Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Walhi
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Zenzi Suhadi. (Foto: Istimewa)

UU Ciptaker Inkonstitusional, WALHI Desak Pemerintah Buat Kebijakan Korektif



Berita Baru, Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) desak pemerintah untuk segera membuat kebijakan korektif usai Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Omnibus Law UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Pada Kamis, 25 November 2021, MK mengeluarkan Putusan terhadap Perkara Nomor Nomor 91/PUU-XVIII/2020, 103/PUU-XVIII/2020, 105/PUU-XVIII/2020, 107/PUU-XVIII/2020 dan Nomor 4/PUU-XIX/2021, serta Nomor 6/PUU-XIX/2021 atas Uji Formil dan Uji Materil Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Di dalam putusannya, Majelis Hakim MK menegaskan bahwa Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil, inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Majelis Hakim MK berpendapat dalam proses pembentukannya, UU Cipta Kerja minim partisipasi publik. Padahal, partisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan sangat fundamental dan sangat bermakna (meaningful). 

Dalam putusannya, MK juga menegaskan kepada Pemerintah dan DPR, tidak dibenarkan membentuk peraturan yang baru dan tidak dibenarkan mengambil keputusan yang dilandasi dengan UU No. 11 Tahun 2020 Cipta Kerja.

Namun demikian Majelis Hakim MK terlihat setengah hati dengan memberikan waktu selama dua tahun kepada pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.     

Menyikapi putusan tersebut, Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi menilai bahwa Pemerintah dan DPR RI telah bertindak Melawan Konstitusi karena ngotot membahas dan mengesahkan UU Cipta Kerja pada saat masyarakat Indonesia berjuang melawan pandemi Covid-19.

Lebih jauh, substansi UU Cipta Kerja, khususnya yang berkaitan dengan Ekonomi dan penguasaan serta pengelolaan sumber daya alam, bertentangan dengan pasal-pasal di dalam Pasal 33 UUD 1945.

Termasuk juga telah menghilangkan prinsip keadilan ekologis, karena telah membatasi, meminggirkan, dan menghilangkan hak-hak prosedural dalam pengambilan keputusan atas lingkungan hidup juga menentukan masa depan. 

Zenzi mendesak Pemerintah untuk segera melaksanakan mandat konstitusi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, bukan malah fokus untuk memperbaiki UU Cipta Kerja ini.

“Kami meminta Pemerintah untuk secepatnya melaksanakan amanah UUD 1945 terutama yang terkait dengan pengelolaan SDA bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat,” kata Zenzi Suhadi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Beritabaru.co, Kamis (25/11).

“Caranya, dengan membuat langkah-langkah kebijakan korektif, dalam bentuk audit lingkungan hidup, melakukan review perizinan, penegakan hukum, moratorium perizinan perkebunan sawit, moratorium perizinan tambang, moratorium perizinan reklamasi di kawasan pesisir, dan moratorium hak pengusaha hutan korporasi,” tegasnya.

Zenzi menyebut putusan MK terkait dengan UU Ciptaker ini membuktikan bahwa klaim Pemerintah dan DPR RI jauh dari kebenaran. “Klaim yang menyebut bahwa UU Cipta Kerja akan mendatangkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi salah besar, sebab UU ini terbukti cacat secara formil,” tuturnya.

“Sebaliknya, investasi yang didorong oleh UU Cipta Kerja terbukti makin  memperburuk krisis lingkungan hidup dan melahirkan berbagai bentuk bencana ekologis, melanggengkan kemiskinan, merampas hak-hak kaum buruh, serta semakin memperkaya oligarki,” tambah Zenzi.

Untuk memperkuat poin penting dari putusan MK itu, WALHI juga mendesak pemerintah untuk menghentikan seluruh proyek yang merampas ruang hidup rakyat dalam berbagai bentuk proyek strategis sebagaimana amar putusan Hakim.

“Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja,” tegas Walhi.