Polemik Kasus Tambang Emas di Pulau Sangihe Belum Usai
Berita Baru, Jakarta – Keberhasilan warga Pulau Sangihe dalam menghentikan rencana operasi penambangan emas yang dilakukan oleh PT Tambang Mas Sangihe (TMS) menjadi bukti bahwa upaya masyarakat dapat memengaruhi pengambilan keputusan terkait lingkungan.
Puncak kemenangan ini diawali oleh putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan dilanjutkan dengan pencabutan izin operasi perusahaan pada 8 September 2023 oleh Kementerian ESDM.
Meskipun demikian, PT TMS tetap bersikeras bahwa perusahaan memiliki izin yang sah, yaitu kontrak karya. Konflik ini menyorot pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Tambang Mas Sangihe, yang memiliki Kontrak Karya generasi 6, telah melakukan eksplorasi di Pulau Sangihe sejak tahun 1997. Namun, setelah putusan MA No.650 K/TUN/2022 pada 12 Januari 2023 yang menolak permohonan kasasi Menteri ESDM dan PT TMS terkait izin operasi, izin operasi PT TMS dicabut berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.13.K/MB.04/DJB.M/2023.
Namun, pada 8 September 2023, PT TMS mengumumkan penandatanganan kontrak baru dengan CV. Mahamu Hebat Sejahtera untuk tetap beroperasi dan memproduksi emas di Pulau Sangihe. Meskipun PT TMS mengklaim bahwa mereka memiliki izin yang sah, perusahaan sedang mengajukan kembali permohonan persetujuan izin operasi dengan melengkapi persyaratan yang diperlukan.
Rico Pandeirot, Senior In-House Legal Counsel PT TMS, menjelaskan, “Kami masih bisa melakukan kegiatan untuk menjaga areal konsesi dan aset-aset yang ada di Sangihe.” Ia juga menekankan bahwa PT TMS masih merupakan pemegang Kontrak Karya dengan Pemerintah.