Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Veteran Jeoang
Hideo Shimizu (tengah) menghadiri konferensi pers di Kota Iida di Nagano, Jepang, pada 26 Agustus 2024. (Xinhua/Yang Guang)

Veteran Jepang Kirim Permintaan Maaf Kepada Korban Unit 731 Setelah 79 Tahun



Berita Baru, Jepang – “79 tahun kemudian, saya akhirnya dapat meminta maaf kepada para korban Unit 731,” ujar Hideo Shimizu, seorang veteran Jepang yang pernah bertugas di unit pasukan perang kuman Jepang yang terkenal keji dalam Perang Dunia II. “Harapan terbesar saya sekarang adalah agar pemerintah Jepang menyampaikan hal yang sebenarnya dan secara akurat mengungkap sejarah Unit 731.” Mantan anggota Korps Pemuda Unit 731 yang kini berusia 94 tahun tersebut menyatakan hal itu dalam sebuah konferensi pers di Kota Iida, Prefektur Nagano, Jepang tengah, baru-baru ini.

Dari 12 hingga 15 Agustus, Shimizu kembali ke China untuk pertama kalinya selama hampir delapan dekade, mengunjungi kembali lokasi yang telah menghantuinya seumur hidup, yakni kompleks unit bakteriologi Jepang yang luas di Kota Harbin, China timur laut, di mana ribuan warga sipil China dan tawanan perang dibunuh sejak akhir 1930-an hingga akhir perang tersebut. Di lokasi tersebut, dia menyampaikan rasa penyesalan dan permintaan maaf kepada para korban. “Keinginan seumur hidup saya untuk mengunjungi China guna meminta maaf telah terpenuhi,” tutur Shimizu, seperti dikutip pada uraian Xinhua News pada Jum’at (30/8/2024).

Dia menceritakan bahwa di Unit 731, dia memasuki sebuah penjara dan mengumpulkan tulang belulang manusia yang belum terbakar sepenuhnya.”Saya berharap pertobatan dan permintaan maaf saya dapat tersampaikan kepada para korban. Meskipun saya telah meminta maaf, saya tidak akan pernah bisa memaafkan diri saya jika saya merasa lega atas (kejahatan) itu,” ujar Shimizu.

Pada 1945, Shimizu bertugas sebagai salah satu rekrutan muda terakhir di Unit 731 dan menghabiskan waktu lebih dari empat bulan di Harbin. Dia mengenang bahwa para anggota Unit 731 merupakan sasaran eksperimen kuman, dan mereka dapat dibedah hidup-hidup jika mereka terinfeksi selama eksperimen tersebut.

Shimizu sendiri merupakan subjek eksperimen itu, mengonsumsi roti kukus yang terkontaminasi bakteri, sehingga menyebabkan suhu tubuhnya naik hingga 42 derajat Celsius dan menderita demam tinggi selama sepekan. Usai kekalahan Jepang, Unit 731 memusnahkan semua bangunan dan barang bukti, dengan Shimizu turut berpartisipasi dalam proses penghancuran tersebut.

Pada 2016, Shimizu mengungkapkan secara terbuka bahwa dia pernah menjadi anggota Korps Pemuda Unit 731, dan sejak saat itu dia mengabdikan diri untuk menguak kekejaman yang dilakukan oleh unit itu dan sejarahnya kepada masyarakat. “Itu merupakan kenangan yang menyakitkan,” kata Shimizu dalam konferensi pers tersebut. “Saat ini, saya tidak ingin membicarakan hal itu. Saat saya memikirkan para korban warga China tersebut, saya harus angkat bicara.”

Shimizu juga sangat tersentuh oleh kebaikan hati masyarakat China, yang merawat anak-anak yatim piatu korban perang Jepang yang diabaikan di China dan membesarkan mereka, serta mengirim mereka pulang ke Jepang.  “Kenapa Jepang, yang hidup bertetangga dengan China, tidak dapat memelihara hubungan yang bersahabat dengan negara ini?” ungkapnya. Didukung oleh banyak orang yang mendedikasikan diri untuk membina persahabatan China-Jepang, lebih dari 20 dokter dari Asosiasi Praktisi Medis Osaka bergabung dengan Shimizu dalam perjalanannya ke China.

Fumio Hara, anggota asosiasi tersebut, menuturkan bahwa menjelang peringatan 80 tahun kekalahan Jepang pada tahun depan, kunjungan Shimizu ke China dan lokasi Unit 731 saat ini merupakan pengingat yang krusial akan pentingnya memahami sejarah yang sebenarnya. Dalam beberapa tahun terakhir, tren militerisme Jepang menyebabkan kecemasan di kalangan publik Jepang. Negara-negara tetangga Jepang dan komunitas internasional khawatir perihal arah negara itu di masa mendatang.

Kazuteru Itsubo, yang mendampingi Shimizu dalam perjalanan itu, mengatakan bahwa kunjungan tersebut memungkinkan dirinya merasakan secara mendalam perlakuan buruk Jepang terhadap China di masa lalu, dan sangat penting bagi masyarakat Jepang untuk mengetahui kejahatan perang negara itu di masa lalu. “Saya berharap (terwujudnya) jalinan persahabatan antara Jepang dan China, dan tidak ada lagi perang,” kata Shimizu.