Migrant Care: Jangan Gunakan Pendekatan Keamanan Terhadap Pekerja Migran yang Pulang
Berita Baru, Jakarta – Presiden Joko Widodo memimpin Rapat Terbatas dengan Gugus Tugas COVID-19 di Istana Bogor, dan memberi instruksi dan arahan untuk penanganan wabah COVID-19 terkait dengan eksodus pekerja migran Indonesia.
Dalam Rapat Terbatas tersebut, Presiden menyampaikan data bahwa sudah ada sekitar 89 ribu pekerja migran Indonesia yang dipulangkan. Dan diperkirakan hingga menjelang Lebaran akan menyusul eksodus sejumlah 16 ribu pekerja migran Indonesia ke kampung halaman.
Menanggapi pernyataan tersebut, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang telah memberikan perhatian pada pekerja migran Indonesia.
“Migrant CARE memberi apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah memberikan perhatian pada pekerja migran Indonesia dalam kaitannya dengan penanganan pandemi COVID-19,” tutur Wahyu melalui keterangan tertulis pada Senin (4/5).
Namun demikian, Migrant CARE mendesak semua langkah yang dilakukan tersebut tetap berada dalam koridor perlindungan pekerja migran sesuai UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta dalam upaya pemenuhan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya seperti yang ada dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
Hal itu ditekankan oleh Wahyu mengingat adanya instruksi dari presiden untuk melakukan pengawasan ketat terhadap pekerja migran Indonesia yang pulang kampung, karena dikhawatirkan dapat berpotensi menjadi kluster penularan COVID-19 di Indonesia.
Ia menegaskan agar pengawasan ketat tersebut tidak dilakukan dengan pendekatan keamanan atau sekuritisasi dengan mengerahkan tentara dan aparat kepolisian secara berlebihan maupun intimidatif.
“Pengawasan ketat terhadap pekerja migran Indonesia yang pulang kampung tidak boleh dilaksanakan dengan pendekatan keamanan (sekuritisasi) apalagi menggunakan aparat Polisi atau TNI secara berlebihan,” tegasnya.
Selain itu Wahyu juga meminta kepada semua pihak agar tidak menstigmatisasi pekerja migran yang baru pulang itu sebagai kelompok pembawa virus, sehingga pada akhirnya diperlakukan diskriminatif.
Oleh karena itu ia minta kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemerintah desa untuk mengambil langkah yang cermat dan berperspektif perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Langkah itu dapat diambil melalui penerapan protokol kesehatan WHO, dengan menetapkan setiap pekerja migran yang pulang sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP).
“Pemerintah dari pusat hingga pemerintah desa wajib menyediakan tempat untuk isolasi mandiri dan juga membuka akses bagi pekerja migran Indonesia dan keluarganya mendapatkan bantuan sosial dari skema jaring pengaman sosial dampak COVID-19,” kata Wahyu.
Apabila pekerja migran Indonesia yang pulang dengan gejala dan masuk kategori Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Wahyu meminta pemerintah pusat menyiapkan tempat karantina dan rumah sakit sesuai protokol WHO dengan pembiayaan dibebankan sebagai biaya yang ditanggung negara.