WALHI Nasional Kecam Kekerasan terhadap Aktivis HAM Lingkungan Hidup di Papua Barat
Berita Baru, Papua Barat – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional mengutuk keras tindakan kekerasan yang menimpa aktivis Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Lingkungan Hidup, Sulfianto Alias. Kejadian ini dilaporkan terjadi pada Jumat dini hari (20/12/2024) sekitar pukul 00.30 WIT, di sekitar Jalan Kafe Cenderawasih, Bintuni Timur, Kabupaten Teluk Bintuni.
Menurut laporan resmi, Sulfianto Alias, seorang aktivis dari Perkumpulan Panah Papua, mengalami penganiayaan brutal oleh lebih dari dua pelaku tak dikenal. “Korban dianiaya secara fisik dengan benda tumpul, batu, dan kayu, hingga menderita luka sobek di kepala serta memar di sekujur tubuh,” jelas WALHI dalam siaran persnya yang rilis pada Jumat (20/12/2024). Korban juga dilaporkan sempat diculik dan diancam menggunakan senjata api sebelum melaporkan kejadian ini ke Polres Teluk Bintuni.
Sulfianto Alias dikenal aktif membela hak-hak masyarakat adat serta mengadvokasi kasus kejahatan lingkungan hidup di kawasan Teluk Bintuni, Fakfak, dan Kaimana. Baru-baru ini, Perkumpulan Panah Papua turut mengadvokasi pelanggaran lingkungan yang diduga melibatkan perusahaan besar seperti PT Subur Karunia Raya, PT Borneo Subur Prima, serta proyek strategis nasional Kawasan Industri Pupuk Fakfak dan Tangguh Train 3.
Hak-hak aktivis seperti Sulfianto telah dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. WALHI mengingatkan bahwa Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 dan UU HAM Nomor 39 Tahun 1999 memberikan perlindungan bagi mereka yang memperjuangkan hak asasi manusia. Selain itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 juga menegaskan perlindungan hukum bagi pembela HAM lingkungan.
WALHI bersama lebih dari 80 organisasi masyarakat sipil mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat. “Kami mendesak Kapolres Teluk Bintuni segera menangkap pelaku, mengungkap motif, dan mengadili mereka dengan hukuman yang seadil-adilnya,” ujar Iola Abas dari Pantau Gambut, salah satu penandatangan pernyataan pers bersama.
Selain itu, mereka menyerukan kepada pejabat negara, aparat, dan pemilik perusahaan untuk menghormati hak-hak pembela HAM lingkungan. “Kami meminta semua pihak untuk mencegah kekerasan, pembalasan, atau tindakan yang melanggar HAM,” tegas Franky Samperante dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
Pernyataan bersama ini juga mendapat dukungan dari berbagai organisasi besar seperti Greenpeace Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konsorsium Pembaruan Agraria, dan lainnya.
“Perlindungan terhadap aktivis lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab hukum, tetapi juga moral untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat adat,” ungkap Nadia Hadad dari MADANI Berkelanjutan.
Kasus ini menjadi pengingat akan risiko yang dihadapi pembela HAM lingkungan, khususnya di Papua Barat. WALHI menegaskan bahwa perjuangan melawan eksploitasi lingkungan dan pelanggaran HAM akan terus dilakukan meskipun menghadapi ancaman.
(Pembaruan hingga Jumat, 20 Desember 2024, pukul 17.07 WIB).