Yusril Ihza Siap jadi Pengacara Pemerintah dalam Hadapi Gugatan Luar Negeri
Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, menyatakan kesiapannya untuk menjadi konsultan dan pengacara bagi pemerintah dalam pembuatan setiap perjanjian internasional.
Yusril berharap bahwa dengan keterlibatannya, pemerintah tidak akan lagi kecolongan dan menjadi bahan permainan negara-negara lain, karena lemahnya posisi Indonesia dalam perjanjian internasional.
“Pemerintah harus menciptakan instrumen hukum yang kuat dan mengajak negara-negara lain yang memiliki posisi yang sama agar tidak mudah digerakkan oleh kepentingan negara-negara maju,” kata Yusril dalam pernyataannya yang dikutip dari Tempo.co pada Selasa (16/5/2023).
Yusril mengungkapkan pandangannya sebagai tanggapan terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Musyawarah Rakyat (Musra), yang menyoroti seringnya Indonesia kalah dalam menghadapi gugatan negara-negara lain di berbagai forum dan lembaga peradilan internasional.
Yusril mengatakan bahwa penguatan posisi hukum pemerintah Indonesia harus dimulai saat merumuskan kebijakan dalam negeri terkait ekspor-impor, penanaman modal, dan kebijakan pembangunan industri dalam negeri. Menurut Yusril, negara-negara maju tidak ingin Indonesia menjadi negara industri, mereka hanya ingin Indonesia menjadi eksportir bahan mentah untuk melayani kepentingan industri negara-negara lain.
“Mereka ingin kita menguras habis sumber daya alam kita. Namun, hukum pertambangan kita sendiri tanpa disadari memberikan peluang untuk itu. Ini adalah kesalahan fatal kita sendiri,” ujar Yusril.
Yusril juga menyoroti bahwa dalam pembuatan kontrak dan perjanjian internasional, pemerintah Indonesia sering lalai dan tidak memperkuat posisinya sebagai pihak yang terlibat sejak awal. Akibatnya, ketika digugat, pemerintah tidak mampu mempertahankan kepentingan-kepentingannya.
Yusril memberikan contoh kontrak yang dibuat oleh beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan pihak asing yang menempatkan posisi Indonesia dalam posisi yang lemah. Sehingga Indonesia rentan mengalami kekalahan jika digugat oleh pihak lain di luar negeri.
Secara kelembagaan, Yusril berharap ada penataan ulang terhadap lembaga yang menjadi leading sector dalam menangani perjanjian internasional. Dahulu, perjanjian internasional lebih banyak ditangani oleh Departemen Kehakiman, tetapi sejak adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, perjanjian internasional lebih banyak ditangani oleh Kementerian Luar Negeri.
“Saya pikir tidak semua urusan luar negeri harus ditangani oleh Kementerian Luar Negeri, sebagaimana tidak semua urusan dalam negeri ditangani oleh Kementerian Dalam Negeri,” ujar Yusril.
Berdasarkan hal tersebut, Yusril menyatakan kesiapannya untuk menjadi pengacara pemerintah RI dalam penyelesaian sengketa di badan arbitrase dan gugatan di berbagai lembaga peradilan atau quasi peradilan di negara lain, termasuk pengadilan internasional. Dengan demikian, ia ingin memberikan kontribusi dalam memperkuat posisi hukum Indonesia dan melindungi kepentingan negara dalam perjanjian internasional.
Namun, perlu dicatat bahwa informasi ini adalah pernyataan dari Yusril Ihza Mahendra dan belum ada keputusan resmi atau pengumuman dari pemerintah terkait penunjukan Yusril sebagai konsultan atau pengacara dalam perjanjian internasional.