Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perdana Menteri China Li Keqiang dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berbicara melalui konferensi video. Foto: Olivier Matthys/Pool/AP.
Perdana Menteri China Li Keqiang dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berbicara melalui konferensi video. Foto: Olivier Matthys/Pool/AP.

Uni Eropa Desak China untuk Tidak Membantu Rusia



Berita Baru, Brussel – Para pemimpin Uni Eropa desak China untuk tidak membantu Rusia dengan mengirimkan senjata atau membantu Rusia menghindar dari sanksi-sanksi yang dilancarkan Uni Eropa setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Hal itu digaungkan oleh para pemimpin Uni Eropa (UE) saat melakukan pertemuan (KTT) puncak pertama mereka dalam dua tahun di Brussel.

Dalam bahasa terbuka yang tidak biasa, para pejabat UE yang dekat dengan persiapan KTT hari Jumat (1/4) mengatakan bantuan apa pun yang diberikan kepada Rusia akan merusak reputasi internasional China dan membahayakan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya – Eropa dan Amerika Serikat.

Presiden Komisi Eropa dan Dewan Eropa, Ursula von der Leyen dan Charles Michel, bersama dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, memulai pembicaraan virtual dengan Perdana Menteri China Li Keqiang.

Mereka dijadwalkan pada hari Jumat untuk berbicara dengan Presiden Xi Jinping.

Seorang pejabat Uni Eropa mengatakan sikap China terhadap Rusia adalah “pertanyaan jutaan dolar”.

Yang lain menunjukkan bahwa lebih dari seperempat perdagangan global China adalah dengan blok itu dan Amerika Serikat tahun lalu, melawan hanya 2,4 persen dengan Rusia.

“Apakah kita memperpanjang perang ini atau kita bekerja sama untuk mengakhiri perang ini? Itu adalah pertanyaan penting untuk KTT,” kata pejabat itu, dikutip dari Al Jazeera.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengulangi seruan China untuk pembicaraan damai minggu ini, menambahkan kekhawatiran yang sah dari semua pihak harus diakomodasi.

Wang Yiwei, pakar Eropa di Universitas Renmin Beijing, mengatakan China dan Uni Eropa ingin perang berakhir.

“Saya membayangkan China ingin menggunakan KTT ini untuk berdiskusi dengan UE bagaimana menciptakan kondisi yang dapat diterima oleh Putin agar dia turun dari posisinya saat ini,” katanya.

China sendiri memiliki kekhawatiran bahwa negara-negara Eropa mengambil isyarat kebijakan luar negeri garis keras dari Amerika Serikat dan telah meminta UE untuk “mengecualikan campur tangan eksternal” dari hubungannya dengan China.

Hubungan antara China dan AS sendiri sudah genting sebelum perang Ukraina, mulai dari urusan sanksi ekonomi, konflik Taiwan, hingga konflik di Laut China Selatan.

Selain itu, hubungan Uni Eropa dan China juga agak genting. Uni Eropa dan China menyimpulkan perjanjian investasi pada akhir 2020, yang dirancang untuk menyelesaikan beberapa kekhawatiran UE tentang akses pasar timbal balik.

Namun, perjanjian tersebut ditangguhkan setelah sanksi Uni terhadap pejabat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang, mendorong beberapa entitas dan individu China masuk dalam daftar hitam.

Sejak itu, China juga menangguhkan impor dari Lithuania setelah Lithuania mengizinkan Taiwan untuk membuka kedutaan besar de facto di ibu kotanya, membuat marah China yang menganggap Taiwan sebagai wilayahnya sendiri.