Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

WALHI: Doorstop Interview Sidang Perdana JR Minerba

WALHI: Doorstop Interview Sidang Perdana JR Minerba



Berita Baru, Jakarta – Gerakan #BersihkanIndonesia mengajukan judicial review (JR) Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 21 Juni 2021 lalu.

Sidang perdana uji materiil itu digelar pada hari ini, Senin, 9 Agustus 2021 secara daring pada pukul 13.30 WIB. Agenda dalam sidang perdana adalah pemeriksaan pendahuluan pada perkara Nomor 37/PUU-XIX-2021.

Permohonan JR ini dilakukan oleh Nur Aini (warga Banyuwangi), Yaman (nelayan Bangka Belitung), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.

Dalam sidang, menanggapi permohonan tersebut, anggota hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mempersoalkanĀ legal standingĀ klaster pertama.

Menurutnya, gugatan yang berkaitan dengan hilangnya kewenangan pemerintah daerah dalam perizinan pertambangan mestinya diajukan oleh Pemerintah Daerah atau DPRD.

Tim kuasa hukum Koalisi Masyarakat Sipil, Isnur mengatakan selama ini Walhi, JATAM Kaltim, bu Nur Aini dan pak Yamandan menggunakan Pemda sebagai wadah dalam melindungi lingkungan hidup sehat.

Sehingga, menurutnya, Pemda punya peran luar biasa. Namun dengan adanya UU Minerba, kewenangan Pemda dibeberapa sektor dicabut sehingga berpusat di Pemerintah Pusat.

“Akhirnya akses masyarakat untuk memperjuangkan linkungan hidup sehat tidak lagi ada karena dilarikan ke Jakarta yang politiknya berbeda,” kata Isnur, dalam diskusi mengawal Judicial Review UU Minerba dengan tajuk, Doorstop Sidang Perdana JR Minerba, melalui kanal Youtube WALHI Nasional, Senin (9/8) setelah sidang.

Isnur menegaskan, politik pemerintah pusat adalah rezim pengaturan perizinan tambang. Sementara Pemda adalah perwakilan dari suara masyarakat di daerah langsung dalam melakukan mengawasan.

“Sekarang uda ada beberapa kasus, Gubernur dan Buapati menolak untuk membantu masyarakat dengan alasan tidak punya kewenangan lagi. Kenapa Pemda punya peran penting? karena bagi kami jika ada permasalah lingkungan hidup Pemdalah yang kita hadapi,” terangnya.

Ia junya menyatakan, jika semua kasus nantinya harus lari ke Jakarta itu terlalu jauh dan proses penyelesainya memakan waktu. Sehingga potensi kesewengan pemerintah untuk tidak mendengarkan dan melihat langsung kondisi masyarakat di lapangan terbuka lebar.

“Apakah harus seperti kasus Togu lagi, yang dari Toba, tiap ada kasus harus berjalan ke Jakarta ribuan kilomiter untuk menemui Presiden? Padahal negara ini diciptakan tidak seperti itu,” tuturnya.