Novia Widyaningtyas: Perempuan Berperan Penting Dalam Pengendalian Karhutla
Berita Baru, Jakarta – Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama, baik dari pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat, agar tidak terulang lagi, sehingga Indonesia bisa mengurangi jumlah emisi karbon secara optimal11.
Menurut Staf Ahli Menteri (SAM) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, pihak yang layak diperhatikan dan diapresiasi perannya terkait Karhutla adalah perempuan.
Novia menegaskan, untuk kasus Karhutla, perempuan tidak bisa lagi diposisikan sebagai objek. Sebagai pihak yang selalu menjadi korban dan rentan.
“Sekarang itu justru para ibu itu yang berperan penting melakukan pencegahan terhadap terjadinya Karhutla,” tegasnya pada Gelar Wicara Bercerita Serial Publikasi dan Diseminasi Praktik Baik: Perempuan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Jumat (18/2).
Novia berpendapat demikian sebab dalam kenyataannya yang berperan penting untuk mencegah kebakaran hutan adalah perempuan.
Peran pencegahan di sini mencakup dua (2) hal secara umum, yakni kecenderungan mereka untuk tidak merusak hutan—sehingga menyebabkan Karhutla—dan keberanian serta kreativitasnya dalam melakukan kampanye pengelolaan hutan yang lestari.
“Mereka memang tidak turun langsung memadamkan api. Tapi mereka memiliki beban untuk menjaga agar ekonomi dan kesejahteraan keluarga stabil, sehingga mereka tidak akan pergi ke hutan untuk melakukan hal-hal yang destruktif terhadap hutan,” paparnya.
Pada sisi lain, ketika terjadi banjir, lanjut Novia, memang perempuan adalah pihak yang paling repot.
Namun, justru karena kerepotan yang mereka hadapi inilah, mereka tampil menjadi subjek utama dalam menjaga dan mengelola hutan.
“Biasanya ketika banjir, yang repot mengurus orang tua dan anak siapa? Ibu! Kita bisa membayangkan ya, bagaimana repotnya. Belum lagi ketika ada yang sakit, mengetahui saat banjir, penyebaran penyakit lebih gampang,” jelas Novia.
Kolaborasi adalah kunci
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Gender (PUG) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Beritabaru.co, dan The Asia Foundation (TAF) ini, Novia juga menyampaikan beberapa kebijakan KLHK terkait pengendalian Karhutla dan perubahan iklim.
Ia menjelaskan, ada dua (2) hal secara umum yang KLHK telah lakukan selama ini: rehabilitasi lahan gambut dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Rehabilitasi merujuk pada upaya pengendalian Karhutla melalui tiga (3) komponen, yakni pencegahan, penanggulangan, dan penanganan pasca-Karhutla.
“Ada edukasi, pemadaman udara, pemadaman darat, monitoring, dan sebagainya,” kata Novia dalam diskusi yang ditemani oleh Al Muiz Liddinillah, host Beritabaru.co.
Adapun kolaborasi lebih pada kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan masyarakat.
Kolaborasi dengan BPPT melahirkan rekayasa cuaca. “Kami kerja sama dengan mereka untuk keperluan rekayasa cuaca,” ungkapnya.
Kerja sama dengan masyarakat menghasilkan apa itu yang Novia sebut Masyarakat Peduli Api (MPA).
Melalui MPA, Novia melanjutkan, pihaknya tidak saja mendampingi mereka dalam aspek penanggulangan, tetapi juga kesadaran hukum.
“Kami menggandeng masyarakat, minta tolong pada mereka, untuk membantu melakukan monitoring, patroli, dan sebagainya. Dan yang menarik, kami dampingi pula teman-teman untuk memiliki kesadaran hukum,” jelasnya dalam podcast yang bertema Dampak Perubahan Iklim dan Karhutla terhadap Kelompok Rentan ini.
Termasuk dalam skema kolaborasi adalah program Pembukaan Hutan tanpa Bakar (PHTB) untuk mwningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan bercocok tanam, budidaya jamur, dan sebagainya.