Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Puskapol UI
PUSKAPOL UI bekerja sama dengan ALGORITMA Research and Consulting gelar diskusi publik bertajuk “Ancaman terhadap Demokrasi di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Negara-Negara Asia Tenggara.”

PUSKAPOL UI Gelar Diskusi Publik Soroti Ancaman Demokrasi Indonesia Pasca Pemilu 2024



Berita Baru, Jakarta – Pada Rabu (4/9/2024), Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (PUSKAPOL UI) bersama ALGORITMA Research and Consulting sukses menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Ancaman terhadap Demokrasi di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Negara-Negara Asia Tenggara.” Acara ini berlangsung di Auditorium Mochtar Riady, Kampus FISIP UI, dan dihadiri oleh akademisi, jurnalis, mahasiswa, serta masyarakat umum. Diskusi ini membahas isu-isu serius yang mengancam demokrasi Indonesia pasca Pemilu 2024.

Acara dibuka oleh Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto yang mengungkapkan, “Ancaman terhadap demokrasi di Indonesia terus meningkat, dan kita perlu belajar dari pengalaman negara-negara tetangga di Asia Tenggara untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut,” sambutnya, seperti dikutip dalam siaran pers yang diterbitkan oleh PUSKAPOL UI di laman instagramnya, @puskapolui, pada Senin (9/9/2024).

Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber ahli, yaitu Dr. Andreas Ufen (German Institute Global and Area Studies), Dr. Hurriyah (Direktur Eksekutif PUSKAPOL UI), dan Dr. Fajar Nursahid (Direktur Riset ALGORITMA Research and Consulting). Diskusi dipandu oleh Teuku Harza Mauludi, M.P.P., yang mengarahkan pembicaraan sesuai dengan keahlian masing-masing narasumber.

Dr. Andreas Ufen memulai diskusi dengan membahas fenomena kemunduran demokrasi (democratic backsliding) yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, “Tren otoritarianisme semakin terlihat dalam pemerintahan Presiden Jokowi, dan partai-partai politik di Indonesia cenderung kurang ideologis.” Namun, Ufen tetap optimis bahwa Indonesia masih memiliki resiliensi demokrasi yang kuat, didukung oleh peran masyarakat sipil.

Dr. Hurriyah, memberikan pandangan yang lebih pesimistis. Ia menekankan, “Erosi demokrasi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Beberapa tokoh masyarakat sipil justru menjadi enabler dalam melemahkan pengawasan terhadap pemerintah.” Ia mengungkapkan kekhawatiran tentang bagaimana aktor-aktor non-negara kehilangan peran kritis mereka.

Sementara itu, Dr. Fajar Nursahid menggarisbawahi bahwa gerakan akar rumput di Indonesia telah dikooptasi, membuat masyarakat sipil terfragmentasi dan lemah. “Banyak aktivis dan intelektual yang beralih menjadi alat penguasa, sehingga tidak ada oposisi yang cukup kuat untuk mengawasi pemerintah,” ujarnya.

Diskusi ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang penuh antusiasme dari peserta. Banyak yang menyuarakan kekhawatiran mereka tentang masa depan demokrasi di Indonesia, serta bagaimana generasi muda dapat memainkan peran penting dalam mempertahankan nilai-nilai demokrasi. Moderator menutup diskusi dengan mengingatkan bahwa “Diperlukan kesadaran kolektif dan aksi nyata untuk menjaga demokrasi kita dari ancaman-ancaman yang ada, baik dari dalam maupun luar.”