Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tolak Tambak, NU Sumenep Bersama Warga Gersik Putih Gapura Gelar Istighosah
Wakil Ketua PCNU Sumenep Kiai A Dardiri Zubairi saat menghadiri istighosah bersama warga Desa Gersik Putih (Foto: Jejak.co)

Tolak Tambak, NU Sumenep Bersama Warga Gersik Putih Gapura Gelar Istighosah



Berita Baru, Jakarta – Nahdlatul Ulama (NU) bersama warga Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep, Jawa Timur (Jatim) menggelar istighosah (doa bersama) untuk jaga lingkungan, di Asta Kiai Sulaiman desa setempat, Kamis (20/4) malam.

Doa bersama ini digagas NU guna merespon rencana pembangunan tambak garam di kawasan pesisir pantai Kampung Tapakerbau, Gersik Putih. Penggarapan tambak garam oleh investor yang difasilitasi pemerintah desa tersebut ditolak warga.

Wakil Ketua PC NU Sumenep, Kiai A Dardiri Zubairi dengan tegas menghimbau agar masyarakat Sumenep, termasuk warga Gersik Putih, untuk setia menjaga lingkungan. Karena masalah lingkungan (ekologi) ini bukan hanya masalah nasional, tapi sudah menjadi internasional.

Menurut Kiai Dardiri, di Madura khususnya Kabupaten Sumenep, masalah lingkungan, ekologi termasuk agraria ke depan akan semakin parah. Sehingga sebagai warga negara yang baik memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan hidupnya dari pengrusakan.

“Semua itu juga menjadi bagian kita untuk bersama-sama mengawal bagaimana lingkungan itu memberikan dampak yang baik bagi penghuninya termasuk generasi masa depan,” kata Kiai Dardiri, sebagaimana dikutip dari Jejak.co, Jumat (21/4).

Menyikapi masalah pembangunan tambak di pesisir pantai yang ditolak warga Gersik Putih, kiai muda yang istiqomah mengawal masalah agraria itu menyampaikan tiga pesan. 

Pertama, meminta semua warga Desa Gersik Putih agar menahan diri sehingga Ramadan dan lebaran bisa dilalui dengan tenang dan damai begitupun kehidupan pasca lebaran dan pada masa-masa selanjutnya.

“Masih banyak jalan yang bisa kita lakukan, salah satunya adalah musyawarah,” pesan Pengasuh Ponpes Nasy’atul Muta’allimin Gapura itu.

Kedua, Kiai Dardiri mengatakan bahwa warga Desa Gersik Putih satu darah, antara satu dengan yang lain memiliki ikatan kekerabatan, yang sejatinya saling mendekatkan bukan saling menjauhkan.

“Suasana hari raya Idulfitri adalah waktu yang tepat untuk merajut silaturahim,” ujarnya.

Ketiga, NU mengimbau agar warga meningkatkan tiga pola hubungan agar memperoleh kehidupan yang damai di dunia dan akhirat, yakni hubungan kepada Allah sebagai pencipta, hubungan sesama manusia, dan hubungan dengan lingkungan.

“Perhatikan, sekecil apapun, ketika lingkungan mengalami perubahan bisa memberikan dampak yang tidak main-main. Pesisir itu, kata Kiai Mamak adalah pertahanan. Ketika pesisir habis maka orang Madura di darat menunggu saatnya karena pertahanan sudah habis,” ungkap Kiai Dardiri.

Oleh sebab itu, Kiai yang konsen mengawal agraria itu meminta kepada warga agar menjaga air, tanah, laut, pesisir, serta tumbuh-tumbuhan. “Itu bagian dari cara kita menjaga lingkungan,” pesannya.

Istighosah NU dan warga Desa Gersik Putih itu dipimpin langsung KH Murtadli Fadail, Ketua Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Gapura. Turut hadir ulama dan kiai sepuh, di antaranya KH Mukhtar, Kiai Tirmidzi, dan sejumlah kiai lainnya.

Istighosah jaga lingkungan juha turut dihadiri pengurus cabang (PC) dan pengurus anak cabang (PAC) Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKAPMII) dan aktivis Pengurus Cabang PMII Sumenep.

Sebelumnya, rencana pembangunan tambak di kawasan pesisir pantai kampung Tapakerbau, Desa Gersik Putih ditolak oleh warga setempat karena dinilai mengancam lingkungan sekitar.

”Disitu jantung kehidupan masyarakat nelayan. Tidak hanya warga Tapakerbau yang mencari ikan rajungan, udang dan sebagainya di sana, tapi dari desa-desa sekitar juga,” ujar Ahmad Siddik, warga setempat.

Pembangunan tambak garam tersebut juga dinilai akan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar terutama kampung Tapakerbau, Desa Gersik Putih. Pengalaman buruk itu sudah terjadi pada pembangunan tambak sebelumnya yang dinilai mencemari lingkungan kampung.

”Dan tidak hanya itu, dari hasil kajian kami air laut bisa naik ke daratan kampung karena pembuangan air sungai ketika hujan dari ujung dan ditambah air pasang semakin sempit pembuangannya,” ujarnya.

Warga Kampung Tapakerbau menyatakan akan terus melakukan berbagai upaya untuk menolak rencana pembangunan tambak tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pantai atau laut yang akan direklamasi jadi tambak garam seluas 21 hektar. 21 di antaranya sudah terbit surat hak milik atau SHM.