Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PPATK
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. (Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

Pakai Logika Terbalik, MAKI Akan Laporkan PPATK ke Polisi soal Data Transaksi Mencurigakan Ratusan Triliun



Berita Baru, Jakarta – Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) akan melaporkan pimpinan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT) ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pekan depan, 

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut laporan ini menindaklanjuti pernyataan Anggota Komisi III DPR yang menilai ada potensi pidana lantaran PPATK membocorkan dokumen tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang belakangan jadi perbincangan publik. 

Diketahui, pernyataan tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan dalam rapat kerja antara Komisi III DPR dan PPATK terkait transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/3).

“Menindaklanjuti statement DPR yang menyatakan ada pidana yang disampaikan PPATK dalam rapat Komisi III kemarin, maka MAKI Minggu depan akan membuat laporan kepada kepolisian berkaitan dengan tindaklanjut apa yang dikatakan oleh Anggota Komisi III DPR tersebut bahwa proses yang dilakukan PPATK itu mengandung unsur pidana,” kata Boyamin, Kamis (23/3), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Boyamin meyakini, apa yang dilakukan PPATK tidak termasuk pelanggaran hukum pidana. Sebab, yang disampaikan PPATK adalah hal yang global, tidak orang per orang dan tidak ada yang dirugikan satu orang pun.

“Ini lah bentuk logika terbalik saya, kemudian jika nanti kepolisian menyatakan tidak ada pidana apa yang dilakukan PPATK maka apa yang dilakukan PPATK itu benar,” terang Boyamin. 

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan memperingatkan soal adanya ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi pelanggar pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tepatnya mengenai kewajiban merahasiakan dokumen tentang TPPU.

Arteria Dahlan memperingatkan ketentuan adanya ancaman pidana kepada setiap orang, tak terkecuali kepada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. 

Diketahui, Mahfud MD sempat mengatakan ada temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023 dalam konferensi pers pada Pada Jumat (10/3). Mahfud menyebut transaksi itu terindikasi ada dugaan TPPU. 

Selain Mahfud, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (20/3) juga memaparkan 300 adanya surat PPATK perihal nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.

“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” kata Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja dengan PPATK.

Arteria mengatakan ada sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut, yakni dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 

“Ini serius. Nanti teman-teman, kita (anggota Komisi III DPR) akan ada sesi berikutnya untuk klarifikasi,” ucap Arteria. 

Adapun peraturan yang dibahas oleh Arteria adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU itu disebutkan, bahwa pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU 8/2010 wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut UU 8 tahun 2010. 

Dalam Pasal 11 Ayat (2), tercantum bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.