pendidikan karakter.
“Hal ini bertujuan untuk melahirkan generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga bermoral, dan mau memberikan kontribusi yang besar untuk masyarakat di sekitarnya,” tutur Yenny.
Pendidikan dan Kearifan Lokal
Yenny menjelaskan, pendidikan karakter yang dimaksud tersebut adalah adalah pendidikan yang berdasarkan kearifan lokal. Karena, menurut Yenny, kearifan lokal mampu memberikan pelajaran hidup yang berguna bagi proses pendewasaan seseorang.
“Inilah yang menjadikan Wahid Foundation menciptakan Sekolah Damai, program ini berbentuk penguatan karakter bagi anak-anak di tingkat SMA, dimana anak-anak dibantu untuk meningkatkan kemampuannya di sekolah dan juga dalam menghadapi masa depan yang mempunyai tantangan yang berbeda,” kata Yenny.
Yenny menjelaskan, saat ini peserta didik tengah dihadapkan dengan tiga isu besar di dunia yang akan mereka hadapi. Yang pertama, menurut Yenny adalah menyangkut isu disrupsi yang terjadi karena perkembangan teknologi.
“Sisi negatif yang muncul dari perkembangan teknologi dimana perkembangan sosial media dimana kontennya yang kadang tidak terfilter, sehingga anak-anak harus mampu menyaring konten agar mampu mengembangkan pola pikir yang positif,” kata Yenny.
“Kedua, yaitu persoalan ekologi, dan ketiga adalah emosi, tiga hal ini harus dapat membantu anak-anak mengatasinya dengan berdasarkan nilai yang bisa membawa mereka tetap pada prilaku positif dan mengedepankan akhlakul karimah,” imbuhnya.
Dalam sekolah damai, lanjut Yenny anak-anak diajak untuk mengedepankan budaya damai, atau seperangkat nilai yang menolak kekerasan serta mencegah konflik, baik bagi individu dan kelompok.
Mitra Perdamaian Dunia
Sementara itu, Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia Allaster Cox dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan merasa senang telah menjadi perwakilan pemerintah Australia untuk ikut berkontribusi dalam acara Jateng Edufest 2021 ini.
“Kedutaan Besar Austalia di Indonesia telah menjalin kerjasama yang kuat bersama Wahid Foundation selama beberapa tahun untuk mendukung upaya melawan tindakan intoleransi, ekstrimisme di masyarakat,” kata Allaster.
Ia mengatakan, Australia dan Indonesia berkomitmen untuk bekerjasama untuk melawan ekstrimisme dan terorisme demi kepentingan stabilitas keamanan dengan pola kemitraan strategis dan komprehensif antara Indonesia dan Australia.
“Kami mengakui kepentingan bersama kita dibidang perdamaian, keamanan, dan stabilitas. Kita bersama-sama menghadapi tindakan teorisme, Australia terus bekerjasama untuk mendukung kepentingan-kepentingan tersebut serta berkomitmen dengan kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil di Indonesia,” katanya.
Allaster menjelaskan, kerjasama Australia yang lebih luas juga mencakup pengembangan pendidikan di Indonesia. Melalui inovasi pengembangan pendidikan di Indonesia Australia bermitra dengan Kemenag dan Kemendikbud untuk merancang dan menerapkan moderasi beragama dalam rangka menekan laju radikalisme dalam pendidikan Islam.
“Kami juga melanjutkan kerjasama yang lebih luas dalam rangka meningkatkan kualitas guru di sekolah,” jelas Allaster.
Sikap Intoleransi dan Pengaruh Media Sosial
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menjelaskan dalam praktek pendidikan yang terjadi saat ini banyak ditemukan kasus intoleransi, dimana salah satu kelompok mengintimidasi kelompok lainnya yang tidak sama dengan dirinya.
“Saya melihat langsung dalam praktek pendidikan kita menemukan contoh tidak baik itu diberikan, contoh bagimana kamu yang berbeda dengan saya itu bukan kelompok saya. Umpama kasus di Sragen bagaimana seorang perempuan yang tidak menggunakan kerudung didiskriminasi sehingga ia keluar,” jelas Ganjar.
Ganjar mengingatkan kepada para orang tua dan guru agar dapat mengontrol pergaulan anak-anak khususnya di luar sekolah agar tidak mudah mengikuti propaganda media sosial yang membawanya kepada sikap intoleransi.
“Jika sistem kontrol kita tidak baik, maka media sosial akan dipakai mereka untuk propaganda dengan pelan-pelan akan membuat seolah yang benar adalah kelompok saya dan yang lain salah,” kata Ganjar.
Kasus tindakan intoleransi di sekolah, menurut Ganjar juga terkadang didukung oleh gurunya, ia menceritakan saat ia mengunjungi salah satu peserta didik yang mengalami kasus intoleransi di sekolah. Setelah sampai di sekolah tersebut, Ganjar mengatakan gurunya malah mendukung tindakan intoleransi yang dilakukan peserta didik tersebut kepada temanya.
“Malah gurunya ikut menyalahkan. Situasi seperti ini sangat intimidatif dan menjadikan sekolah yang tidak mengenakkan,” terang Ganjar.
“Kita sadar bahwa gerakan kita sekarang h arus berpindah ke media sosial, jika mita tidak banyak memenuhi media sosial ini dengan konten positif, maka anak muda yang sekarang hidupnya di media sosial dan dibawa guru yang menuntutnnya akan menonton yang semua seolah-olah semuanya benar, dan ini susah sekali kita deteksi,” tutur Ganjar.
Strategi Cegah Intoleransi di Sekolah
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim saat hadi dalam forum tersebut menyampaikan bahwa intoleransi menjadi tantangan besar yang mengancam kebhinekaan bangsa Indonesia.
Dalam konteks pendidikan, Nadiem mengaku intoleransi adalah salah satu dari tiga tantangan besar yang menjadi perhatian Kemendikbud, disamping perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
“Sejalan dengan visi nasional rencana strategis nasional, kemendikbud akan melibatkan penguatan budaya, bahasa, dan pendidikan karakter. Dimana toleransi menjadi aspek kecakapan belajar di Indonesia, nilai toleransi harus ditanamkan sejak dini, mereka diharapkan mejadi pembelajar yang berkarakter sesuai dengan profil pelajar pancasila,” kata Nadiem.
Pembangunan karakter peserta didik, lanjut NAdiem dapat berjalan secara efektif jika didukung dengan lingkungan toleran, merdeka dari pemaksaan, dandiskriminasi.
“Kolaborasi antara Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenag dalam penyusunan SKB merupakan upaya pemerintah dalam meberantas kasus intoleransi di dunia pendidikan,” kata Nadiem.
Kemendikbud juga terus berupaya meningkatkan pelayanan kasus intoleransi di sekolah melalui Unit Pelayanan Terpadu yang bertugas menampung pelayanan masyarakat jika terjadi kasus tersebut di lingkungan pendidikan.
“Terakhit, perkenankan kami mengapresiasi inisiatif dari Wahid Foundation dalam mengembangan sekolah damai di 4 provinsi di indonesia. Saya menyadari betapa penting peran masyarakakt sipil dalam upaya menciptakan upaya pendidikan yang toleran. Impian kita untuk menjadi negara toleran tidak mungkin terjadi jika hanya pemerintah yang bergerak,” tutur Nadiem.