Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

UU Ciptaker Tidak Dicabut, Buruh Kembali Demo di Depan Istana

UU Ciptaker Tidak Dicabut, Buruh Kembali Demo di Depan Istana



Berita Baru, Jakarta – Buruh akan kembali menggelar aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja di Istana Negara pada hari ini, Senin (12/10). Aksi ini diklaim akan diikuti oleh ratusan buruh.

“Jadi aksi kami di depan Istana kemungkinan bisa dimulai sekitar pukul 10.00 WIB atau 10.30 WIB ke atas,” kata Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, Senin (12/10).

Aksi penolakan tersebut merupakan kelanjutan dari demonstrasi yang dilakukan pada 6-8 Oktober lalu yang menimbulkan kerusakan di berbagai daerah di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan maraknya aksi demonstrasi baru-baru ini akibat adanya disinformasi dan hoax terkait substansi UU Cipta Kerja. Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers menanggapi penolakan UU tersebut, di Istana Bogor pada Jum’at (9/10) lalu.

Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menilai Presiden dan DPR lah yang harus bertanggungjawab atas maraknya disinformasi dan hoax terkait UU Cipta Kerja.

“Presiden RI dan Pimpinan DPR RI harus bertanggung jawab atas kondisi yang disebabkan oleh buruknya praktik keterbukaan informasi publik yang mereka lakukan tersebut,” tutur Taufik, salah satu juru bicara FOINI dalam keterangan tertulisnya.

Disinformasi dan hoax, imbuh Taufik, merupakan salah satu dampak dari buruknya keterbukaan informasi mengenai proses pembahasan UU Cipta Kerja. Padahal paripurna untuk memutuskan UU Cipta Kerja sudah digelar beberapa hari lalu.

Berdasarkan temuan FOINI, terdapat 58 kali rapat pembahasan UU Cipta Kerja dan ada 6 kali rapat DPR RI dan Pemerintah yang tidak terpublikasikan kepada publik mengenai jalannya pembahasan UU Cipta Kerja.

 “Sangat disayangkan, negara melalui aparatnya justru melakukan tindakan-tindakan represif terhadap warga atas tuduhan hoax, padahal semua ini terjadi karena kontribusi dari kelalaian Pemerintah dan DPR RI sendiri dalam memenuhi hak atas informasi bagi publik secara tepat,” gugat Taufik.