Solusi Kebakaran Hutan dan Lahan
Solusi Kebakaran Hutan dan Lahan
Oleh: Dr. Asep Sofyan
Dosen Teknik Lingkungan ITB dan Peneliti di Pusat Studi Lingkungan Hidup ITB
(www.pslh.itb.ac.id)
Untuk membuat solusi tentunya kita harus memahami inti permasalahan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Kebakaran di Indonesia banyak terjadi di lahan gambut. Secara alamiah, tanah gambut bersifat lebih asam. Ketika tanah gambut akan dipakai lahan perkebunan, maka tanah tidak boleh asam, karena tanaman lebih cocok dilahan pH netral.
Masyarakat tradisional telah melakukan praktek pembakaran lahan untuk menaikkan pH. Praktek ini telah dilakukan sejak dulu kala, secara turun temurun.
Dahulu, tidak ada dampak, karena lahan perkebunan kecil dan perkebunan punya kearifan lokal dalam membakar, misalnya tidak dibakar dalam waktu bersamaan dan membatasi jumlah lahan yang dibakar. Mereka juga mempraktekkan sekat bakar untuk mencegah api menjalar ke tempat lain.
Permasalahan muncul di era modern, ketika perkebunan dibuat masif, sangat luas, sangat intensif dan monokultur, yaitu perkebunan kelapa sawit.
Tanaman sawit tidak boleh terendam air, karena akar akan membusuk. Sehingga air di lahan gambut dialirkan keluar pakai saluran irigasi. Padahal praktek seperti ini membahayakan lahan gambut, kondisi tanah menjadi kering dan mudah terbakar. Gambut adalah batu bara muda, sangat mudah terbakar kalau dalam kondisi kering.
Setiap tahun muncul kebutuhan untuk membuka lahan perkebunan yang baru, karena adanya pertumbuhan ekonomi dan peremajaan perkebunan.
Membuka lahan baru paling murah adalah dengan cara membakar, karena setelah dibakar, lahan lebih mudah dibersihkan dan kondisi pH tanah menjadi netral, tidak asam, cocok untuk tanaman perkebunan.
Kalau membuka lahan dengan alat berat, misal buldozer, diperlukan waktu yg lebih lama dan tentunya sangat mahal, karena lahan baru yang akan dibuka bukan 1 atau 2 hektar, targetnya puluhan bahkan ratusan hektar. Jika membuka lahan dengan buldozer, katakanlah Rp 5 juta perhektar, kalau target pembukaan lahan 100 hektar, maka diperlukan Rp 500 juta rupiah. Bandingkan dengan membakar, biayanya jauh lebih murah, demikian perbedaan harga yang terjadi di lapangan.
Selama ada disparitas harga, atau perbedaan harga yang sangat tinggi antara praktek berkebun dengan membakar dan tanpa bakar, maka kejadian membakar lahan akan terus terjadi.
Apakah semua kebakaran hutan dan lahan karena dibakar? Tentu tidak, ada yang disebabkan oleh kejadian alam, namun motif membuka lahan banyak ditemukan di lapangan, buktinya KLHK telah banyak menangkap oknum yang membakar lahan dan telah diajukan ke pengadilan.
Setelah kita memahami permasalahan diatas tentunya kita menyadari bahwa solusi kebakaran lahan bukanlah dengan pemadaman api, tetapi pencegahan supaya tidak ada pembakaran lahan.
Solusi harus bersifat sosial berupa kesadaran bersama bahwa membakar hutan dan lahan sangat merugikan orang lain.
Solusi ekonomi berupa memasukkan biaya membuka lahan dengan alat berat sebagai biaya internal perusahaan, setara dengan biaya pembelian bibit. Perusahaan yang tidak memasukkan anggaran pembukaan lahan tanpa bakar tentunya wajib dicurigai.
Solusi hukum juga bisa dilakukan, misalnya membuat aturan baru bahwa perusahaan perkebunan yang lahannya terbakar akan dikenakan denda yang sangat tinggi karena terkena pasal kelalaian menjaga keamanan lahannya. Tidak perlu ada pembuktian dibakar, cukup pasal kelalaian.
Hukuman penjara kurang efektif, hukuman denda sangat tinggi lebih efektif.
Solusi pengawasan praktek perkebunan menjadi sangat penting, apakah perusahaan telah memiliki SDM dan alat2 pemadaman api? Apakah SDM telah terlatih dalam pemadaman api?
Solusi teknologi berupa pengamatan terhadap iklim secara serius. Tahun ini, tahun 2019 adalah El Nino lemah (kering ekstrim), curah hujan akan lebih rendah dibandingkan tahun Netral (tanpa El Nino atau La Nina).
Diprediksi oleh para ahli, tahun depan juga, tahun 2020, diperkirakan masih El Nino, sehingga diprediksi tahun 2020 peluang terjadi kebakaran hutan dan lahan juga tinggi. Kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun ini akan terjadi juga pada musim kemarau tahun 2020.
Sehingga tahun 2020 perlu dijadikan tahun pengawasan kebakaran hutan dan lahan yang lebih intensif.
Jika kita lihat sejarah, El Nino juga terjadi tahun 2015, kita mengalami kebakaran hutan dan lahan yang luar biasa luasnya.
Tahun 2016 sampai dengan 2018 adalah La Nina (ekstrim basah) sehingga peluang terjadi kebakaran hutan dan lahan lebih kecil. Kita tidak mengalami kebakaran hutan dan lahan yang luas.
Solusi teknologi berupa pemanfaatan teknologi, misalnya prediksi El Nino di tahun 2020 harus terus dipantau, apakah benar akan El Nino sesuai prediksi, kalau ya, apakah El Nino kuat atau lemah? Prediksi ini dijadikan dasar kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di 2020.
Solusi lain adalah penyiapan sarana dan prasarana kesehatan, saat ini telah ada Rumah Aman Asap, berupa ruangan tersegel dari asap, dengan sirkulasi AC, dilengkapi oxycan dan fasilitas pertolongan pertama gangguan pernafasan. Namun jumlahnya masih sangat terbatas, masih harus ditambah, untuk melindungi usia rentan yaitu bayi, anak-anak dan lanjut usia.
Demikian beberapa solusi. Mari kita satukan kekuatan, semoga tahun 2020 kita berhasil mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.