Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Warga Polongbangkeng
Warga Polongbangkeng hadang aktivitas PTPN Takalar, yang diduga tak memiliki izin perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), yang telah berakhir per-9 Juli 2024.

Warga Polongbangkeng Hadang Aktivitas Ilegal PTPN di Lahan HGU dengan Ancaman Senjata Tajam



Berita Baru, Makassar – Puluhan warga Polongbangkeng kembali menghadang aktivitas ilegal PTPN di Desa Towata, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (19/09/2024). Aksi tersebut dilakukan karena perusahaan masih melanjutkan pengolahan lahan meskipun Hak Guna Usaha (HGU) mereka telah berakhir pada 9 Juli 2024. Dalam aksi itu, dua mandor PTPN diketahui membawa senjata tajam dan mengancam warga yang mencoba menghentikan aktivitas tersebut.

Dokumentasi video dari warga menunjukkan karyawan PTPN menggunakan parang untuk mengintimidasi petani yang berusaha mempertahankan lahan mereka. Warga merasa khawatir dengan tindakan agresif perusahaan yang justru semakin memperburuk situasi konflik agraria di daerah tersebut.

“Tindakan yang dilakukan oleh pihak perusahaan adalah tindakan pidana. Sesuai dengan Pasal 335 KUHP, mandor PTPN telah melakukan ancaman dengan menggunakan senjata tajam,” ungkap Hutomo Mandala Putra dari LBH Makassar, dikutip dari siaran persnya pada Kamis (19/9/2024). Ia mendesak pihak kepolisian untuk segera menindaklanjuti perbuatan tersebut secara hukum.

Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 10.00 WITA di atas lahan milik Dg Ngerang. Warga, terutama para petani, berusaha menghalau aktivitas pengolahan yang dilakukan oleh karyawan PTPN, namun mereka mendapat intimidasi berupa ancaman senjata tajam. Salah seorang petani perempuan bahkan menjadi korban intimidasi langsung ketika parang diacungkan di hadapannya.

“Tindakan mandor perusahaan sungguh tidak menghargai upaya petani dan pemerintah yang mengedepankan dialog dalam penyelesaian konflik lahan. Hal ini jelas menunjukkan praktik kekerasan yang akan menimbulkan ketakutan serta trauma bagi petani, terutama perempuan,” kata Suryani dari Serikat Perempuan (SP) Anging Mammiri.

Kondisi semakin memanas ketika pihak perusahaan terus memaksa melanjutkan pengolahan lahan yang kini dipersengketakan. Warga meminta agar pemerintah segera menyelesaikan konflik ini sebelum menimbulkan korban yang lebih besar. GRAMT (Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah) juga mendesak Pemda Takalar untuk bertindak tegas menyelesaikan masalah ini.

“Pemda Takalar harus segera menyelesaikan konflik panjang ini agar tidak terulang lagi peristiwa berdarah. PTPN Takalar harus menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menarik seluruh alat serta menghentikan aktivitasnya,” ujar perwakilan GRAMT.

Di sisi lain, Rizki Anggriana Arimbi dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel juga mengecam tindakan perusahaan yang tetap melanjutkan kegiatan pengolahan meskipun izin mereka telah habis. “Karena prosesnya sedang bergulir, seharusnya PTPN menghentikan seluruh aktivitas karena jelas mereka tidak memiliki hak sejak 9 Juli 2024,” tegas Rizki.

Sementara itu, Pj Bupati Takalar sebelumnya telah berjanji akan menyelesaikan konflik ini melalui mediasi, namun hingga kini belum ada solusi konkret yang dihasilkan. Konflik agraria yang melibatkan PTPN Takalar dan warga Desa Towata terus berlanjut, dan warga tetap berjuang agar tanah mereka dapat dikembalikan setelah puluhan tahun dikuasai perusahaan.