Tantangan Media Sosial dalam Pemilu 2024
Berita Baru, Jakarta – Diskusi publik yang digelar oleh Universitas Paramadina pada tanggal 10 Agustus 2023 mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terkait peran media sosial dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024.
Dalam diskusi tersebut, dosen dan peneliti dari berbagai universitas menggarisbawahi pentingnya kesadaran akan dampak negatif media sosial terhadap demokrasi serta perlunya antisipasi global dalam menghadapi masalah ini.
Putut Widjanarko, seorang dosen Universitas Paramadina, mengemukakan keprihatinan terkait kualitas konten di media sosial.
“Problem dari media sosial ini dalam konteks budaya menjadi problem Indonesia, seolah-olah ini nasib yang kita alami dan hanya terjadi di Indonesia saja. Ada kecenderungan masokistis dalam hidup kita, kita selalu mengaku Indonesia jelek, dan orang lain bagusan dikit,” ujar Putut.
Ia menyoroti fenomena di mana masyarakat cenderung lebih mudah mempercayai berita palsu dan berkontribusi pada polarisasi yang merusak iklim demokrasi.
Dalam hal ini, Wijayanto, dosen dari Universitas Diponegoro, menegaskan pentingnya informasi yang akurat dan benar dalam mendukung proses demokrasi yang sehat.
“Informasi yang benar itu seperti oksigen dalam demokrasi, mengapa karena berdasarkan informasi yang benar itu maka kemudian warga negara mengambil keputusan dalam pemilu, tidak hanya dalam pemilu sebenarnya dalam juga proses politik yang lain,” ungkap Wijayanto.
Ia juga mengungkapkan bahwa upaya koalisi damai telah dimulai untuk menjaga integritas pemilu tahun 2024 dari ancaman polusi digital.
Pentingnya kesadaran akan dampak polarisasi di media sosial juga disoroti oleh Septa Dinata, dosen Universitas Paramadina dan peneliti PPPI.
“Polarisasi ini sangat dimungkinkan dengan cara kerja media digital itu sendiri, dalam politik ini sangat berbahaya karena mereka akan dihingapi dan diasupi oleh informasi yang homogon, hanya oleh informasi yang mereka suka kalau mereka sering membuka Jokowi, maka mereka hanya akan menerima informasi mengenai Jokowi saja,” papar Septa.
Ia mengimbuhkan bahwa perubahan global yang cepat dalam ruang digital telah mempengaruhi interaksi sosial kita secara dramatis, memunculkan tantangan baru dalam menjaga integritas demokrasi.
Dalam menghadapi tantangan ini, peran media sosial dalam konteks politik dan demokrasi harus dievaluasi dengan serius. Para narasumber sepakat bahwa perlunya kerja sama antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat dalam membangun kesadaran akan informasi yang akurat dan mencegah penyebaran berita palsu. Dengan demikian, upaya menjaga keberlangsungan demokrasi yang sehat dalam era digital dapat diwujudkan.