Vizlat Bianka | Puisi-Puisi AR Renhoran
Dedes
bakar dupa menyala
jasadku jadi abu
lingsir ke sungai
lima helai melati
terpacak dekat telinga
wajahmu moksa
imprimatur, bintang maria
di batu-batu kutulis rindu
shalom
lima lembar kenangan
mati satu tinggal empat
kupegang bulat-bulat
aih aih…
matiah aku
ditinggal wangimu
Sleman, 2021
Viszlat Bianka
1/
malam kesekian
di pinggir sungai danube
saudara berdiri menatap bulan
segelas palinka di tangan kiri saudara
hawa berembus
suara gadis-gadis melewah
bawah rimbun pohon randu alas
saudara coba merayu
di hadapan wajahnya yang rembulan
cuaca mendung
lampu-lampu meremang
ia pergi
“bianka, bianka, bianka”
saudara memanggilnya
ia enggan menoleh
2/
sunyi
langit kota budapest
seumpama terpal
seratus kunang-kunang
menyanyikan tembang kerinduan
saudara menengadah
keharibaan wajah bulan sayu
ada bianka di sana
yang ayu, yang berseri-seri
ia menjelma arimbi
saudara pangling
lenyap bayang-bayang
duka apa yang merasuki
mata saudara berkaca-kaca
air-mata-air-mata-air
kata-kata terlalu pekat
3/
di bawah langit budapest yang kering
gelas di tangan saudara ikut kering
beringsut pula hati saudara
lalu saudara pulang
dengan dada yang coba lapang
bergumam
“viszlat, bianka…”
Sleman, 2021
Maria
ya maria,
lepas asar aku menantimu
di depan pintu gereja
sebab diskusi kita belum selesai
musim semi
mengandam langit-langit
lalu kita singgah
di beranda rumahmu
aku menyesap teh hijau
sedang kau terus mengunyah kalimat
katamu cinta tak punya agama
aku tersedak
ketakutan menyumbat kerongkongan
ya santa,
apa dosaku
kau lalu diam
kau suruh aku beristigfar
minta ampun
lampu rumah baru menyala
cahaya menyelubungi kepala
seperti daun membungkus ranting
melebat dan merambat
kepalaku menjelma hutan hujan
aku pamit
“selamat malam”
“alaika salam,” jawabmu
Bukit Tinggi, Mei 2022
Kepada Ibu
di pelukmu yang laut
aku menjelma dada ombak
di matamu yang arus
aku serupa buih,
terombang-ambing
di dadamu yang pasang
aku tak pernah jua surut
(Bantul, Januari 2019)
Kereta Pondok Cina
ditindih petang
simpang margonda sunyi
pukul 6 lewat 15,
depok dikepung malam
kereta melambat
kenangan berputar di kepala,
ubahnya layar tancap
bukan soal leto,
bukan pula nemesis
cokelat, bangku tepi danau, perpisahan
mengatup bunga-bunga adas
masinis memainkan mystery train
udara mengetuk kaca jendelakereta berhentipintu terbuka, hati terkunci
stasiun pondok cina
gadis kecil tidur di kardus
tak berbantal, tak berselimut
tak ada siapa-siapa
tidur yang lelap
lelap sekali
Depok, Agustus 2021
Amnelaat
dalam lebat pohon-pohon
amnelaat berjalan maju
telanjang kaki,
pikul saloi
dalam saloi ada kehidupan
untuk anak-anak kami
tangan kanannya yang ibu
gandeng anak laki
sedang yang perempuan
jalan duluan di muka
tidak selamanya perempuan
di belakang
diajari anaknya
makan pakai tangan
tangan sendiri
jangan boleh disuap orang
makin dalam, makin hutan
amnelaat tetap jalan maju
telanjang kaki,
dia jalan pikul saloi
dalam saloi ada kehidupan
untuk masa depan kami
Bantul, Januari 2019
Kerudung Fateema
kerudung putih di kepala fateema
menghampar padang sabana
orang bilang, perempuan berkerudung itu suci
pantang diganggu
namun, tidak dengan fateema
ia digauli berikut kerudung di kepalanya
saban malam, lepas isya
para serdadu datang bergiliran
mereka menggagahinya macam binatang
bercak darah mengepil di kerudung fateema
putih campur merah
mereka melangiskan noda di badan
pakai kerudungnya
orang bilang, tuhan mendekap fateema
melalui kerudung itu
tapi kenapa tangan tuhan diam saja
kala ia diperkosa?
fateema bergeming,
lebih baik mencari lindung
daripada menghakimi tuhan
sebab tuhan tidak menidurinya
di luar rumah, di lincir jalan
orang-orang mengumpat
“buka saja kerudungmu,
pelacur gila!”
fateema menolak
ia membalas, “ saya bukan pelacur
saya masih waras
kerudung ini menutupi kepala
bukan otak saya”.
Bogor, 2021
AR Renhoran adalah penulis dan pegiat literasi yang berasal dari Kota Tual, Maluku. Ia gemar menulis puisi sejak duduk di bangku SMP sampai saat ini. Kumpulan puisinya “Magrib Langit Arafura” terbit pada 2019. Saat ini ia bermukim di Sleman, Yogyakarta dan aktif di Rumah Baca Komunitas (RBK) dan Radio Boekoe.