Wawasan dan Intelektualitas Mas Kiai tentang Budaya dan Lokal Wisdom Memukau
Sumenep, Berita Baru – Debat terbuka pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Sumenep untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) serntak 2024 selesai digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep, Rabu (20/11/2024).
Dalam debat tersebut paslon nomor urut 01 KH. Ali Fikri dan KH. Muh. Unais Ali Hisyam (FINAL) tampil memukau sejak awal. Salah satunya, berkaitan dengan wacana local wisdom yang dimiliki oleh Kabupaten Sumenep.
Mas Kiai (sapaan akrab KH. Ali Fikri) membicarakan tentang local wisdom yang beririsan dengan seni, budaya, dan lain-lain dalam kerangka wawasan dan intelektualitas yang sangat memadai.
Dengan berpijak pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Mas Kiai mengurai bagaimana pentingnya merawat kekayaan lokal yang ada. Bukan mencemari apalagi merusak dengan kultur yang tidak original atau khas Sumenep.
“Dalam UU itu mengamanahtkan tentang tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, dan pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, olahraga tradisional. Saya cari, kok DJ (disc jockey) tidak ada. Pementasan night party kok tidak ada. Karenanya, bagi saya sebagai orang yang relijius dan berbudaya itu merupakan pencemaran kultur asli Sumenep,” tegasnya.
Sikap intelektualitas Mas Kiai juga ditunjukkkan melalui bagaimana pentingnya menggali dengan sangat mendalam narasi-narasi besar local wisdom di Kabupaten Sumenep yang mulai memudar. Sehingga tidak sekadar diketahui, tapi juga menjadi sumber pengetahuan.
Sebab, menurut kiai muda dari Pondok Pesantren (Ponpes) Annuqayah Guluk-Guluk itu, sampai sekarang riset tentang budaya, dan sejarah di Kabupaten Sumenep masih sangat minim dan jarang dilakukan.
“Kita sebenarnya kehilangan narasi-narasi besar yang menjadi identitas kita. Bagian arsip, misalnya, bagaimana kita bisa mendorong riset tentang budaya kita. Kita mungkin hanya sepenggal saja mengetahui kekayaan budaya dan sejarah kita, bahwa ada Arya Wiraraja, Joko Tole, atau Pangeran Katandur yang menggambarkan bahwa kita adalah masyarakat agraris,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Mas Kiai juga menyinggung mengenai berbagai mitologi yang menjadi kekayaan Sumenep selama ini. Akan tetapi, sampai saat ini tidak pernah dikaji dan digali secara serius. “Belum pernah ada riset di mana negara hadir pada konteks itu. Misalnua, tentang mitologi tembakau, tanah prancak, tanah sangkol, kuda terbang, dan lain-lain,” jelasnya.
Karenanya, bagi Mas Kiai, seorang calon pemimpin harus memiliki pengetahuan dan benar-benar mengerti tentang akar sejarah dan kebudayaan yang menjadi identitas daerahnya. “Apa gunanya menyusun rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) jika kita tidak mengerti akar tradisi kita,” tandasnya.