WEF – Beritabaru.co https://beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Sun, 22 Jan 2023 15:35:05 +0000 id hourly 1 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2019/09/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png WEF – Beritabaru.co https://beritabaru.co 32 32 WEF Serukan Solidaritas Atasi Tantangan Global yang Belum Pernah Dihadapi https://beritabaru.co/wef-serukan-solidaritas-atasi-tantangan-global-yang-belum-pernah-dihadapi/ https://beritabaru.co/wef-serukan-solidaritas-atasi-tantangan-global-yang-belum-pernah-dihadapi/#respond Sun, 22 Jan 2023 15:35:02 +0000 https://beritabaru.co/?p=147836 WEF Serukan Solidaritas Atasi Tantangan Global yang Belum Pernah Dihadapi

Berita Baru, Internasional - Menghindari resesi dan membangun agenda pertumbuhan yang solid akan sangat penting untuk mencegah fragmentasi ekonomi global, kata Presiden Forum Ekonomi Dunia (WEF) Borge Brende pada Jumat (20/1/23).

Dilansir dari Xinhua News, dalam pidato penutupnya pada pertemuan tahunan WEF di Davos, Swiss, Brende mengatakan kemajuan telah dicapai dalam forum yang berlangsung selama lima hari tersebut dalam hal isu ambisi iklim, pertumbuhan yang adil, dan teknologi terdepan.

Mengusung tema "Kerja Sama di Dunia yang Terfragmentasi", pertemuan WEF 2023 digelar di tengah berbagai tantangan global yang tidak pernah dihadapi sebelumnya. Berbagai tantangan ini meliputi inflasi tinggi, krisis energi, perubahan iklim, dan konflik geopolitik.

Namun, di akhir Forum tersebut Brende mengungkapkan keyakinannya bahwa "kita dapat membentuk masa depan yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan adil," seraya menambahkan bahwa "satu-satunya cara untuk melakukannya adalah bersama-sama."

"Dunia kita dihantam badai sempurna (perfect storm) di sejumlah sektor," kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam pertemuan tersebut.

Menurut Guterres, menemukan solusi untuk masalah-masalah global saat ini tidak akan sulit jika dunia bersatu, tetapi "kita justru mendapati tingkat perpecahan geopolitik dan ketidakpercayaan terparah dalam beberapa generasi."

Para peserta forum, termasuk Guterres, meminta dunia untuk menjembatani perpecahan dan memulihkan kepercayaan.

"Inilah waktunya untuk menjalin kerja sama di dunia kita yang terfragmentasi ini," kata Guterres.

]]>
WEF Serukan Solidaritas Atasi Tantangan Global yang Belum Pernah Dihadapi

Berita Baru, Internasional - Menghindari resesi dan membangun agenda pertumbuhan yang solid akan sangat penting untuk mencegah fragmentasi ekonomi global, kata Presiden Forum Ekonomi Dunia (WEF) Borge Brende pada Jumat (20/1/23).

Dilansir dari Xinhua News, dalam pidato penutupnya pada pertemuan tahunan WEF di Davos, Swiss, Brende mengatakan kemajuan telah dicapai dalam forum yang berlangsung selama lima hari tersebut dalam hal isu ambisi iklim, pertumbuhan yang adil, dan teknologi terdepan.

Mengusung tema "Kerja Sama di Dunia yang Terfragmentasi", pertemuan WEF 2023 digelar di tengah berbagai tantangan global yang tidak pernah dihadapi sebelumnya. Berbagai tantangan ini meliputi inflasi tinggi, krisis energi, perubahan iklim, dan konflik geopolitik.

Namun, di akhir Forum tersebut Brende mengungkapkan keyakinannya bahwa "kita dapat membentuk masa depan yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan adil," seraya menambahkan bahwa "satu-satunya cara untuk melakukannya adalah bersama-sama."

"Dunia kita dihantam badai sempurna (perfect storm) di sejumlah sektor," kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dalam pertemuan tersebut.

Menurut Guterres, menemukan solusi untuk masalah-masalah global saat ini tidak akan sulit jika dunia bersatu, tetapi "kita justru mendapati tingkat perpecahan geopolitik dan ketidakpercayaan terparah dalam beberapa generasi."

Para peserta forum, termasuk Guterres, meminta dunia untuk menjembatani perpecahan dan memulihkan kepercayaan.

"Inilah waktunya untuk menjalin kerja sama di dunia kita yang terfragmentasi ini," kata Guterres.

]]>
https://beritabaru.co/wef-serukan-solidaritas-atasi-tantangan-global-yang-belum-pernah-dihadapi/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2023/01/bdd73d18df06402281079b8d0782a148-1-300x181.png
Dua Pertiga Kepala Ekonom Sebut Resesi Ekonomi Global Sangat Mungkin Terjadi Pada 2023 https://beritabaru.co/dua-pertiga-kepala-ekonom-sebut-resesi-ekonomi-global-sangat-mungkin-terjadi-pada-2023/ https://beritabaru.co/dua-pertiga-kepala-ekonom-sebut-resesi-ekonomi-global-sangat-mungkin-terjadi-pada-2023/#respond Tue, 17 Jan 2023 14:45:00 +0000 https://beritabaru.co/?p=147096 Foto yang diabadikan pada 15 Januari 2023 berikut ini menunjukkan logo Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos, Swiss. (Xinhua/Lian Yi)

Berita Baru, Davos -- Dua pertiga dari para kepala ekonom yang berasal dari sejumlah sektor swasta dan publik memperkirakan terjadi resesi global pada 2023, menurut sebuah survei yang dirilis dalam Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Swiss pada Senin (16/1).

Para ekonom yang disurvei tersebut mengantisipasi pengetatan moneter lebih lanjut di Amerika Serikat (AS) dan Eropa tahun ini, dan mereka melihat ketegangan geopolitik terus menjadi faktor penentu bagi ekonomi global.

Sekitar 18 persen responden, dua kali lipat lebih dari jumlah dalam survei sebelumnya pada September 2022, menganggap resesi dunia "sangat mungkin terjadi." Hanya sepertiga dari mereka yang menganggapnya tidak mungkin terjadi tahun ini.

Survei WEF bertajuk "Chief Economists Outlook" itu didasarkan pada 22 tanggapan dari sekelompok ekonom senior yang diambil dari sejumlah lembaga internasional, termasuk Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), bank investasi, perusahaan multinasional, dan grup-grup reasuransi.

Menurut pernyataan WEF pada survei tersebut, terdapat konsensus yang kuat bahwa prospek pertumbuhan pada 2023 suram, terutama di Eropa dan AS.

Semua kepala ekonom yang disurvei memperkirakan pertumbuhan yang lemah atau sangat lemah pada 2023 di Eropa, sementara 91 persen memperkirakan pertumbuhan yang lemah atau sangat lemah di AS.

Ini menandai kemunduran sejak pernyataan terakhir dibandingkan angka pada survei sebelumnya, yakni 86 persen untuk Eropa dan 64 persen untuk AS.

"Inflasi yang meroket, pertumbuhan yang rendah, utang yang besar, dan lingkungan dengan fragmentasi yang tinggi saat ini mengurangi insentif-insentif bagi investasi yang diperlukan untuk ekonomi dapat kembali tumbuh dan meningkatkan standar hidup bagi mereka yang paling rentan di dunia," kata Direktur Pelaksana WEF Saadia Zahidi dalam pernyataan itu.

"Para pemimpin harus melihat lebih jauh dari krisis saat ini untuk berinvestasi dalam inovasi pangan dan energi, pendidikan dan pengembangan keterampilan, dan dalam menciptakan lapangan kerja, pasar potensial tinggi di masa depan. Kita harus bertindak dengan cepat," imbuhnya.

Sembilan dari 10 responden memperkirakan permintaan yang lemah dan biaya pinjaman yang tinggi akan membebani banyak perusahaan, dengan lebih dari 60 persen responden juga menyebutkan biaya input yang lebih tinggi. Tantangan-tantangan ini diperkirakan akan menyebabkan bisnis multinasional memangkas biaya, dengan banyak kepala ekonom memperkirakan sejumlah perusahaan akan mengurangi biaya operasional mereka.

]]>
Foto yang diabadikan pada 15 Januari 2023 berikut ini menunjukkan logo Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos, Swiss. (Xinhua/Lian Yi)

Berita Baru, Davos -- Dua pertiga dari para kepala ekonom yang berasal dari sejumlah sektor swasta dan publik memperkirakan terjadi resesi global pada 2023, menurut sebuah survei yang dirilis dalam Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Swiss pada Senin (16/1).

Para ekonom yang disurvei tersebut mengantisipasi pengetatan moneter lebih lanjut di Amerika Serikat (AS) dan Eropa tahun ini, dan mereka melihat ketegangan geopolitik terus menjadi faktor penentu bagi ekonomi global.

Sekitar 18 persen responden, dua kali lipat lebih dari jumlah dalam survei sebelumnya pada September 2022, menganggap resesi dunia "sangat mungkin terjadi." Hanya sepertiga dari mereka yang menganggapnya tidak mungkin terjadi tahun ini.

Survei WEF bertajuk "Chief Economists Outlook" itu didasarkan pada 22 tanggapan dari sekelompok ekonom senior yang diambil dari sejumlah lembaga internasional, termasuk Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), bank investasi, perusahaan multinasional, dan grup-grup reasuransi.

Menurut pernyataan WEF pada survei tersebut, terdapat konsensus yang kuat bahwa prospek pertumbuhan pada 2023 suram, terutama di Eropa dan AS.

Semua kepala ekonom yang disurvei memperkirakan pertumbuhan yang lemah atau sangat lemah pada 2023 di Eropa, sementara 91 persen memperkirakan pertumbuhan yang lemah atau sangat lemah di AS.

Ini menandai kemunduran sejak pernyataan terakhir dibandingkan angka pada survei sebelumnya, yakni 86 persen untuk Eropa dan 64 persen untuk AS.

"Inflasi yang meroket, pertumbuhan yang rendah, utang yang besar, dan lingkungan dengan fragmentasi yang tinggi saat ini mengurangi insentif-insentif bagi investasi yang diperlukan untuk ekonomi dapat kembali tumbuh dan meningkatkan standar hidup bagi mereka yang paling rentan di dunia," kata Direktur Pelaksana WEF Saadia Zahidi dalam pernyataan itu.

"Para pemimpin harus melihat lebih jauh dari krisis saat ini untuk berinvestasi dalam inovasi pangan dan energi, pendidikan dan pengembangan keterampilan, dan dalam menciptakan lapangan kerja, pasar potensial tinggi di masa depan. Kita harus bertindak dengan cepat," imbuhnya.

Sembilan dari 10 responden memperkirakan permintaan yang lemah dan biaya pinjaman yang tinggi akan membebani banyak perusahaan, dengan lebih dari 60 persen responden juga menyebutkan biaya input yang lebih tinggi. Tantangan-tantangan ini diperkirakan akan menyebabkan bisnis multinasional memangkas biaya, dengan banyak kepala ekonom memperkirakan sejumlah perusahaan akan mengurangi biaya operasional mereka.

]]>
https://beritabaru.co/dua-pertiga-kepala-ekonom-sebut-resesi-ekonomi-global-sangat-mungkin-terjadi-pada-2023/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2023/01/WEF-Survey-300x200.jpg
Di Forum WEF, Presiden Jokowi Paparkan Strategi Indonesia Menuju Ekonomi Hijau https://beritabaru.co/di-forum-wef-presiden-jokowi-paparkan-strategi-indonesia-menuju-ekonomi-hijau/ https://beritabaru.co/di-forum-wef-presiden-jokowi-paparkan-strategi-indonesia-menuju-ekonomi-hijau/#respond Fri, 21 Jan 2022 01:33:38 +0000 https://beritabaru.co/?p=104220 Di Forum WEF, Presiden Jokowi Paparkan Strategi Indonesia Menuju Ekonomi Hijau

Berita Baru, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memaparkan sejumlah strategi kebijakan pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau. Strategi tersebut yaitu pertama, melalui pembangunan rendah karbon sebagaimana yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

“Kedua, kebijakan net zero emissions, di mana dengan diterbitkannya peta jalan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, termasuk net sink sektor kehutanan dan lahan tahun 2030. Ketiga, pemberian sejumlah stimulus hijau untuk mendorong peningkatan realisasi ekonomi hijau,” ujar Presiden saat berdialog dengan Ketua Eksekutif  World Economic Forum Klaus Schwab, Kamis (20/01) secara virtual, dalam acara yang bertajuk World Economic Forum: State of the World Address.

Kepala Negara juga menjelaskan bahwa upaya konservasi dan restorasi lingkungan cukup berhasil dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, laju deforestasi turun signifikan sampai 75 persen pada periode tahun 2019-2020, di angka 115 ribu hektare.

Selain itu, kebakaran hutan juga turun drastis. Jumlah titik panas atau hotspot pada tahun 2021 mencapai 1.369 titik, menurun jauh dari tahun 2014 sebanyak 89.214 titik. Demikian pula dengan luas lahannya yang pada tahun 2021 mencapai 229 ribu hektare, turun dari tahun 2014 yang mencapai 1,7 juta hektare.

Restorasi lahan gambut juga berjalan baik. Pada rentang 2016 hingga 2021, lahan gambut seluas 3,74 juta hektare telah direstorasi. Di samping itu, rehabilitasi mangrove dilakukan besar-besaran yang mencakup 50 ribu hektare lahan pada 2020-2021.

“Target 2024 600 ribu hektare, terluas di dunia dengan daya serap karbon empat kali lipat dibanding hutan tropis, bahkan dengan below ground mangrove dapat mencapai 10-12 kali lipat,” imbuhnya.

Pemerintah juga telah menyiapkan skema pembiayaan konservasi dan restorasi, yaitu melalui pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Badan tersebut mengelola dana lingkungan hidup yang bersumber dari dalam dan luar negeri dengan prinsip berkelanjutan yang kredibel dan akuntabel.

Selain itu, pemerintah juga melakukan penerbitan green sukuk, yaitu skema pembiayaan inovatif untuk membiayai agenda pembangunan yang ramah lingkungan. Penerbitan government bonds kategori Environmental, Social, and Governance (ESG) bertujuan untuk memperluas basis investasi yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial.

Pemerintah juga melakukan pengembangan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi. Di samping itu, juga penerapan budget tagging untuk anggaran iklim pada APBN dan menerapkan pajak karbon dalam menangani perubahan iklim.

Presiden Jokowi meyakini bahwa Indonesia berpotensi menjadi pemimpin pasar global dalam skema perdagangan karbon dunia. Bahkan, Indonesia diprediksi mampu mengalahkan potensi perdagangan karbon Peru, Kenya, dan Brasil sebagai sesama negara dengan luasan hutan tropis terbesar di dunia.

“Pembentukan harga carbon by country di Indonesia juga relatif bersaing dibandingkan negara pionir perdagangan karbon lainnya di dunia seperti Brasil, Peru, dan India,” lanjutnya.

Indonesia juga telah memiliki beberapa proyek percontohan REDD+ dengan skema Result-Based Payment (RBP), seperti Green Climate Fund (GCF), Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dan Bio Carbon Fund (BCF) dengan total nilai komitmen sekitar 273,8 juta Dolar AS.

]]>
Di Forum WEF, Presiden Jokowi Paparkan Strategi Indonesia Menuju Ekonomi Hijau

Berita Baru, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memaparkan sejumlah strategi kebijakan pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan ekonomi hijau. Strategi tersebut yaitu pertama, melalui pembangunan rendah karbon sebagaimana yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

“Kedua, kebijakan net zero emissions, di mana dengan diterbitkannya peta jalan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, termasuk net sink sektor kehutanan dan lahan tahun 2030. Ketiga, pemberian sejumlah stimulus hijau untuk mendorong peningkatan realisasi ekonomi hijau,” ujar Presiden saat berdialog dengan Ketua Eksekutif  World Economic Forum Klaus Schwab, Kamis (20/01) secara virtual, dalam acara yang bertajuk World Economic Forum: State of the World Address.

Kepala Negara juga menjelaskan bahwa upaya konservasi dan restorasi lingkungan cukup berhasil dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, laju deforestasi turun signifikan sampai 75 persen pada periode tahun 2019-2020, di angka 115 ribu hektare.

Selain itu, kebakaran hutan juga turun drastis. Jumlah titik panas atau hotspot pada tahun 2021 mencapai 1.369 titik, menurun jauh dari tahun 2014 sebanyak 89.214 titik. Demikian pula dengan luas lahannya yang pada tahun 2021 mencapai 229 ribu hektare, turun dari tahun 2014 yang mencapai 1,7 juta hektare.

Restorasi lahan gambut juga berjalan baik. Pada rentang 2016 hingga 2021, lahan gambut seluas 3,74 juta hektare telah direstorasi. Di samping itu, rehabilitasi mangrove dilakukan besar-besaran yang mencakup 50 ribu hektare lahan pada 2020-2021.

“Target 2024 600 ribu hektare, terluas di dunia dengan daya serap karbon empat kali lipat dibanding hutan tropis, bahkan dengan below ground mangrove dapat mencapai 10-12 kali lipat,” imbuhnya.

Pemerintah juga telah menyiapkan skema pembiayaan konservasi dan restorasi, yaitu melalui pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Badan tersebut mengelola dana lingkungan hidup yang bersumber dari dalam dan luar negeri dengan prinsip berkelanjutan yang kredibel dan akuntabel.

Selain itu, pemerintah juga melakukan penerbitan green sukuk, yaitu skema pembiayaan inovatif untuk membiayai agenda pembangunan yang ramah lingkungan. Penerbitan government bonds kategori Environmental, Social, and Governance (ESG) bertujuan untuk memperluas basis investasi yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial.

Pemerintah juga melakukan pengembangan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi. Di samping itu, juga penerapan budget tagging untuk anggaran iklim pada APBN dan menerapkan pajak karbon dalam menangani perubahan iklim.

Presiden Jokowi meyakini bahwa Indonesia berpotensi menjadi pemimpin pasar global dalam skema perdagangan karbon dunia. Bahkan, Indonesia diprediksi mampu mengalahkan potensi perdagangan karbon Peru, Kenya, dan Brasil sebagai sesama negara dengan luasan hutan tropis terbesar di dunia.

“Pembentukan harga carbon by country di Indonesia juga relatif bersaing dibandingkan negara pionir perdagangan karbon lainnya di dunia seperti Brasil, Peru, dan India,” lanjutnya.

Indonesia juga telah memiliki beberapa proyek percontohan REDD+ dengan skema Result-Based Payment (RBP), seperti Green Climate Fund (GCF), Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dan Bio Carbon Fund (BCF) dengan total nilai komitmen sekitar 273,8 juta Dolar AS.

]]>
https://beritabaru.co/di-forum-wef-presiden-jokowi-paparkan-strategi-indonesia-menuju-ekonomi-hijau/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/01/World-Economic-Forum-6-1024x657-1-300x192.jpg
Greta Thunberg Balas Ejekan Mnuchin Melalui Twitter https://beritabaru.co/greta-thunberg-balas-ejekan-mnuchin-melalui-twitter/ https://beritabaru.co/greta-thunberg-balas-ejekan-mnuchin-melalui-twitter/#respond Sun, 26 Jan 2020 13:20:30 +0000 https://beritabaru.co/?p=14758 Greta Thunberg Balas Ejekan Mnuchin Melalui Twitter

Berita Baru, Internasional - Aktivis iklim Swedia, Greta Thunberg, membalas ejekan Steven Mnuchin yang mengatakan bahwa Thunberg perlu belajar ekonomi di perguruan tinggi sebelum mengajari AS tentang investasi bahan bakar fosil.

“Tahun kesenjangan saya berakhir pada bulan Agustus, tetapi tidak diperlukan gelar sarjana di bidang ekonomi untuk menyadari bahwa anggaran 1,5% karbon kami yang tersisa dan subsidi bahan bakar fosil serta investasi yang berkelanjutan tidak bertambah,” kata Thunberg melalui twitter.

“Jadi, baik Anda memberi tahu kami cara mencapai mitigasi ini atau menjelaskan kepada generasi mendatang dan mereka yang sudah terkena dampak darurat iklim mengapa kita harus mengabaikan komitmen iklim kita,” tambahnya.

Dilansr dari CNBC, Minggu (26/1), pada sebuah pertemuan  Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berlangsung pada tanggal 21-24 Januari di Davos, Steven Mnuchin mengkritik kredensial keuangan Thunberg dan menyarankan agar Thunberg pergi ke perguruan tinggi untuk belajar ekonomi.

Serangan Mnuchin tersebut dilontarkan setelah Thunberg bersama 20 aktivis iklim muda lainnya telah meminta para pembuat keputusan dan pemimpin bisnis dunia untuk menghentikan semua investasi dalam eksplorasi dan ekstraksi bahan bakar fosil.

"Apakah dia kepala ekonom atau siapa dia? Saya bingung," kata Mnuchin, sebelum menambahkan "ini lelucon. Itu sangat lucu."

"Setelah dia pergi dan belajar ekonomi di perguruan tinggi dia bisa kembali dan menjelaskannya kepada kami," kata Mnuchin menambahkan.

Tuntutan tersebut mengikuti periode 12 bulan ini sebagai tahun terpanas untuk lautan dunia, tahun terpanas kedua untuk suhu rata-rata global, dan kebakaran hutan yang terjadi dari AS, Amazon hingga Australia.

Thunberg juga mengutip laporan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mulai tahun 2018 saat ia menyampaikan pidato didepan pimpinan dunia di Davos.

Laporan IPCC menyatakan sisa anggaran karbon akan turun di bawah 570 gigaton di tahun-tahun mendatang jika dunia memiliki 67% peluang untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

"Dengan tingkat emisi hari ini, sisa anggaran hilang dalam waktu kurang dari delapan tahun," kata Thunberg, "Ini bukan pandangan siapa pun. Inilah sains. ”

Ketika dimintai tanggapan tentang Thunberg di "Squawk Box" CNBC pada hari Kamis, Mnuchin berkata, "Izinkan saya berkomentar karena jelas masalah iklim adalah sesuatu yang sedang dibicarakan minggu ini."

“Dan saya pikir, terus terang, kebijakan lingkungan kita disalahpahami. Presiden benar-benar percaya pada udara bersih dan air bersih. Dia mendukung lingkungan yang bersih."

]]>
Greta Thunberg Balas Ejekan Mnuchin Melalui Twitter

Berita Baru, Internasional - Aktivis iklim Swedia, Greta Thunberg, membalas ejekan Steven Mnuchin yang mengatakan bahwa Thunberg perlu belajar ekonomi di perguruan tinggi sebelum mengajari AS tentang investasi bahan bakar fosil.

“Tahun kesenjangan saya berakhir pada bulan Agustus, tetapi tidak diperlukan gelar sarjana di bidang ekonomi untuk menyadari bahwa anggaran 1,5% karbon kami yang tersisa dan subsidi bahan bakar fosil serta investasi yang berkelanjutan tidak bertambah,” kata Thunberg melalui twitter.

“Jadi, baik Anda memberi tahu kami cara mencapai mitigasi ini atau menjelaskan kepada generasi mendatang dan mereka yang sudah terkena dampak darurat iklim mengapa kita harus mengabaikan komitmen iklim kita,” tambahnya.

Dilansr dari CNBC, Minggu (26/1), pada sebuah pertemuan  Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang berlangsung pada tanggal 21-24 Januari di Davos, Steven Mnuchin mengkritik kredensial keuangan Thunberg dan menyarankan agar Thunberg pergi ke perguruan tinggi untuk belajar ekonomi.

Serangan Mnuchin tersebut dilontarkan setelah Thunberg bersama 20 aktivis iklim muda lainnya telah meminta para pembuat keputusan dan pemimpin bisnis dunia untuk menghentikan semua investasi dalam eksplorasi dan ekstraksi bahan bakar fosil.

"Apakah dia kepala ekonom atau siapa dia? Saya bingung," kata Mnuchin, sebelum menambahkan "ini lelucon. Itu sangat lucu."

"Setelah dia pergi dan belajar ekonomi di perguruan tinggi dia bisa kembali dan menjelaskannya kepada kami," kata Mnuchin menambahkan.

Tuntutan tersebut mengikuti periode 12 bulan ini sebagai tahun terpanas untuk lautan dunia, tahun terpanas kedua untuk suhu rata-rata global, dan kebakaran hutan yang terjadi dari AS, Amazon hingga Australia.

Thunberg juga mengutip laporan Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mulai tahun 2018 saat ia menyampaikan pidato didepan pimpinan dunia di Davos.

Laporan IPCC menyatakan sisa anggaran karbon akan turun di bawah 570 gigaton di tahun-tahun mendatang jika dunia memiliki 67% peluang untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

"Dengan tingkat emisi hari ini, sisa anggaran hilang dalam waktu kurang dari delapan tahun," kata Thunberg, "Ini bukan pandangan siapa pun. Inilah sains. ”

Ketika dimintai tanggapan tentang Thunberg di "Squawk Box" CNBC pada hari Kamis, Mnuchin berkata, "Izinkan saya berkomentar karena jelas masalah iklim adalah sesuatu yang sedang dibicarakan minggu ini."

“Dan saya pikir, terus terang, kebijakan lingkungan kita disalahpahami. Presiden benar-benar percaya pada udara bersih dan air bersih. Dia mendukung lingkungan yang bersih."

]]>
https://beritabaru.co/greta-thunberg-balas-ejekan-mnuchin-melalui-twitter/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2020/01/Swedis-climate-activist-Greta-Thunberg-300x169.jpeg
Krisis Iklim Ancam Setengah Lebih PDB Dunia https://beritabaru.co/krisis-iklim-ancam-setengah-lebih-pdb-dunia/ https://beritabaru.co/krisis-iklim-ancam-setengah-lebih-pdb-dunia/#respond Sun, 19 Jan 2020 15:30:45 +0000 https://beritabaru.co/?p=13984 Krisis Iklim Ancam Setengah Lebih PDB Dunia

Berita Baru, Internasional - Lebih dari setengah PDB (produk domestik bruto) dunia terancam oleh risiko perubahan iklim yang semakin meningkat, menurut sebuah laporan.

Lautan dunia mencapai rekor terpanas pada periode 12 bulan terakhir dengan suhu global berada di titik terpanas kedua. Keadaan ini di susul dengan terjadinya kebakaran hutan AS, Amazon dan Australia.

Dilansir dari CNBC, Minggu (19/1), laporan yang dirilis oleh WEF yang bekerja sama dengan PwC UK menyatakan bahwa sejumlah $ 44 triliun nilai ekonomi – lebih dari setengah PDB dunia – sangat bergantung pada hasil alam. Perincian dana tersebut diantaranya konstruksi ($ 4 triliun), pertanian ($ 2,5 triliun), makanan dan minuman ($ 1,4 triliun) merupakan tiga industri terbesar yang paling bergantung pada alam.

Jumlah tersebut kira-kira senilai dua kali ekonomi Jerman, menurut hasil perkiraan. Industri-industri itu mengandalkan ekstraksi langsung sumber daya dari hutan dan lautan beserta penyediaan jasa ekosistem seperti tanah yang sehat, air bersih, penyerbukan, dan iklim yang stabil.

Artinya, ketika alam kehilangan kestabilan dalam menyediakan layanan yang dibutuhkan, industri-industri itu secara signifikan terganggu.

Industri yang dinilai sangat tergantung pada alam itu menghasilkan 15% dari PDB global ($ 13 triliun) dan menghasilkan 37% ($ 31 triliun) secara keseluruhan.

Pemangku kebijakan dan pimpinan bisnis seluruh dunia akan tiba di Davos, Swiss, untuk membicarakan Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada hari Senin (20/1) dengan fokus pembahasan pada krisis iklim yang semakin intensif.

"Kita perlu mengatur ulang hubungan antara manusia dan alam," Dominic Waughray, direktur pelaksana WEF, mengatakan dalam laporan itu.

“Kerusakan alam akibat kegiatan ekonomi tidak lagi dapat dianggap sebagai 'eksternalitas.' Laporan ini menunjukkan bagaimana paparan terhadap kerugian alam bersifat material bagi semua sektor bisnis dan merupakan risiko yang mendesak dan tidak linier bagi keamanan ekonomi kolektif kita di masa depan.” Katanya menimpali.

WEF menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membantu pemerintah dan lembaga internasional dalam melacak kemajuan menuju Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

PBB telah mengakui perubahan iklim sebagai sebuah masalah dengan berbagai laporan yang menyatakan bahwa krisis iklim merupakan tantangan terbesar bagi pembangunan berkelanjutan.

Alan Jope, CEO Unilever, mengatakan, “kebutuhan akan laporan ini menunjukkan bahwa kita berada dalam kesulitan.”

“Para pemimpin bisnis dan pemerintah masih punya waktu untuk menindaklanjuti temuan-temuan laporan ekonomi alam teraru. Jika kita bekerja bersama, COP15 dan COP26 dapat menghasilkan komitmen yang kita butuhkan untuk memindahkan planet ini dari ruang gawat darurat ke pemulihan,” pungkas Jope.

]]>
Krisis Iklim Ancam Setengah Lebih PDB Dunia

Berita Baru, Internasional - Lebih dari setengah PDB (produk domestik bruto) dunia terancam oleh risiko perubahan iklim yang semakin meningkat, menurut sebuah laporan.

Lautan dunia mencapai rekor terpanas pada periode 12 bulan terakhir dengan suhu global berada di titik terpanas kedua. Keadaan ini di susul dengan terjadinya kebakaran hutan AS, Amazon dan Australia.

Dilansir dari CNBC, Minggu (19/1), laporan yang dirilis oleh WEF yang bekerja sama dengan PwC UK menyatakan bahwa sejumlah $ 44 triliun nilai ekonomi – lebih dari setengah PDB dunia – sangat bergantung pada hasil alam. Perincian dana tersebut diantaranya konstruksi ($ 4 triliun), pertanian ($ 2,5 triliun), makanan dan minuman ($ 1,4 triliun) merupakan tiga industri terbesar yang paling bergantung pada alam.

Jumlah tersebut kira-kira senilai dua kali ekonomi Jerman, menurut hasil perkiraan. Industri-industri itu mengandalkan ekstraksi langsung sumber daya dari hutan dan lautan beserta penyediaan jasa ekosistem seperti tanah yang sehat, air bersih, penyerbukan, dan iklim yang stabil.

Artinya, ketika alam kehilangan kestabilan dalam menyediakan layanan yang dibutuhkan, industri-industri itu secara signifikan terganggu.

Industri yang dinilai sangat tergantung pada alam itu menghasilkan 15% dari PDB global ($ 13 triliun) dan menghasilkan 37% ($ 31 triliun) secara keseluruhan.

Pemangku kebijakan dan pimpinan bisnis seluruh dunia akan tiba di Davos, Swiss, untuk membicarakan Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada hari Senin (20/1) dengan fokus pembahasan pada krisis iklim yang semakin intensif.

"Kita perlu mengatur ulang hubungan antara manusia dan alam," Dominic Waughray, direktur pelaksana WEF, mengatakan dalam laporan itu.

“Kerusakan alam akibat kegiatan ekonomi tidak lagi dapat dianggap sebagai 'eksternalitas.' Laporan ini menunjukkan bagaimana paparan terhadap kerugian alam bersifat material bagi semua sektor bisnis dan merupakan risiko yang mendesak dan tidak linier bagi keamanan ekonomi kolektif kita di masa depan.” Katanya menimpali.

WEF menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membantu pemerintah dan lembaga internasional dalam melacak kemajuan menuju Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

PBB telah mengakui perubahan iklim sebagai sebuah masalah dengan berbagai laporan yang menyatakan bahwa krisis iklim merupakan tantangan terbesar bagi pembangunan berkelanjutan.

Alan Jope, CEO Unilever, mengatakan, “kebutuhan akan laporan ini menunjukkan bahwa kita berada dalam kesulitan.”

“Para pemimpin bisnis dan pemerintah masih punya waktu untuk menindaklanjuti temuan-temuan laporan ekonomi alam teraru. Jika kita bekerja bersama, COP15 dan COP26 dapat menghasilkan komitmen yang kita butuhkan untuk memindahkan planet ini dari ruang gawat darurat ke pemulihan,” pungkas Jope.

]]>
https://beritabaru.co/krisis-iklim-ancam-setengah-lebih-pdb-dunia/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2020/01/Burnt-trees-300x169.jpeg
Donald Trump dan Greta Thunberg akan Bertemu di Forum Ekonomi Dunia https://beritabaru.co/donald-trump-dan-greta-thunberg-akan-bertemu-di-forum-ekonomi-dunia/ https://beritabaru.co/donald-trump-dan-greta-thunberg-akan-bertemu-di-forum-ekonomi-dunia/#respond Thu, 16 Jan 2020 18:32:51 +0000 https://beritabaru.co/?p=13736 Donald Trump dan Greta Thunberg akan Bertemu di Forum Ekonomi Dunia

Berita Baru, Internasional - Presiden Donald Trump dan aktivis iklim Greta Thunberg tengah bersiap menghadiri Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang akan dilaksanakan minggu depan di Davos.  

Sebagaimana dilansir dari CNBC, Kamis (16/1), pertemuan itu merupakan edisi ke-50 yang diadakan setiap tahun pada bulan Januari. Akan dihadiri oleh para pembuat kebijakan serta pimpinan bisnis di seluruh dunia.

Namun kali ini pertemuan itu dijadwalkan untuk fokus membahas pada krisis iklim yang semakin intensif.

Sejak memerintah pada 2016, Trump telah menarik keluar AS dari Perjanjian Paris tentang pertanggungjawaban negara-negara dalam menjaga lingkungan.

Pertemuan Trump dan Thunberg di Davos cukup dinanti-nantikan oleh khalayak setelah sebelumnya mereka berdua bertemu dalam satu forum di KTT perubahan iklim PBB di New York tahun lalu.

Aktivis berusia 17 tahun yang kontroversial karena melakukan aksi protes iklim di luar parlemen Swedia pada tahun 2018 itu telah dinobatkan sebagai Person of the Year oleh Time Magazine tahun 2019.

Penghargaan tersebut diperoleh karena reaksinya yang memicu gelombang pemogokan sekolah skala internasional.

Aksi itu dikenal dengan ’Jumat untuk Masa Depan’ yang berisi  jutaan anak-anak dan pelajar di seluruh dunia yang mengambil bagian dalam aksi protes sikap politik atas perubahan iklim.

"Sangat konyol. Greta harus mengatasi masalah Anger Management-nya, lalu pergi ke film kuno yang bagus bersama seorang teman! Chill Greta, Chill! ” bunyi cuitan Trump pada 12 Desember 2019.

Ketika di wawancarai dalam program Today radio BBC akhir bulan lalu, Thunberg mengatakan serangan dari presiden AS dan yang lainnya harus dilihat sebagai "bukti bahwa kita benar-benar telah melakukan sesuatu dan bahwa mereka melihat kita sebagai semacam ancaman."

Ketika ditanya tentang apa yang akan dikatakannya kepada presiden AS di KTT perubahan iklim PBB, Thunberg mengkritik Trump.

"Jujur, saya tidak berpikir saya akan mengatakan apa-apa. Karena jelas dia tidak mendengarkan para ilmuwan dan pakar, jadi apakah dia akan mendengarkan saya?," katanya.

Mengusung tema “Pemangku Kepentingan untuk Dunia yang Kohesif dan Berkelanjutan,” pertemuan WEF kali ini dilatarbelakangi oleh masalah lingkungan yang cukup krodit dengan kondisi lautan dunia mencapai suhu terpanas dari rata-rata suhu global, disusul dengan kebakaran hutan dari AS, Amazon dan Australia.

Acara yang kerap kali dikritik karena dianggap tidak berhubungan dengan dunia nyata itu telah menunjukkan tujuannya membantu pemerintah dan lembaga internasional dalam mengembalikan komitmen menuju Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

“Saya pikir kita benar-benar perlu melakukan berbagai hal secara berbeda. Kami tidak akan pergi ke mana pun dengan hanya melakukan apa yang dulu kami lakukan,” tandas Emily Farnworth, kepala inisiatif iklim di WEF kepada CNBC, Rabu (15/1).

“Saya pikir tekanan dari para aktivis muda ini untuk benar-benar menyoroti beberapa masalah yang sangat penting dan membuat perusahaan mendorong untuk mendemonstrasikan bagaimana mereka dapat melakukan berbagai hal secara berbeda hanya membantu memindahkan berbagai hal ke arah yang benar,” tutupnya.

]]>
Donald Trump dan Greta Thunberg akan Bertemu di Forum Ekonomi Dunia

Berita Baru, Internasional - Presiden Donald Trump dan aktivis iklim Greta Thunberg tengah bersiap menghadiri Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang akan dilaksanakan minggu depan di Davos.  

Sebagaimana dilansir dari CNBC, Kamis (16/1), pertemuan itu merupakan edisi ke-50 yang diadakan setiap tahun pada bulan Januari. Akan dihadiri oleh para pembuat kebijakan serta pimpinan bisnis di seluruh dunia.

Namun kali ini pertemuan itu dijadwalkan untuk fokus membahas pada krisis iklim yang semakin intensif.

Sejak memerintah pada 2016, Trump telah menarik keluar AS dari Perjanjian Paris tentang pertanggungjawaban negara-negara dalam menjaga lingkungan.

Pertemuan Trump dan Thunberg di Davos cukup dinanti-nantikan oleh khalayak setelah sebelumnya mereka berdua bertemu dalam satu forum di KTT perubahan iklim PBB di New York tahun lalu.

Aktivis berusia 17 tahun yang kontroversial karena melakukan aksi protes iklim di luar parlemen Swedia pada tahun 2018 itu telah dinobatkan sebagai Person of the Year oleh Time Magazine tahun 2019.

Penghargaan tersebut diperoleh karena reaksinya yang memicu gelombang pemogokan sekolah skala internasional.

Aksi itu dikenal dengan ’Jumat untuk Masa Depan’ yang berisi  jutaan anak-anak dan pelajar di seluruh dunia yang mengambil bagian dalam aksi protes sikap politik atas perubahan iklim.

"Sangat konyol. Greta harus mengatasi masalah Anger Management-nya, lalu pergi ke film kuno yang bagus bersama seorang teman! Chill Greta, Chill! ” bunyi cuitan Trump pada 12 Desember 2019.

Ketika di wawancarai dalam program Today radio BBC akhir bulan lalu, Thunberg mengatakan serangan dari presiden AS dan yang lainnya harus dilihat sebagai "bukti bahwa kita benar-benar telah melakukan sesuatu dan bahwa mereka melihat kita sebagai semacam ancaman."

Ketika ditanya tentang apa yang akan dikatakannya kepada presiden AS di KTT perubahan iklim PBB, Thunberg mengkritik Trump.

"Jujur, saya tidak berpikir saya akan mengatakan apa-apa. Karena jelas dia tidak mendengarkan para ilmuwan dan pakar, jadi apakah dia akan mendengarkan saya?," katanya.

Mengusung tema “Pemangku Kepentingan untuk Dunia yang Kohesif dan Berkelanjutan,” pertemuan WEF kali ini dilatarbelakangi oleh masalah lingkungan yang cukup krodit dengan kondisi lautan dunia mencapai suhu terpanas dari rata-rata suhu global, disusul dengan kebakaran hutan dari AS, Amazon dan Australia.

Acara yang kerap kali dikritik karena dianggap tidak berhubungan dengan dunia nyata itu telah menunjukkan tujuannya membantu pemerintah dan lembaga internasional dalam mengembalikan komitmen menuju Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.

“Saya pikir kita benar-benar perlu melakukan berbagai hal secara berbeda. Kami tidak akan pergi ke mana pun dengan hanya melakukan apa yang dulu kami lakukan,” tandas Emily Farnworth, kepala inisiatif iklim di WEF kepada CNBC, Rabu (15/1).

“Saya pikir tekanan dari para aktivis muda ini untuk benar-benar menyoroti beberapa masalah yang sangat penting dan membuat perusahaan mendorong untuk mendemonstrasikan bagaimana mereka dapat melakukan berbagai hal secara berbeda hanya membantu memindahkan berbagai hal ke arah yang benar,” tutupnya.

]]>
https://beritabaru.co/donald-trump-dan-greta-thunberg-akan-bertemu-di-forum-ekonomi-dunia/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2020/01/Donald-Trump-dan-Greta-Thunberg-300x169.jpg