CSIS Sebut Kinerja Ekonomi Indonesia Jauh Lebih Baik dari BRICS
Berita Baru, Jakarta – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan bahwa meskipun BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) telah meningkatkan peran ekonominya dalam perekonomian dunia, hanya China dan India yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengesankan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri dalam Media Briefing Hasil Konferensi Tingkat Tinggi BRICS dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia pada Senin (28/8/2023).
Yose menjelaskan bahwa negara-negara BRICS memiliki prospek potensial menjadi kekuatan global, tetapi faktanya hanya dua dari lima negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
“Dalam statistiknya hanya ada di dua negara saja yang kinerja ekonominya terus membaik yaitu China dan India yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang fantastis. Namun negara lainnya tidak benar-benar memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Sehingga bisa kita katakan, negara-negara ini performanya stagnan,” ujar Yose.
Meski BRICS telah mengalami peningkatan, Yose Rizal Damuri menegaskan bahwa perbandingan dengan Indonesia menunjukkan prestasi yang lebih baik. PDB per kapita negara-negara BRICS, terutama Brazil dan Afrika Selatan, cenderung mengalami pertumbuhan yang negatif. Di sisi lain, Indonesia memiliki posisi yang lebih kuat.
Menanggapi potensi Indonesia untuk menjadi anggota BRICS, Yose mengungkapkan bahwa fokus Indonesia tidak boleh hanya pada aspek ekonomi saja. Karena menurutnya, BRICS hanya bergantung pada China dan India, sementara Indonesia telah memiliki hubungan erat dengan Indonesia baik secara bilateral maupun regional.
“Kalau memang mau bergabung dengan satu kerja sama internasional seperti ini, kita cari kerja sama yang se level juga. Tiga dari lima negara BRICS itu dibawah Indonesia dalam kinerjanya,” tambahnya.
Pertimbangan Sisi Keuangan
Terkait dengan kondisi keuangan negara-negara BRICS, Yose menjelaskan bahwa negara seperti Rusia dan Brazil, mengalami penurunan devisa yang signifikan dalam 15 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi makroekonomi dari negara-negara itu kurang kuat.
“Dalam beberapa tahun terakhir, kita bisa melihat penurunan devisa yang signifikan di Rusia, Brasil, dan bahkan Tiongkok. Kondisi ini terlihat jelas dari sisi keuangan, khususnya Brazil dan Rusia yang menghadapi ketidakstabilan dalam kondisi makro ekonomi mereka,” ujar Yose Rizal Damuri.
Penurunan nilai devisa di negara-negara tersebut telah menimbulkan dampak besar terhadap ekonomi nasional. Terutama ketika dibandingkan dengan situasi pada tahun 2010, Rusia dan Brasil menghadapi penurunan yang cukup mencolok. Sementara itu, Tiongkok, meskipun masih memiliki pertumbuhan ekonomi yang fantastis, juga menghadapi penurunan devisa yang tidak bisa diabaikan.
Melihat kondisi ini, Yose mengungkapkan bahwa penggunaan mata uang lokal dalam transaksi internasional menjadi salah satu solusi yang tengah diperbincangkan dalam agenda BRICS. Dalam hal ini, penggunaan mata uang lokal akan memberikan dampak signifikan bagi Brasil dan Rusia untuk memperbaiki kondisi makro ekonomi mereka.
“Agenda penggunaan mata uang lokal ini menjadi dasar penting bagi Brasil dan Rusia untuk mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi. Kita melihat bahwa langkah ini dapat membantu memperbaiki kondisi makro ekonomi mereka dan mengurangi dampak dari penurunan devisa,” jelas Yose.
Namun, tidak hanya Brasil dan Rusia yang akan mendapat manfaat. Tiongkok juga diuntungkan secara geopolitik dengan adanya penggunaan mata uang lokal dalam transaksi. Langkah ini akan memberikan Tiongkok pengaruh yang lebih besar dalam skenario geopolitik global.
“Dengan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi, Tiongkok akan memiliki pengaruh yang signifikan dalam hal geopolitik. Ini menjadi strategi yang menguntungkan bagi Tiongkok dalam skenario global,” tambah Yose.