Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Wabah

WABAH



WABAH

Oleh: Prof. Erani Yustika
(Ketua Umum IKA Universitas Brawijaya Malang; Guru Besar FEB UB; Ekonom Senior INDEF)

James Rainwater dengan murung menulis: “My father, who had previously been a civil engineer, died in the great influenza epidemic of 1918.” Tiap kematian Ayah adalah runtuhnya tiang keluarga: peristiwa traumatik.

Salah satu epidemi paling dramatik masa Perang Dunia (PD) I itu telah melenyapkan banyak harapan. Bagi James, wabah itu sendiri merupakan mimpi gelap, namun wafat Ayahnya menjadi kesempurnaan kegelapan.

James tak sendirian, wabah influenza yang kelak dikenal pula sebagai “Flu Spanyol” pada awal abad 20 itu merenggut sekitar 50 juta nyawa dengan begitu banyak ratapan.

WABAH
Korban wabah Flu Spanyol 1918, (gambar: istimewa)

Usai itu silih berganti pandemi merobek ketahanan negara, bahkan dunia. Kehidupan redup, ilmu pengetahuan kehilangan degup. Virus Ebola, SARS, Kolera, Flu Hong Kong, HIV, dan lain-lain telah menghentak laju modernisasi: bahwa manusia dan segala perkakasnya begitu rentan.

Saat ini virus Corona tengah menguji daya tahan peradaban. Tiongkok dihajar ketika level kedigdayaan ekonomi dan teknologi sedang dalam puncak kemajuan. Demikian pula Korsel, Italia, dan banyak negara lainnya. Kita menjadi penyaksi: wabah bisa dikelola bila pemimpin sigap, rakyat taat, dan politik dibungkus rapat.

Itu pula yang membedakan Tiongkok, Korsel, dan Vietnam dengan Italia. Pemimpinnya sama-sama cepat, namun ketaatan warga beda berlipat. Indonesia juga bukan perkecualian: pemimpin mengambil keputusan, aneka sumber daya dikerahkan, dan disiplin warga mesti diwujudkan (seperti yang ditulis PM Italia di atas).

Dua pekan ini adalah waktu pembuktian, apakah warga negara tegak lurus dengan aturan? Kamala Harris mengingatkan kita dengan ketus, “If you want to deal with an epidemic – crime or health – the smartest and most effective and cheapest way to deal with it is prevention first.” Hari-hari ini kita butuh warga yang sadar, bukan sekadar sabar.