Dekan FEB UNAS Soroti Tantangan Rekrutmen Tenaga Kerja Lokal di Wilayah Kerja Hilirisasi
Berita Baru, Jakarta – The Reform Initiatives (TRI) Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Nasional menyelenggarakan Seminar Diseminasi Hasil Riset “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatam, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia” di UNAS Towers 1 & 2 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Rabu (12/12/2024).
Riset tersebut merupakan salah satu tema kunci dari paket penelitian terkait hilirisasi sektor pertambangan yang dilakukan oleh TRI Indonesia bersama konsorsium yang terdiri dari Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia.
Menanggapi paparan hasil riset yang disampaikan dalam kegiatan tersebut, Dekan FEB UNAS Edi Sugiono memberikan perhatian secara khusus terhadap manajemen rektutmen dan proses seleksi tenaga kerja lokal di wilayah kerja proyek hilirisasi sektor pertambangan, khususnya di Kabupaten Konawe – Sulawesi Tenggara dan Kota Batam – Kepulauan Riau.
“Proses hilirisasi industri di Indonesia semakin berkembang. Pada saat yang sama pemerintah perlu memastikan dan menjamin keterlibatan tenaga kerja lokal untuk mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional dan daerah”, tutur Edi di awal paparannya.
Secara umum Edi mengapresiasi temuan riset yang dilakukan oleh TRI Indonesia, karena mampu menangkap fenomena sosial terkait dimensi ketenagakerjaan pada wilayah kerja hilirisasi pertambangan di Konawe dan Kota Batam.
Menggunakan perspektif manajemen sumber daya manusia, sesuai kepakarannya, Edi memberikan catatan spesifik terkait tantangan-tantangan yang harus disikapi oleh pemerintah terkait hilirisasi, khususnya berkaitan dengan proses rekrutmen tenaga kerja lokal.
“Tantangan yang pertama adalah keterbatasan keterampilan teknis. Banyak tenaga kerja lokal yang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja di sektor hilirisasi yang membutuhkan keahlian khusus. Mayoritas latar belakang pekerjaan masyarakat di daerah kaya SDA adalah petani atau nelayan, bukan buruh pabrik atau manajerial”, jelas Edi.
Ia menambahkan tantangan-tantangan lain meliputi kurangnya infrastruktur pendidikan vokasi yang memadai, mobilitasi tenaga kerja lokal yang terbatas, dan masih adanya tantangan sosial maupun budaya.
“Beberapa rekomendasi yang ingin kami sampaikan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan perusahaan hilirisasi yaitu membangun perencanaan kebutuhan ketenagakerjaan secara transparan khususnya di Kota Batam. Adapun di Konawe saya ingin menekankan agar pemerintah secara serius melakukan pengembangan kebijakan pelatihan vokasi dan memperkuat regulasi upah minimum yang adil”, pungkasnya.