Terusan Suez Telah Dibangun Sejak Masa Firaun
Berita Baru, Internasional – Menjadi perhatian dalam beberapa hari terakhir karena kapal raksasa yang karam hingga menyebabkan kemacetan di jalur perdagangan global, Terusan Suez rupanya telah dibangun sejak masa Firaun.
Sejak masa sebelum Masehi, para pemimpin Mesir sudah melihat manfaat membangun jalur maritim di daerah yang kini menjadi Terusan Suez.
Mesir pada masa itu membutuhkan jalur maritim untuk pergerakan kapal perang mereka agar lebih mudah melintasi Mediterania, atau setidaknya Sungai Nil ke Laut Merah.
Dikutip dari situs resmi Terusan Suez, Suez Canal, Firaun yang berkuasa pada 1887-1849 sebelum Masehi, Senusret III, akhirnya memerintahkan penggalian pertama untuk pembangunan jalur Terusan Suez.
Terusan Suez menghubungkan Laut Mediterania di utara dengan Laut Merah di selatan melalui Sungai Nil dan cabang-cabangnya.
Terusan ini kerap ditinggalkan agar terjadi pendangkalan. Jalur tersebut kemudian kembali dibuka untuk pelayaran oleh Sity I (1310 SM), Necho II (610 SM), Raja Persia Darius (522 SM), Polemy II (285 SM), Kaisat Trajan (117 M), dan Amro Ibn Elass (640 M).
Di bawah Necho II, digalakkan pembangunan jalur antara Sungai Nil bagian Pelusia ke arah utara yang dilaporkan mengorbankan 100 ribu nyawa. Akibatnya, Necho II dilengserkan oleh oposisi.
Meski mengorbankan banyak nyawa, Necho menjadi orang pertama yang mencoba menghubungkan terusan ini dengan Laut Eritrea, Laut Merah, dan Teluk Suez.
Meski demikian, Laut Merah surut selama berabad-abad setelah itu dan jejak terusan yang tersumbat lumpur pun memudar menjadi gurun.
Setelah terbengkalai, jalur itu dibangun kembali oleh penguasa Persia, Darius I (522-486 SM). Menurut Herodotus, terusan itu cukup lebar sehingga dua galai atau perahu perang berukuran panjang dapat berpapasan.
Ptolemeus II Philadelphus kemudian memperpanjang terusan itu ke arah ke Laut Merah. Namun, pembangunan ditinggalkan begitu saja oleh pemerintah Romawi awal, sebelum dibangun kembali oleh Trajan (98-117 M).
Selama beberapa abad berikutnya, sekali lagi, Terusan Suez ditinggalkan dan kerap dikeruk oleh berbagai penguasa untuk berbagai kepentingannya.
Hingga akhirnya pada 1875, Said Pasha menebus Terusaan Suez dengan harga sekitar 400.000 pound sterling.
Di bawah ketentuan Konvensi Konstantinopel pada tahun 1888, terusan itu dibuka untuk kapal dari semua negara tanpa terkecuali. Namun, Inggris menganggap kanal itu penting untuk kekuatan maritim dan kepentingan kolonialnya.
Setelah sempat berebut Terusan Suez, Inggris dan Mesir menandatangani perjanjian pada 1936. Perjanjian itu memungkinkan Inggris meningkatkan pertahanan di sepanjang Zona Terusan Suez.
Namun, Mesir berulang kali menuntut Inggris mengevakuasi Terusan Suez. Pada 1954, kedua negara menandatangani perjanjian tujuh tahun yang menggantikan perjanjian 1936. Perjanjian itu juga mencakup penarikan bertahap semua pasukan Inggris.
Setelah Revolusi pada 1952, Presiden Mesir, Gamal Abd El Naser, mendeklarasikan bahwa pengelolaan Terusan Suez berada di bawah kendali Mesir. Sejumlah negara geram hingga menyebabkan serangan Triad di Mesir pada Oktober 1956.
Sepanjang sejarah modern, Terusan Suez ditutup dua kali. Penutupan pertama berlangsung singkat, saat perseteruan Inggris-Prancis-Israel dengan Mesir pada 1956. Terusan dibuka kembali pada tahun 1957.
Penutupan kedua terjadi setelah perang dengan Israel pada 1967 hingga 1975. Ketika itu, Mesir dan Israel menandatangani perjanjian pelepasan Terusan Suez. Setahun kemudian, tepatnya Maret 1957, terusan itu dibuka lagi.
Sejak saat itu, Mesir mengelola Terusan Suez, salah satu jalur perdagangan penting dunia. Tahun lalu, sekitar 19.000 kapal melewati jalur tersebut.
Kapal-kapal itu membawa lebih dari satu miliar ton kargo. Dari pelayaran itu, Mesir memperoleh pendapatan US$5,61 miliar atau sekitar Rp81 triliun.
Pada 2015, pemerintah Mesir melakukan perluasan besar-besaran untuk memperpanjang jalur air hingga 193,3 km dan kedalamannya menjadi 24 meter. Dengan demikian, terusan tersebut dapat dilewati supertanker dengan kapasitas sekitar 217 ribu ton.
AFP melaporkan bahwa lalu lintas Terusan Suez diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat pada 2023 dengan sirkulasi dua arah sehingga dapat mengurangi waktu tunggu.