Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Teks Lengkap Pidato Ketum PBNU pada Pembukaan Harlah ke-95
Foto: NU Online

Teks Lengkap Pidato Ketum PBNU pada Pembukaan Harlah ke-95



Berita Baru, Jakarta — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A. memberikan sambutan sekaligus pidato pembukaan dalam rangkaian hari lahir Nahdlatul Ulama secara virtual, Minggu (31/1).

Dalam pidato tersebut, beliau menjelaskan bahwa ada banyak hal yang telah dilalui NU sebagai ormas sosial keagamaan, sebagai partai politik, hingga kemudian kembali ke hittah sebagai jam’iyah dîniyah ijtimâ’iyah. Berikut teks lengkap pidato Ketua Umum PBNU:

PIDATO PEMBUKAAN RANGKIAN HARI LAHIR NAHDLATUL ULAMA

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله سيدنا محمد ابن عبد الله وعلى اله واصحابه ومن تبع سنته وجماعته من يومنا هذا الى يوم النهضة، اما بعد.

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M. Berdasarkan ketentuan organisasi, hari lahir NU ditetapkan berdasarkan kalender hijriyah, yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 28 Februari 2021 M. Rangkaian peringatan hari lahir NU akan dimulai pada 31 Januari 2021 dan puncaknya akan digelar pada 16 Rajab 1442/28 Februari 2021 M. Berdasarkan kalender miladiah, NU telah menginjak usia 95 tahun masehi dan usia 98 tahun menurut kalender hijriah. Beberapa tahun lagi NU berusia seabad.

Banyak hal yang telah dilalui NU sebagai ormas sosial keagamaan, sebagai partai politik, dan kembali kehittah sebagai jam’iyah dîniyah ijtimâ’iyah. Berbagai peran yang dimainkan NU, baik sebagai kekuatan civil society maupun partai politik, tak lepas dari wujud komitmen NU dalam memikul tanggung jawab ganda, yaitu tanggung jawab keagamaan (masûilyah dîniyah) dan tanggung jawab kebangsaan (masûilyah wathaniyah). Tanggung jawab keagamaan NU tertuang dalam usaha melaksanakan dan mendakwahkan Islam Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyah berdasarkan prinsip tawassuth (moderat), tawâzun (proporsional), tasâmuh (toleran), i’tidâl (adil), dan iqtishâd (wajar) dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar. Tanggung jawab kebangsaan NU dituangkan dalam perjuangan tiada henti untuk mengawal tegaknya NKRI sebagai mu’âhadah wathaniyah (konsensus kebangsaan) yang final dan mengikat.

Sebagai penjelmaan dari roh keagamaan dan kebangsaan, NKRI berdasarkan Pancasila adalah titik temu terbaik dari nilai-nilai agama dan negara. Pancasila bukan pengganti syariat Islam, tetapi syariat Islam bisa dilaksanakan dalam naungan Pancasila. Pancasila juga menjamin setiap pemeluk agama lain untuk menjalankan keyakinannya. Nasionalisme bukan ideologi yang mengganti kesetiaan kepada agama dengan kesetiaan kepada negara, karena kesetiaan kepada negara justru bagian dari kesetiaan kepada agama. Inilah makna dari ungkapan حب الوطن من الإيمان. Syariat Islam menuntut ketaatan kepada ulil amri dan menentang keras bughat kepada otoritas dan kepemimpinan politik yang sah.

NU berkomitmen mengawal terus tegaknya konsensus dasar ini sebagai basis penyelenggaraan kehidupan sosial kebangsaan. Di tengah ancaman krisis kesehatan dan krisis ekonomi, nasionalisme religius adalah jangkar untuk mengatasi berbagai potensi disintegrasi akibat SARA dan kesenjangan ekonomi. Seluruh komponen bangsa diharapkan gotong royong mengatasi pandemi, bahu-membahu menyokong kaum miskin dan papa yang paling terdampak secara ekonomi, dan berhenti mengoyak persatuan dengan narasi kebencian, hoaks, fitnah, dan insinuasi.

NU berharap masyarakat bijak dengan menggunakan media sosial sebagai instrumen merajut silaturahim, menganyam persatuan, dan alat menyebarkan kebaikan dengan ilmu dan informasi yang bermanfaat. Saring sebelum sharing, posting yang penting jangan yang penting posting. Ranah digital harus menjadi panggung dakwah bil hikmah wal mauidhatil hasanah. Tidak ada artinya konten-konten digital yang diproduksi kecuali dalam rangka mengajak kebaikan dan rekonsiliasi. Al-Qur’an menegaskan:

۞ لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ ۗ ﴿النساء : ۱۱۴﴾

Bangkitnya gairah terhadap agama harus dikawal dengan ilmu agama yang memadai. Dakwah harus diorientasikan pada pendalaman ilmiah atau tafaqquh fid dîn. Semangat tafaqquh inilah yang dulu mengantarkan Islam di era keemasan sebagai mercusuar ilmu pengetahuan dan teknologi sepanjang abad ke-7-13 M. Islam menyumbang dunia dengan bintang-bintang cemerlang bukan hanya dalam ilmu-ilmu agama, tetapi filsafat, kedokteran, kimia, matematika, musik, sejarah dan astronomi. Islam bukan hanya menyumbang ahli-ahli fikih dan hadis seperti Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Bukhari (810-870 M), tetapi filsuf dan ilmuwan seperti Jabir ibn Hayyan (721-815 M), Al-Fazari (w. 796/806 M), Al-Farghani (w. 870 M), Al-Kindi (801-873 M), Al-Khawarizmi (780-850 M), Al-Farabi (874-950 M), Al-Mas’udi (896-956 M), Ibn Miskawaih (932-1030 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al-Razi (1149-1209 M), dan Ibn Khaldun (1332-1406 M). Dakwah Islam harus dibimbing ke arah tafaqquh, agar Islam tidak berhenti sebagai jargon, sentimen, dan fatwa-fatwa hitam putih. Islam adalah agama dan peradaban. Islam bukan sekadar hukum dan aturan, tetapi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.

NU juga mengajak seluruh komponen bangsa mendukung langkah-langkah Pemerintah mengatasi pandemi, termasuk dengan menggalakkan vaksinasi. Ini adalah ikhtiar bersama untuk mewujudkan kemaslahatan umum yang sejalan dengan tujuan agama untuk memelihara agama (حفظ الدين), jiwa (حفظ النفس), nalar (حفظ العقل), harta (حفظ المال), keturunan (حفظ النسل), dan martabat (حفظ العرض) manusia. Jelang satu abad, NU akan terus berkhidmat untuk agama, negara, dan peradaban dunia dengan konsep Islam mutamaddin yaitu Islam moderat yang mengusung prinsip wasathiyah dîniyah, wasathiyah siyâsiyah, wasathiyah iqtishâdiyah, dan wasathiyah tsaqafiyah. Sikap moderasi dalam agama, politik, ekonomi, dan budaya adalah kunci perpaduan serasi antara Islam dan nasionalisme, demokrasi dan pembangunan ekonomi, agama dan budaya, dan dialog Timur dan Barat. Islam harus menjadi tandem bagi nasionalisme dalam mendorong demokrasi sekaligus kemajuan ekonomi, pembangunan sekaligus pemerataan, keadilan hukum sekaligus keluhuran akhlak, dan patriotisme sekaligus humanisme. Dengan konsep trilogi ukhuwwah yaitu persaudaraan keislaman (ukhuwwah Islâmiyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyah), dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariah/insâniyah), NU akan terus mendorong Islam yang maju, bangsa yang unggul, dan dunia yang aman untuk semua orang.

Harlah NU pada 2021 M/1442 H jatuh di tahun yang berat ketika semua bangsa tengah bergelut melawan pandemi Covid-19. Ini diperberat dengan aneka bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Tanah Air, mulai dari gempa bumi di Sulawesi Barat, longsor di Jawa Barat, banjir di Kalimantan Selatan, hingga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu. Aneka bencana alam dan non-alam ini harus menjadi titik tolak bagi kaum beriman untuk taubat dan mendekatkan diri kepada Allah, termasuk memperbaiki kebijakan publik yang merusak keseimbangan alam. Keseimbangan ekosistem harus dijaga dari sistem yang menghalalkan kerakusan ekonomi. Ekonomi harus dibangun berdasarkan prinsip wasathiyah, di antara orientasi pertumbuhan dan pemerataan, di antara sektor padat modal dan padat karya, di antara eksploitasi sumber daya alam dan ekonomi berbasis pengetahuan.

Selamat Harlah NU. Semoga bangsa kita selalu dijaga dan dilindungi oleh Allah.

شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح، والله الموفق إلى أقوم الطريق والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 31 Januari 2021

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA.