Ribuan Pengemudi Ojek Online Gelar Aksi Besar di Jakarta dan Serang Tuntut Perbaikan Kesejahteraan
Berita Baru, Jakarta – Dua aksi besar-besaran yang diadakan oleh pengemudi ojek online dari Koalisi Ojol Nasional (KON) dan Aliansi Driver Online Bergerak (DOBRAK) berhasil menarik perhatian publik pada Kamis (29/8/2024). Aksi yang berpusat di Jakarta dan Serang ini diikuti oleh lebih dari 2.000 pengemudi ojek online yang menuntut perbaikan kondisi kerja yang tidak manusiawi serta kesejahteraan yang terus merosot.
Koalisis Ojol Nasional menyatakan bahwa para pengemudi merasa terjebak dalam skema kemitraan yang pada praktiknya justru mengarah pada perbudakan modern. “Kami menjadi roda penggerak perekonomian, tapi ironisnya, kami tidak diperlakukan selayaknya manusia. Kami diperbudak oleh perusahaan besar yang hanya mementingkan keuntungan mereka,” ungkapnya, seperti diuraikan dalam siaran pers yang diterbitkan oleh PBHI Nasional (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia) pada Kamis (29/8/2024).
Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 50,1% pengemudi ojek online hanya memperoleh pendapatan antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per hari. Padahal, biaya operasional harian mereka bisa mencapai jumlah yang sama, membuat mereka tidak memiliki penghasilan bersih yang layak. “Kami bekerja keras seharian, tapi apa yang kami dapatkan? Hanya cukup untuk bertahan hidup, tanpa adanya kesejahteraan,” keluh salah seorang pengemudi.
Kondisi ini semakin kontras dengan besarnya investasi yang diterima oleh perusahaan aplikasi transportasi daring. Sebagai contoh, GoTo, yang menjadi salah satu pemain besar di sektor ini, menerima suntikan dana dari BUMN, Telkomsel, senilai Rp8,5 triliun pada 2020 dan 2021. Investasi ini, menurut sejumlah pihak, dilakukan tanpa analisis bisnis yang matang dan berisiko merugikan negara.
“Bagaimana mungkin uang rakyat digunakan untuk mengisi kantong-kantong segelintir orang, sementara kami yang menjadi tulang punggung perusahaan justru menderita?” kata juru bicara DOBRAK. Ia juga menyoroti adanya dugaan konflik kepentingan yang melibatkan petinggi perusahaan dan pejabat BUMN. “Investasi besar ini dilakukan di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir, yang memiliki hubungan dekat dengan petinggi GoTo. Ini harus diusut tuntas,” tegasnya.
PBHI yang turut mendampingi aksi ini, menilai pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan aplikasi transportasi online. “Keuntungan yang mereka klaim hanya menutupi mata rantai kerja eksploitatif yang dialami pengemudi. Ini bukan lagi soal bisnis, tapi soal kemanusiaan,” kata PBHI
Dalam siaran persnya, PBHI mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk merevisi aturan tarif layanan pos komersil yang lebih adil bagi pengemudi. Selain itu, mereka juga mendesak Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengevaluasi perusahaan aplikasi transportasi online dan memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran.
Lebih lanjut, PBHI menuntut Pemerintah Daerah untuk menerbitkan peraturan daerah yang mengatur jaminan sosial bagi pengemudi ojek online, serta mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki adanya indikasi kerugian negara akibat investasi yang dianggap janggal ini. “Hak-hak pengemudi harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum dan konvensi ILO,” pungkas PBHI.