Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Timboel Siregar Dorong Pemerintah Berantas Fraud RS bagi Pasien JKN
Perawat menata tempat tidur di ruang rawat inap kelas tiga Gedung Perawatan Blok 3 RSUD Kota Bogor. (Foto: Antara)

Timboel Siregar Dorong Pemerintah Berantas Fraud RS bagi Pasien JKN



Berita Baru, Jakarta – Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar melihat pemberitaan tentang pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibatasi perawatannya dengan dipulangkan Rumah Sakit (RS) dalam kondisi belum layak pulang terus menjadi isu yang memang langsung dialami rakyat peserta JKN.

Menurut Timboel Siregar, peristiwa tersebut adalah salah satu bentuk fraud (tipuan) yang dilakukan RS. Ia mengaku pernah mendapatkan laporan pasien JKN yang dipulangkan sebuah RS dalam kondisi belum sadar. Bahkan, sempat dirawat sehari di rumah dengan ketiadaan dokter dan peralatan medis. 

“Pasien tersebut akhirnya dimasukkan ke RS lagi namun selama 8 jam ditangani, nyawa pun tidak tertolong,” kata Timboel Siregar dalam catatan paginya yang diterima Beritabaru.co, Minggu (19/2).

Selain itu, lanjutnya, ada beberapa fraud lainnya yang juga sering dialami pasien JKN, misalnya disuruh membeli obat sendiri dengan alasan obat di apotik kosong, disuruh membayar alat kesehatan untuk suatu tindakan medis, dan disuruh beli darah sendiri, dan lain sebagainya.

“Hal ini terus terjadi yang dilakukan oknum RS, sejak awal beroperasinya JKN hingga saat ini,” ujar Timboel Siregar.

Ia melihat, sepertinya oknum RS yang melakukan fraud ini memanfaatkan kewenangan dokter secara subyektif untuk membatasi perawatan di RS dengan memulangkan dalam kondisi belum layak pulang, dengan motif yang cukup sederhana saja yaitu mengambil keuntungan. 

“Biasanya tindakan memulangkan pasien dalam kondisi belum layak pulang tersebut akan diikuti dengan permintaan kepada pasien tsb untuk melakukan perawatan lanjutan, sehingga akan muncul biaya INA CBGs baru” ujarnya.

Timboel Siregar berpandangan, RS sebagai mitra BPJS Kesehatan dalam melayani pasien JKN dengan penjaminan BPJS Kesehatan, diharuskan mematuhi ketentuan hukum positif kita dan perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh RS dan BPJS Kesehatan. 

“Tentunya fraud-fraud yang dilakukan tersebut sudah melanggar berbagai ketentuan hukum positif kita dan perjanjian kerja sama,” terangnya.

Dijelaskan, dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang RS sudah sangat jelas asas pelaksanaannya adalah, salah satunya, asas kemanusia dan asas keselamatan pasien. Tidak hanya UU RS, berbagai UU lainnya pun mengatur hal yang sama seperti UU kesehatan, UU Praktik Kedokteran, dan sebagainya, yang memang sangat mendukung keselamatan dan kesembuhan pasien.

Demikian juga, lanjut Timboel Siregar, perjanjian kerja sama sudah sangat jelas mengatur tentang hak-hak pasien di RS untuk mendapatkan pelayanan yang layak guna memastikan kesembuhan dan keselamatan pasien JKN. Baginya, fraud yang dilakukan oknum RS dengan memulangkan pasien dalam kondisi belum layak pulang sangat beresiko dan mengancam keselamatan pasien.

“Saya kira persoalan fraud-fraud yang dilakukan oknum RS tersebut harus bisa diatasi secara sistemik dengan kemudahan para pasien JKN melaporkannya ke  Pemerintah dan BPJS Kesehatan,” tegas Timboel Siregar.

Sementara itu dengan tegas ia menyebut, bagi oknum RS yang melakukan fraud harus diberi sanksi yang tegas untuk memastikan efek jera bagi RS tersebut. Demikian juga dengan oknum dokter yang melakukannya harus diberi sanksi tegas dari peringatan keras, skorsing hingga pencabutan izin dokternya.

Demikian juga Pemerintah yang memiliki BPRS (Badan Pengawas RS), kata Timboel Siregar, harus jelas tindakannya untuk mengantisipasi agar fraud-fraud di RS tidak terjadi lagi. Selain itu BPRS harus dekat dengan masyarakat dan memudahkan akses laporan masyarakat pada saat kejadian di RS. 

“Saya menilai selama ini BPRS kurang berbuat untuk masalah-masalah yang dialami pasien JKN. Pemerintah Pusat dan Daerah harus memastikan BPRS berfungsi dengan benar untuk melindungi masyarakat,” katanya.

Timboel Siregar juga menyebut, BPJS kesehatan sudah memiliki Unit Pengaduan seperti yang diamanatkan Perpres no. 82 tahun 2018, yang akan menindaklanjuti fraud-fraud tersebut, namun pasien JKN kerap kali belum mengetahui hal tersebut secara lebih jelas. 

Oleh karenanya ia mengusulkan agar setiap pasien JKN yang dirawat inap dapat didatangi oleh staf BPJS kesehatan dengan memberikan sapa dan dukungan untuk kesembuhannya, serta memperkenalkan diri untuk siap membantu bila ada masalah yang dialami dengan memberikan nomor HP yang bisa dihubungi. Cukup 5 menit melakukan hal tersebut.

“Program JKN sudah memberikan banyak manfaat bagi peserta, namun fraud masih ada. Semoga di tahun kesepuluh ini dan tahun tahun selanjutnya Pemerintah dan BPJS kesehatan bisa menciptakan sistem yang mendukung zero fraud di RS,” pungkas Timboel Siregar.