Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tidak Ditahan, PC Terkesan Diperlakukan Istimewa
Foto: Antara

Tidak Ditahan, PC Terkesan Diperlakukan Istimewa



Berita Baru, Jakarta – Keputusan Polri untuk tidak menahan Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J mendapat banyakan kritikan. Pasalnya Putri terkesan diperlakukan istimewa.

Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto beralsan ada permintaan dari kuasa hukum istri eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo agar penahanan kliennya ditangguhkan. Putri sebelumnya sudah menjalani pemeriksaan pada Rabu (31/8) lalu.

“Tadi malam sudah diperiksa dan ada permintaan dari pengacara untuk tidak dilakukan penahanan,” kata Agung kepada wartawan, Kamis (1/9).

Timsus Polri pun menerima permintaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Pertama kondisi kesehatan Putri yang masih belum stabil. Kedua, alasan kemanusiaan, dan ketiga masih memiliki anak balita.

Meski tak ditahan, Putri telah dicegah berpergian ke luar negeri. Ia juga harus wajib lapor kepada penyidik Timsus Polri.

“Kuasa hukum menyanggupi untuk Ibu PC akan selalu kooperatif dan ada wajib lapor,” kata Agung.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso tidak menampik penyidik memiliki kewenangan dalam menentukan seseorang ditahan atau tidak.

Namun, kata Sugeng, Putri sejauh ini tak kooperatif dalam penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J sehingga layak ditahan.

“Seeorang yang tidak ditahan juga harus menunjukkan kerja sama yang baik dengan penyidik. Dalam arti bahwa dia kooperatif dengan proses pemeriksaan termasuk substansi pemeriksaan,” kata Sugeng saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (2/9).

“Merujuk kepada rekonstruksi yang telah dilakukan dan juga adanya pemeriksaan konfrontasi, IPW melihat bahwa Ibu Putri dapat dikualifikasi sebagai tersangka yang tidak kooperatif,” imbuhnya.

Sugeng membeberkan alasan penilaiannya soal tidak kooperatif itu. Pertama, berdasarkan rekonstruksi, ia mengatakan tidak ada adegan yang menggambarkan peristiwa di Magelang sebagai pelecehan seksual.

Sementara dalam kasus ini, mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo disebut membunuh Brigadir J karena tindakan anak buahnya itu merendahkan harkat martabat keluarga.

“Kasus ini terjadi karena tersangka FS menjadi marah adanya tindakan yang merendahkan harkat martabat keluarga dan istrinya. Dari cerita ini sesungguhnya terlihat diduga kasus ini adalah akibat provokasi Ibu Putri, tetapi ia tetap bertahan pada isu pelecehan. Itu adalah sikap yang tidak kooperatif,” katanya.

Kedua, Sugeng menyatakan adanya pemeriksaan konfrontasi hingga dibuat berita acara konfrontasi telah menunjukkan adanya keterangan berbeda antara Putri dengan tersangka atau saksi lainnya.

“Keterangan yang berbeda ini dapat dimaknai bahwa PC memberikan keterangan yang tidak sesuai faktanya alias PC dapat dikualifikasi tidak koorperatif,” katanya.

Lebih lanjut, Sugeng mengatakan tindakan penyidik yang tidak menahan Putri dengan alasan memiliki anak telah mengusik rasa keadilan di masyarakat.

Sugeng membandingkan dengan kasus lain di mana tersangka perempuan tetap ditahan, meski memiliki anak.

“Sikap yang bisa dinilai diskriminatif apabila penyidik tidak melakukan penahanan karena pada kasus lain dimana seorang wanita yang juga memiliki anak yang sedang di bawah umur, perlu asuhan, juga ditahan,” katanya.

“Baiq Nuril, kemudian (kasus) seorang artis yang ditangkap dan sekarang artis itu sudah meninggal dunia. Kemudian ada dulu Angelina Sondakh, itu ditahan ketika anaknya masih perlu disusui,” tandasnya.