Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Taliban Mulai Kuasai Kabul, Joe Biden: Saya Tidak Akan Meneruskan Perang
Pejuang Taliban merayakan saat mereka mengambil alih ibu kota provinsi lain setelah penarikan AS.

Taliban Mulai Kuasai Kabul, Joe Biden: Saya Tidak Akan Meneruskan Perang



Berita Baru, Washington – Presiden Joe Biden menegaskan bahwa pada pemerintahannya Amerika Serikat (AS) tidak akan meneruskan perang di negara lain, sambil memperingatkan para pejabat Taliban tindakan apa pun yang membahayakan personel Amerika “akan ditanggapi dengan respons militer AS yang cepat dan kuat”.

Dilansir dari Skynews, Presiden Biden teguh pada keputusannya untuk menarik pasukan AS dari negara itu meskipun banyak pihak mengkritik keputusan untuk menarik pasukannya.

 Presiden Biden juga mengatakan tugas melawan gerilyawan Taliban haruslah dari pihak Afghanistan sendiri.

“Satu tahun lagi, atau lima tahun lagi, kehadiran militer AS tidak akan membuat perbedaan jika militer Afghanistan tidak dapat atau tidak akan mempertahankan negaranya sendiri. Dan kehadiran Amerika tanpa akhir di tengah konflik sipil negara lain tidak dapat saya terima,” tegasnya.

Dari 5.000 tentara yang diumumkan Biden, sekitar 1.000 baru disetujui dan dikirimkan pada Sabtu (15/8).

“Ketika saya menjabat, saya mewarisi kesepakatan yang dibuat oleh pendahulu saya [Presiden Trump], yang diundang untuk didiskusikan dengan Taliban di Camp David pada malam 9/11 tahun 2019, yang membuat Taliban berada di posisi terkuat secara militer sejak tahun 2001 dan memberlakukan batas waktu 1 Mei 2021 pada pasukan AS. Sesaat sebelum dia [Presiden Trump] meninggalkan kantor, dia juga menarik pasukan AS menjadi minimal 2.500,” imbuh Presiden Biden.

Lebih lanjut, Presiden Biden juga mengatakan AS kini dihadapkan dengan 2 opsi: 1) menindaklanjuti kesepakatan, dengan perpanjangan singkat untuk mengeluarkan pasukan kita dan pasukan sekutu kita dengan aman, atau 2) meningkatkan kehadiran kita dan mengirim lebih banyak pasukan Amerika untuk berperang sekali lagi di konflik sipil negara lain.

“Saya adalah presiden keempat yang memimpin kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan – dua Republikan, dua Demokrat. Saya tidak akan, dan tidak akan, meneruskan perang ini ke yang kelima,” tegasnya.

Pengerahan itu dilakukan saat pemerintah Afghanistan berusaha mempertahankan Kabul dan Jalalabad, satu-satunya kota besar yang tersisa dalam kendalinya saat Taliban maju.

Kelompok Taliban telah menguasai beberapa kota di Afghanasitan dalam beberapa pekan terakhir. Pada Sabtu (14/8), para pejuang Taliban memasuki Mazar-e-Sharif hampir tanpa perlawanan, dengan pasukan keamanan melarikan diri ke negara tetangga Uzbekistan.

Lalu Sabtu (14/8) malam waktu setempat, Taliban mengatakan bahwa kemajuan pesatnya menunjukkan bahwa itu telah diterima secara baik-baik, dan berusaha meyakinkan warga Afghanistan dan orang asing, termasuk diplomat dan pekerja bantuan, bahwa mereka akan bijaksana.

“”Imarah Islam akan, seperti biasa, menghargai kehidupan, harta benda dan kehormatan mereka dan menciptakan lingkungan yang damai dan aman untuk negara tercintanya,” dilansir dari Skynews.

Sementara itu, Inggris kini tengah berusaha untuk mengevakuasi warga negaranya dan penerjemah lokal, dan pada akhir pekan ini, 600 tentara dikirim untuk membantu upaya ini.

Duta besar Inggris untuk Afghanistan Sir Laurie Bristow juga akan diterbangkan ke Afghanistan segera malam ini.

Di pihak lain, Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace memperingatkan AS dan perintah evakuasi pemerintahannya bahwa adalah “sombong” untuk berpikir Inggris dapat secara sepihak mencegah Afghanistan jatuh kembali ke dalam cengkeraman Taliban.

Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, memberikan pidato di televisi pada Sabtu (14/8) di mana dia bersumpah untuk tidak menyerah pada “prestasi” 20 tahun terakhir, ketika tentara AS pertama kali menggulingkan Taliban.

Pembicaraan damai antara Taliban dan AS terus berlanjut di Doha, Qatar, dengan peringatan bahwa sebuah rezim yang dipasang secara paksa tidak akan diakui, sementara gerilyawan terus menguasai Afghanistan.