Tiga Anak Rendra Bakal Baca Puisi di Sastra Bulan Purnama Tembi
Berita Baru, Jakarta – Tiga anak dari almarhum WS Rendra yaitu Theodorys Setya Nugroho yang lebih dikenal dengan nama Tedy Rendra, tinggal di Bali, Clara Sinta tinggal di Jakarta dan Rachel Saraswati tinggal di Yogyakarta, dijadwalkan tampil membacakan puisi karya si Burung Merak di Amphytheater Tembi Rumah Budaya Jalan Parangtritis Km 8,5 Timbulharjo Sewon Bantul, Rabu (16/10/2019) malam.
Tidak hanya itu, pembacaan puisi juga akan dipertunjukkan oleh putri Teddy alias cucu Rendra, Rowan Lintang Raina Mataram. Puisi Rendra yang akan dibacakan Rowan adalah puisi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
“Kebetulan anak saya yang tinggal di Inggris pulang, sekalian saya minta membaca puisi papa yang sudah diterjemahkan, Rowan Lintang Raina Mataram nama anak saya,” ujar Tedy seperti dikutip dari koranbernas.id, Kamis (10/10/2019).
Selain itu, seorang aktor andal dari Yogyakarta, Landung Simatupang, juga akan ikut membacakan puisi Rendra. Lagu puisi karya Rendra akan dinyanyikan oleh Untung Basuki, Tatyana dan Umar Muslim. Untung Basuki akan membawakan tiga lagu puisi Rendra yang sudah lama digarapnya dan sering dipentaskan di acara sastra.
Ketiga lagu itu berjudul Sebatang Lisong, Maju Perang dan Mengolah Kesadaran. Sedang Tatyana dan Umar Muslim membawakan lagu puisi Rendra berjudul Serenda Hijau, Kangen, Burung Hitam, Ibunda (Engkau adalah bumi), Kali Hitam, Stanza dan Kenangan serta Kesepian.
Ketua Yayasan Rumah Budaya Tembi sekaligus pemilik Tembi Rumah Budaya, N Nuranto melihat Rendra bukan saja aset bagi keluarga tetapi juga bangsa. Karya-karyanya terus diterbitkan karena itu perlu dikelola.
“Saya kira anak-anak Rendra, secara bersama perlu mengelola aset-aset Rendra, bukan hanya apa yang ditinggalkan, tetapi nama besar Rendra itu sendiri adalah aset. Mengelola untuk mengembangkan kebudayaan di Indonesia,” ujarnya.
Tedy selaku anak tertua dari Rendra memang sejak kecil sudah ikut bergulat kesenian melalui Bengkel Teater menyebutkan. “Menemani papa menjalani titah untuk mati adalah judul panggilan kesenimanan Bengkel Teater yang membuatku datang ke Jakarta waktu itu,” kata dia.
“Itu merupakan pelajaran terindah mengenai sikap seorang abdi membela cintanya pada kedaulatan bangsa,” tambahnya.
Sedangkan bagi Clara Sinta, Rendra adalah seorang pujangga. Buah pikirannya yang dituliskan menembus waktu ke depan dengan kata-kata padat, luas dan sarat makna serta relevan sepanjang masa.
“Rendra, bagi saya lengkap dan penuh warna. Ia seorang guru laku hidup,” ujarnya.
Koordinator Sastra Bulan Purnama, Ons Untoro, mengatakan karya-karya Rendra sudah banyak diterbitkan bahkan diterbitkan ulang oleh penerbit yang berbeda-beda.
Mungkin anak-anaknya tidak memiliki koleksi lengkap karya-karya Rendra yang sudah diterbitkan. “Tedy sendiri tidak memiliki buku puisi bapaknya, perlu dicarikan buku puisi agar dia bisa memilih puisi mana yang akan dia baca,” kata dia.
Mungkin Auk, panggilan Clara Sinta, memiliki dokumentasi buku-buku puisi Rendra.
Puisi-puisi Rendra sering dibacakan dalam acara sastra oleh generasi yang berbeda, bahkan dibacakan oleh generasi mileneal yang Rendra sendiri tidak mengenalnya.
Puisinya sering menjadi bacaan wajib atau puisi pilihan acara lomba baca puisi. Mungkin, anak-anak Rendra sendiri malah jarang tampil membacakan puisi bapaknya di depan publik.