Trisila Ramadan | Catatan Ramadan: Ahmad Erani Yustika
Bulan Ramadan adalah cahaya kehidupan. Segala bonus amalan diberikan sebagai bekal menuju hidup keabadian. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kami agar bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183). Sepuluh hari pertama ramadan adalah masa turunnya rahmat, sepuluh yang kedua merupakan periode ampunan (maghfirah), dan sepuluh hari yang terakhir ialah pembebasan dari api neraka (Itqun minan nar). Jangan juga dilupakan, pada bulan ramadan turun ayat Alquran pertama kali (Nuzulul Quran).
Itu sebabnya ramadan menjadi bulan yang ditunggu oleh umat muslim. Masa ini dianggap momen memperoleh aneka pahala yang diperuntukkan bagi umat yang mau berjuang. Setiap laku menjadi ibadah, setiap doa diijabah, dan setiap darma berbuah berkah. Seluruhnya dilipatgandakan. Sungguh pun begitu, ekstra hadiah tersebut tidak diperoleh secara gratis, namun mesti lewat kesadaran dan perjuangan. Raga mesti kuat menyangga lapar dan dahaga. Jiwa harus kokoh menumpu segala nafsu angkara. Malam hari tubuh diminta berjaga untuk menambah ibadah hingga sahur menjelang. Siang hari tetap bekerja meski kantuk sulit dihadang. There is no free lunch!
Setiap amalan pada bulan ini diganjar pahala tumpah ruah. Bahkan, tidur sekali pun dihitung sebagai ibadah. Sungguh, maka nikmat Tuhanmu manakah yang engkau dustakan (fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan). Tentu saja pintu rahmat itu tak akan terbuka otomatis. Muslimin dan muslimah mesti berjuang bisa merasakan hawa rahmat tersebut. Pintu rahmat dapat dibuka dengan kunci ikhlas. Ia harus diperjuangkan pula dengan penaklukan kemalasan. Pada bulan ini umat diminta tekun beribadah sunnah, membaca kitab suci, memperbanyak dzikir dan doa, salat berjamaah, dan menambah silaturahmi.
Ampunan adalah perkara yang ditunggu karena kedhaifan makhluk Allah yang dipenuhi dengan segala dosa dan kekhilafan. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang berpuasa ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu” (HR. Imam Nasa’i, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Baihaqi). Sungguh pun begitu, ampunan itu fasilitas bagi kaum yang berhasrat menyantuni hidup untuk faedah jangka panjang, bukan sekadar menghisap nikmat masa sekarang. Kesalahan masa lampau adalah kelemahan dan keterbatasan (yang akan diampuni), namun masa depan adalah komitmen untuk tidak mengerjakan pengulangan kesalahan (pertobatan).
Bila keseluruhan krida ibadah dan kesediaan meninggalkan semua keburukan dijalankan, maka pembebasan dari api neraka menjadi ujung dari ketawakalan. Puasa ramadan adalah pendadaran untuk proses penyucian lahiriah dan batiniah berdasarkan asma kesadaran. Rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka tak lain dari “Trisila Ramadan”. Dua sifat Sang Maha Cinta menjelma terang saat ramadan, yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Allah SWT memancarkan sifat pengasih dan penyayang di bulan suci ini agar menjadi jalan terang menuju keagungan. Lebaran menjadi perayaan kemenangan bila manusia mewujud sebagai insan kamil yang penuh kebajikan.