PB PMII Soroti Kerawanan dalam Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu
Berita Baru, Jakarta – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui Pemantau Pemilu PB PMII telah mengungkapkan sejumlah persoalan yang sering terjadi pada saat pemungutan suara. Hal ini dikarenakan pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan akhir dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) yang memiliki kerentanan dan potensi konflik yang cukup tinggi.
“Pemungutan dan penghitungan suara memiliki tingkat kerentanan dan potensi konflik yang cukup tinggi karena menjadi tahapan penentu bagi setiap peserta pemilu (parpol) yang ikut berkontestasi untuk menjadi pemenang pemilu,” jelas Hasnu Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII pada acara Ngabuburit Pengawasan dengan tema “Mengurai Konflik Kepentingan Saat Pemunguatan dan Penghitungan Suara” yang digelar Bawaslu RI pada Kamis (13/04/2023) di Menara Thamrin, Jakarta Pusat.
Hasnu mengungkapkan, sederet potensi konflik yang kerap terjadi pada pemungutan dan penghitungan suara seperti; penolakan hasil pemunguatan dan penghitungan suara oleh kontestan atau peserta pemilu, manipulasi perolehan hasil, penyalahgunaan hak pilih, intimidasi terhadap penyelenggara, peserta main mata dengan penyelenggara, logistik kurang, rusak atau hilang, dan kerusuhan dan penyerangan.
Maka dari itu, kata Hasnu, PB PMII mengajak semua pihak agar bersinergi dan berkolaborasi demi menjaga hak pilih rakyat dan proses pemilu berjalan secara demokratis dan damai tanpa adanya sejumlah konflik yang menyebabkan pembelahan di masyarakat.
Selain itu, jelas Hasnu, PB PMII mengajak masyarakat sipil agar focus terhadap 4 isu utama pemantauan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara yakni; penyelenggara, logistik, prosedur dan tata cara, dan hasil pemilu.
Adapun yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil pada pemungutan dan penghitungan suara, kata Hasnu, kajian dan diskursus kepemiluan, menyajikan data pembanding, kampanye, kajian hukum pemilu, pemantauan tahapan pemilu dan pemantauan tahapan tertentu, laporan masyarakat ke Bawaslu jika menemukan kecurangan pemilu, membentuk posko pengaduan, dan kolaborasi.
“Sejumlah langkah di atas adalah hal ideal yang dapat dilakukan oleh masyarakat sipil yang bekerja secara sukarela dalam melakukan pemantauan baik pra pemilu, pemilu dan paska pemilu demi memberikan sumbangsih positif terhadap proses electoral yang pada gilirannya akan menjelma menjadi perubahan dan perbaikan kehidupan bernegara dan berbangsa lewat pemilu demokratis,” pungkas Hasnu.