WALHI – Beritabaru.co https://beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Tue, 10 Dec 2024 08:19:03 +0000 id hourly 1 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2019/09/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png WALHI – Beritabaru.co https://beritabaru.co 32 32 WALHI NTT Tegaskan Komitmen Kawal Kerja Lingkungan Hidup Pemimpin Terpilih di NTT https://beritabaru.co/walhi-ntt-tegaskan-komitmen-kawal-kerja-lingkungan-hidup-pemimpin-terpilih-di-ntt/ Tue, 10 Dec 2024 08:18:31 +0000 https://beritabaru.co/?p=189748 WALHI NTT

Berita Baru, Kupang – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT menyatakan komitmennya untuk mengawal kinerja para pemimpin baru di Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini disampaikan dalam siaran pers yang dirilis setelah Konsultasi Daerah Lingkungan Hidup (KDLH) 2024 yang berlangsung pada 7-8 Desember di Hotel Greenia, Kupang.

KDLH 2024 yang dihadiri oleh 27 lembaga anggota WALHI NTT dari Kepulauan Flores, Timor, dan Sumba, mengangkat tiga agenda utama. Pertama, evaluasi dan pengawalan politik lingkungan hidup para pemimpin baru di NTT. Kedua, penguatan agenda NTT sebagai tuan rumah Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup pada 2025. Ketiga, pembahasan program advokasi lingkungan hidup selama satu tahun ke depan.

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, menegaskan bahwa KDLH kali ini berfokus pada pengawalan kinerja bupati, wali kota, dan gubernur terpilih di NTT. "Hasil persidangan komisi maupun pleno dalam KDLH kali ini lebih banyak untuk mengawal kepemimpinan baru di Nusa Tenggara Timur. Baik di Bupati, Wali Kota, hingga Gubernur. Kami berkomitmen untuk mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup," ujarnya.

Umbu Wulang menggarisbawahi bahwa berbagai problem ekologis di NTT harus menjadi perhatian serius bagi pemimpin baru. "Korupsi sumber daya alam, pembangunan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum lingkungan adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para pemimpin NTT yang baru," tegasnya.

KDLH 2024 menghasilkan 13 rekomendasi strategis kepada pemerintah daerah di NTT. Rekomendasi tersebut mencakup komitmen dan aksi nyata dalam pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam, pemulihan ekologis, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. WALHI NTT juga mendesak penghentian kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup, evaluasi perizinan investasi pariwisata, serta penghentian eksploitasi pulau-pulau kecil dan pengelolaan limbah berbahaya.

Berikut 13 rekomendasi utama WALHI NTT kepada pemerintah daerah di NTT:

  1. Pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam, mulai dari perizinan hingga praktik ilegal di lapangan.
  2. Pemulihan ekologis sebagai agenda utama pengelolaan sumber daya alam di NTT.
  3. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara masif untuk mencegah bencana ekologis.
  4. Penghentian kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup, baik dari masyarakat sipil maupun rakyat petani, nelayan, dan kelompok rentan lainnya.
  5. Penghentian perizinan investasi ekstraktif pertambangan serta evaluasi terhadap perizinan yang telah ada.
  6. Peningkatan anggaran lingkungan hidup di wilayah-wilayah kritis dan potensial kritis.
  7. Koordinasi dengan pemerintah pusat untuk meninjau kembali penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Geothermal dan status CA Mutis yang diubah menjadi Taman Nasional.
  8. Penghentian praktik PLTU Industri Batubara (PT MSM) di Pulau Sumba yang bertentangan dengan status Sumba sebagai Sumba Iconic Island.
  9. Evaluasi izin investasi pariwisata yang mengabaikan ruang hidup nelayan, petani, peternak, dan masyarakat lokal.
  10. Perlindungan pulau-pulau kecil dari eksploitasi industri ekstraktif dan penerapan kebijakan perlindungan dari ancaman perubahan iklim serta kenaikan air laut.
  11. Pengelolaan sampah dan limbah B3 secara serius dan sistematis di seluruh wilayah NTT.
  12. Pemulihan dan perlindungan keanekaragaman hayati endemik yang terancam punah.
  13. Penguatan pendidikan berbasis ekosistem dan keanekaragaman hayati yang berbasis potensi bentang alam NTT.

WALHI NTT juga menegaskan bahwa para pemimpin baru di NTT harus memiliki komitmen yang kuat dalam memprioritaskan pemulihan lingkungan hidup. "Fakta bahwa bencana ekologis, pencemaran lingkungan, dan kriminalisasi pejuang lingkungan hidup kerap dianggap enteng oleh pemerintah daerah, tidak boleh lagi terjadi," tegas Umbu Wulang.

Menurutnya, perhatian serius terhadap masalah lingkungan hidup perlu menjadi prioritas, terutama mengingat NTT rawan mengalami bencana ekologis akibat perubahan iklim. "Kami di WALHI NTT meyakini apabila seluruh pemimpin pemerintahan di NTT lebih mengutamakan kepentingan investasi dan mengabaikan lingkungan hidup serta kebudayaan NTT, maka bencana-bencana ekologis akan semakin sering terjadi di NTT. Ini hanya akan memperpanjang deretan penderitaan rakyat kecil yang paling rentan dalam bencana ekologis," pungkas Umbu Wulang Tanaamah Paranggi. Sebagai langkah lanjutan, WALHI NTT berkomitmen terus mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Mereka juga siap mendorong kebijakan yang lebih pro-lingkungan, terutama dalam menghadapi agenda besar Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup 2025 di NTT.

]]>
WALHI NTT

Berita Baru, Kupang – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT menyatakan komitmennya untuk mengawal kinerja para pemimpin baru di Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini disampaikan dalam siaran pers yang dirilis setelah Konsultasi Daerah Lingkungan Hidup (KDLH) 2024 yang berlangsung pada 7-8 Desember di Hotel Greenia, Kupang.

KDLH 2024 yang dihadiri oleh 27 lembaga anggota WALHI NTT dari Kepulauan Flores, Timor, dan Sumba, mengangkat tiga agenda utama. Pertama, evaluasi dan pengawalan politik lingkungan hidup para pemimpin baru di NTT. Kedua, penguatan agenda NTT sebagai tuan rumah Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup pada 2025. Ketiga, pembahasan program advokasi lingkungan hidup selama satu tahun ke depan.

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, menegaskan bahwa KDLH kali ini berfokus pada pengawalan kinerja bupati, wali kota, dan gubernur terpilih di NTT. "Hasil persidangan komisi maupun pleno dalam KDLH kali ini lebih banyak untuk mengawal kepemimpinan baru di Nusa Tenggara Timur. Baik di Bupati, Wali Kota, hingga Gubernur. Kami berkomitmen untuk mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup," ujarnya.

Umbu Wulang menggarisbawahi bahwa berbagai problem ekologis di NTT harus menjadi perhatian serius bagi pemimpin baru. "Korupsi sumber daya alam, pembangunan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum lingkungan adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para pemimpin NTT yang baru," tegasnya.

KDLH 2024 menghasilkan 13 rekomendasi strategis kepada pemerintah daerah di NTT. Rekomendasi tersebut mencakup komitmen dan aksi nyata dalam pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam, pemulihan ekologis, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. WALHI NTT juga mendesak penghentian kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup, evaluasi perizinan investasi pariwisata, serta penghentian eksploitasi pulau-pulau kecil dan pengelolaan limbah berbahaya.

Berikut 13 rekomendasi utama WALHI NTT kepada pemerintah daerah di NTT:

  1. Pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam, mulai dari perizinan hingga praktik ilegal di lapangan.
  2. Pemulihan ekologis sebagai agenda utama pengelolaan sumber daya alam di NTT.
  3. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara masif untuk mencegah bencana ekologis.
  4. Penghentian kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup, baik dari masyarakat sipil maupun rakyat petani, nelayan, dan kelompok rentan lainnya.
  5. Penghentian perizinan investasi ekstraktif pertambangan serta evaluasi terhadap perizinan yang telah ada.
  6. Peningkatan anggaran lingkungan hidup di wilayah-wilayah kritis dan potensial kritis.
  7. Koordinasi dengan pemerintah pusat untuk meninjau kembali penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Geothermal dan status CA Mutis yang diubah menjadi Taman Nasional.
  8. Penghentian praktik PLTU Industri Batubara (PT MSM) di Pulau Sumba yang bertentangan dengan status Sumba sebagai Sumba Iconic Island.
  9. Evaluasi izin investasi pariwisata yang mengabaikan ruang hidup nelayan, petani, peternak, dan masyarakat lokal.
  10. Perlindungan pulau-pulau kecil dari eksploitasi industri ekstraktif dan penerapan kebijakan perlindungan dari ancaman perubahan iklim serta kenaikan air laut.
  11. Pengelolaan sampah dan limbah B3 secara serius dan sistematis di seluruh wilayah NTT.
  12. Pemulihan dan perlindungan keanekaragaman hayati endemik yang terancam punah.
  13. Penguatan pendidikan berbasis ekosistem dan keanekaragaman hayati yang berbasis potensi bentang alam NTT.

WALHI NTT juga menegaskan bahwa para pemimpin baru di NTT harus memiliki komitmen yang kuat dalam memprioritaskan pemulihan lingkungan hidup. "Fakta bahwa bencana ekologis, pencemaran lingkungan, dan kriminalisasi pejuang lingkungan hidup kerap dianggap enteng oleh pemerintah daerah, tidak boleh lagi terjadi," tegas Umbu Wulang.

Menurutnya, perhatian serius terhadap masalah lingkungan hidup perlu menjadi prioritas, terutama mengingat NTT rawan mengalami bencana ekologis akibat perubahan iklim. "Kami di WALHI NTT meyakini apabila seluruh pemimpin pemerintahan di NTT lebih mengutamakan kepentingan investasi dan mengabaikan lingkungan hidup serta kebudayaan NTT, maka bencana-bencana ekologis akan semakin sering terjadi di NTT. Ini hanya akan memperpanjang deretan penderitaan rakyat kecil yang paling rentan dalam bencana ekologis," pungkas Umbu Wulang Tanaamah Paranggi. Sebagai langkah lanjutan, WALHI NTT berkomitmen terus mengawal dan mengawasi kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Mereka juga siap mendorong kebijakan yang lebih pro-lingkungan, terutama dalam menghadapi agenda besar Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup 2025 di NTT.

]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/12/Giat-Walhi-NTT-300x168.jpg
Banjir Parah di Kalimantan Tengah, WALHI Desak Evaluasi Deforestasi https://beritabaru.co/banjir-parah-di-kalimantan-tengah-walhi-desak-evaluasi-deforestasi/ Wed, 04 Dec 2024 07:19:15 +0000 https://beritabaru.co/?p=189442 Banjir Parah di Kalimantan Tengah, WALHI Desak Evaluasi Deforestasi

Berita Baru, Jakarta - Banjir besar kembali melanda sejumlah desa di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, dan Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Air yang merendam pemukiman warga telah memutus akses transportasi lintas kabupaten dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Data dari Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (WALHI Kalteng) dan Save Our Borneo (SOB) mencatat, dari Januari hingga Oktober 2024, banjir ini berdampak pada 60.416 jiwa, menyebabkan 9.089 rumah terendam, dan memaksa 252 orang mengungsi. Menurut Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalteng, penyebab utama banjir adalah kerusakan ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan-Kapuas. Aktivitas deforestasi oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan disebut sebagai faktor dominan yang mengurangi daya serap air tanah, memperparah erosi, dan mengganggu keseimbangan lingkungan. “Pembukaan hutan secara masif untuk kepentingan komersial telah menciptakan dampak ekologis yang merusak. Banjir tahunan yang semakin meluas adalah bukti nyata krisis lingkungan ini,” ujar Bayu. Sementara itu, Direktur Save Our Borneo, Muhamad Habibi, mengungkapkan bahwa deforestasi di wilayah tersebut semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data Nusantara Atlas, pada 2024, deforestasi oleh enam perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di kawasan ini mencapai 3.367 hektar. “Deforestasi di hulu sungai memiliki dampak langsung pada hilir. Kehilangan hutan ini meningkatkan risiko banjir di daerah yang sebelumnya tidak terdampak,” jelas Habibi. Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam tidak hanya memperparah banjir, tetapi juga mengancam keberlanjutan hidup masyarakat di wilayah tersebut. WALHI Kalteng dan SOB mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi aktivitas perusahaan besar yang beroperasi di wilayah DAS Kahayan-Kapuas. Pemerintah juga diminta mengambil langkah tegas dalam pengelolaan sumber daya alam agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Bayu menegaskan bahwa tanpa mitigasi konkret, bencana seperti ini akan terus berulang dan semakin merugikan masyarakat. “Langkah pemulihan harus dilakukan segera untuk mencegah dampak yang lebih luas,” tambahnya. Habibi juga menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mengatasi krisis ini. “Bencana ini adalah hasil dari kebijakan yang tidak berpihak pada keberlanjutan lingkungan. Saatnya bertindak lebih serius,” pungkasnya. Krisis banjir yang terus berulang di Kalimantan Tengah menjadi peringatan penting bagi semua pihak untuk mengambil tindakan segera. Langkah pencegahan jangka panjang, termasuk perlindungan hutan dan pemulihan ekosistem, harus menjadi prioritas untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk bencana ekologis.]]>
Banjir Parah di Kalimantan Tengah, WALHI Desak Evaluasi Deforestasi

Berita Baru, Jakarta - Banjir besar kembali melanda sejumlah desa di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, dan Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Air yang merendam pemukiman warga telah memutus akses transportasi lintas kabupaten dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Data dari Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (WALHI Kalteng) dan Save Our Borneo (SOB) mencatat, dari Januari hingga Oktober 2024, banjir ini berdampak pada 60.416 jiwa, menyebabkan 9.089 rumah terendam, dan memaksa 252 orang mengungsi. Menurut Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalteng, penyebab utama banjir adalah kerusakan ekosistem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan-Kapuas. Aktivitas deforestasi oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan disebut sebagai faktor dominan yang mengurangi daya serap air tanah, memperparah erosi, dan mengganggu keseimbangan lingkungan. “Pembukaan hutan secara masif untuk kepentingan komersial telah menciptakan dampak ekologis yang merusak. Banjir tahunan yang semakin meluas adalah bukti nyata krisis lingkungan ini,” ujar Bayu. Sementara itu, Direktur Save Our Borneo, Muhamad Habibi, mengungkapkan bahwa deforestasi di wilayah tersebut semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data Nusantara Atlas, pada 2024, deforestasi oleh enam perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di kawasan ini mencapai 3.367 hektar. “Deforestasi di hulu sungai memiliki dampak langsung pada hilir. Kehilangan hutan ini meningkatkan risiko banjir di daerah yang sebelumnya tidak terdampak,” jelas Habibi. Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam tidak hanya memperparah banjir, tetapi juga mengancam keberlanjutan hidup masyarakat di wilayah tersebut. WALHI Kalteng dan SOB mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi aktivitas perusahaan besar yang beroperasi di wilayah DAS Kahayan-Kapuas. Pemerintah juga diminta mengambil langkah tegas dalam pengelolaan sumber daya alam agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Bayu menegaskan bahwa tanpa mitigasi konkret, bencana seperti ini akan terus berulang dan semakin merugikan masyarakat. “Langkah pemulihan harus dilakukan segera untuk mencegah dampak yang lebih luas,” tambahnya. Habibi juga menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mengatasi krisis ini. “Bencana ini adalah hasil dari kebijakan yang tidak berpihak pada keberlanjutan lingkungan. Saatnya bertindak lebih serius,” pungkasnya. Krisis banjir yang terus berulang di Kalimantan Tengah menjadi peringatan penting bagi semua pihak untuk mengambil tindakan segera. Langkah pencegahan jangka panjang, termasuk perlindungan hutan dan pemulihan ekosistem, harus menjadi prioritas untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk bencana ekologis.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/12/WhatsApp-Image-2024-12-02-at-11.24.13_ab56583c-300x300.jpg
Banjir Kalimantan Tengah Meluas, WALHI Soroti Deforestasi sebagai Penyebab Utama https://beritabaru.co/banjir-kalimantan-tengah-meluas-walhi-soroti-deforestasi-sebagai-penyebab-utama/ Tue, 03 Dec 2024 07:58:59 +0000 https://beritabaru.co/?p=189420 WALHI Kalimantan Tengah

Berita Baru, Palangka RayaBanjir meluas di sejumlah wilayah Kalimantan Tengah, khususnya di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, dan Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau. Pemukiman warga terendam, mobilitas barang terganggu, dan jalur transportasi lintas kabupaten lumpuh akibat bencana ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (WALHI Kalteng) dan Save Our Borneo (SOB), dari Januari hingga Oktober 2024, sebanyak 9.089 rumah terendam, 60.416 jiwa terdampak, dan 252 orang harus mengungsi. Kedua lembaga ini menyoroti bahwa bencana banjir yang kian intens di wilayah tersebut erat kaitannya dengan menurunnya daya dukung lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan-Kapuas. “Deforestasi besar-besaran oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan telah merusak hutan serta ekosistem sungai di kawasan ini,” ujar Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalteng seperti dikutip dari siaran persnya. “Desa-desa yang terendam banjir setiap tahun adalah bukti nyata bahwa kondisi lingkungan kita semakin kritis. Pemulihan segera diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut,” tambahnya. Menurut data WALHI Kalteng, wilayah terdampak banjir semakin meluas sejak 2020 hingga 2023. Kabupaten seperti Kapuas, Pulang Pisau, dan Kota Palangka Raya rutin dilanda banjir. Bahkan daerah baru seperti Kabupaten Murung Raya dan Barito Timur kini mulai mengalami banjir lebih sering. Direktur Save Our Borneo (SOB), Muhamad Habibi, menyebutkan bahwa di kawasan DAS Kahayan-Kapuas terdapat sedikitnya enam perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). “Pada tahun 2024 saja, deforestasi di area konsesi perusahaan-perusahaan ini mencapai 3.367 hektar hutan. Kerusakan ini memperburuk banjir di hilir sungai,” ungkap Habibi. Habibi menjelaskan bahwa deforestasi di hulu sungai berdampak langsung pada intensitas banjir di hilir. “Kehilangan hutan dalam skala besar membuat tanah kehilangan kemampuan menyerap air. Akibatnya, debit air meningkat drastis saat hujan turun,” jelasnya. [caption id="attachment_189421" align="aligncenter" width="478"]WALHI Kalimantan Tengah Tumpukan kayu yang telah ditebang oleh Perusahaan Hutan Tanaman Industri di Kabupaten Kapuas. Sabtu (25/11/2024). Dok. WALHI Kalimantan Tengah[/caption] WALHI Kalteng dan SOB mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi pengelolaan sumber daya alam di DAS Kahayan-Kapuas. “Evaluasi terhadap aktivitas perusahaan besar di sektor kehutanan dan pertambangan sangat mendesak dilakukan. Jika tidak ada tindakan tegas, kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat akan semakin parah,” tegas Bayu. Keduanya juga mengingatkan bahwa tanpa strategi mitigasi yang konkret, bencana ekologis ini akan terus berulang dan merugikan banyak pihak. “Banjir ini bukan hanya bencana alam, tetapi krisis ekologis yang membutuhkan penanganan serius dan sistematis,” tutup Habibi. Lembaga-lembaga ini berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan melindungi masyarakat yang terdampak.]]>
WALHI Kalimantan Tengah

Berita Baru, Palangka RayaBanjir meluas di sejumlah wilayah Kalimantan Tengah, khususnya di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, dan Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau. Pemukiman warga terendam, mobilitas barang terganggu, dan jalur transportasi lintas kabupaten lumpuh akibat bencana ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (WALHI Kalteng) dan Save Our Borneo (SOB), dari Januari hingga Oktober 2024, sebanyak 9.089 rumah terendam, 60.416 jiwa terdampak, dan 252 orang harus mengungsi. Kedua lembaga ini menyoroti bahwa bencana banjir yang kian intens di wilayah tersebut erat kaitannya dengan menurunnya daya dukung lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan-Kapuas. “Deforestasi besar-besaran oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan telah merusak hutan serta ekosistem sungai di kawasan ini,” ujar Bayu Herinata, Direktur WALHI Kalteng seperti dikutip dari siaran persnya. “Desa-desa yang terendam banjir setiap tahun adalah bukti nyata bahwa kondisi lingkungan kita semakin kritis. Pemulihan segera diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut,” tambahnya. Menurut data WALHI Kalteng, wilayah terdampak banjir semakin meluas sejak 2020 hingga 2023. Kabupaten seperti Kapuas, Pulang Pisau, dan Kota Palangka Raya rutin dilanda banjir. Bahkan daerah baru seperti Kabupaten Murung Raya dan Barito Timur kini mulai mengalami banjir lebih sering. Direktur Save Our Borneo (SOB), Muhamad Habibi, menyebutkan bahwa di kawasan DAS Kahayan-Kapuas terdapat sedikitnya enam perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). “Pada tahun 2024 saja, deforestasi di area konsesi perusahaan-perusahaan ini mencapai 3.367 hektar hutan. Kerusakan ini memperburuk banjir di hilir sungai,” ungkap Habibi. Habibi menjelaskan bahwa deforestasi di hulu sungai berdampak langsung pada intensitas banjir di hilir. “Kehilangan hutan dalam skala besar membuat tanah kehilangan kemampuan menyerap air. Akibatnya, debit air meningkat drastis saat hujan turun,” jelasnya. [caption id="attachment_189421" align="aligncenter" width="478"]WALHI Kalimantan Tengah Tumpukan kayu yang telah ditebang oleh Perusahaan Hutan Tanaman Industri di Kabupaten Kapuas. Sabtu (25/11/2024). Dok. WALHI Kalimantan Tengah[/caption] WALHI Kalteng dan SOB mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi pengelolaan sumber daya alam di DAS Kahayan-Kapuas. “Evaluasi terhadap aktivitas perusahaan besar di sektor kehutanan dan pertambangan sangat mendesak dilakukan. Jika tidak ada tindakan tegas, kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat akan semakin parah,” tegas Bayu. Keduanya juga mengingatkan bahwa tanpa strategi mitigasi yang konkret, bencana ekologis ini akan terus berulang dan merugikan banyak pihak. “Banjir ini bukan hanya bencana alam, tetapi krisis ekologis yang membutuhkan penanganan serius dan sistematis,” tutup Habibi. Lembaga-lembaga ini berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan melindungi masyarakat yang terdampak.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/12/WhatsApp-Image-2024-12-02-at-11.24.13_ab56583c-1024x1024-1-300x300.jpg
Aliansi Zero Waste Kritik Pemerintah Indonesia atas Sikap di Negosiasi Krisis Plastik https://beritabaru.co/aliansi-zero-waste-kritik-pemerintah-indonesia-atas-sikap-di-negosiasi-krisis-plastik/ Sat, 30 Nov 2024 04:01:49 +0000 https://beritabaru.co/?p=189279 Aliansi Zero Waste

Berita Baru, JakartaAliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengkritik keras posisi Pemerintah Indonesia dalam negosiasi kelima Instrumen Hukum yang Mengikat (ILBI) tentang Plastik, yang berlangsung pada 25 November hingga 1 Desember 2024 di Busan, Korea Selatan. Negosiasi ini bertujuan mengakhiri polusi plastik di seluruh siklus hidup plastik sesuai mandat Resolusi UNEA 5/14. Namun, perdebatan terkait pembatasan produksi plastik membuat pembahasan berjalan lambat. Dalam pernyataan resmi yang dirilis AZWI pada Jumat (29/11/2024), Pemerintah Indonesia dinilai tidak menunjukkan komitmen ambisius untuk mengatasi polusi plastik. "Posisi Pemerintah Indonesia dalam negosiasi kelima Perjanjian Internasional tentang Plastik sangat mengecewakan," ujar Ghofar, Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan WALHI. Ia menambahkan bahwa dokumen usulan Pemerintah Indonesia menunjukkan ketidaksetujuan pada pengurangan produksi plastik, dengan alasan kepentingan ekonomi industri plastik. "Tanpa upaya nyata untuk mengurangi produksi plastik, polusi plastik dan krisis iklim tidak akan pernah teratasi. Industri plastik hulu, terutama minyak bumi dan petrokimia, adalah penyumbang utama polusi dan emisi gas rumah kaca," tegasnya. Sikap pemerintah ini juga menuai kritik dari Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation. "Kesehatan masyarakat dan lingkungan Indonesia dipertaruhkan. Banyak studi sudah memperlihatkan dampak bahan kimia plastik terhadap kesehatan kita. Masyarakat berhak tahu bahan kimia apa saja yang dilepaskan dalam proses produksi plastik. Transparansi adalah hak publik untuk hidup di lingkungan yang aman dan sehat," ujarnya. Aeshnina Azzahra, Co-Captain River Warrior, yang juga mewakili suara generasi muda, mendesak pemerintah untuk bertindak tegas. "Kami, anak Indonesia, berhak tinggal di lingkungan yang sehat dan bersih dari pencemaran plastik. Saya menuntut pemerintah serius menanggapi krisis plastik ini sekarang juga. Jangan sampai generasi Anda menjadi generasi perusak masa depan kami," tegas Aeshnina. Dalam siaran persnya, AZWI mengungkapkan bahwa dokumen negosiasi yang diajukan Pemerintah Indonesia menunjukkan pendekatan yang lebih fokus pada solusi end-of-pipe seperti daur ulang, tanpa menyentuh akar permasalahan seperti pembatasan produksi plastik dan bahan kimia berbahaya. AZWI juga mengkritik Pemerintah Indonesia karena lebih mengutamakan fleksibilitas kebijakan nasional dan pendekatan seimbang yang dinilai tidak cukup untuk mengatasi krisis. AZWI mendesak Pemerintah Indonesia untuk menunjukkan keberpihakan yang lebih kuat pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia. “Pemerintah harus berani mengambil posisi ambisius dengan mendukung target global dan langkah-langkah di hulu yang dapat mengurangi dampak polusi plastik secara sistemik,” tulis AZWI dalam pernyataannya. Negosiasi di Busan menjadi ujian bagi semua negara, termasuk Indonesia, untuk menunjukkan komitmen nyata dalam mengatasi krisis plastik yang mengancam ekosistem global dan kesehatan masyarakat.]]>
Aliansi Zero Waste

Berita Baru, JakartaAliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mengkritik keras posisi Pemerintah Indonesia dalam negosiasi kelima Instrumen Hukum yang Mengikat (ILBI) tentang Plastik, yang berlangsung pada 25 November hingga 1 Desember 2024 di Busan, Korea Selatan. Negosiasi ini bertujuan mengakhiri polusi plastik di seluruh siklus hidup plastik sesuai mandat Resolusi UNEA 5/14. Namun, perdebatan terkait pembatasan produksi plastik membuat pembahasan berjalan lambat. Dalam pernyataan resmi yang dirilis AZWI pada Jumat (29/11/2024), Pemerintah Indonesia dinilai tidak menunjukkan komitmen ambisius untuk mengatasi polusi plastik. "Posisi Pemerintah Indonesia dalam negosiasi kelima Perjanjian Internasional tentang Plastik sangat mengecewakan," ujar Ghofar, Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan WALHI. Ia menambahkan bahwa dokumen usulan Pemerintah Indonesia menunjukkan ketidaksetujuan pada pengurangan produksi plastik, dengan alasan kepentingan ekonomi industri plastik. "Tanpa upaya nyata untuk mengurangi produksi plastik, polusi plastik dan krisis iklim tidak akan pernah teratasi. Industri plastik hulu, terutama minyak bumi dan petrokimia, adalah penyumbang utama polusi dan emisi gas rumah kaca," tegasnya. Sikap pemerintah ini juga menuai kritik dari Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation. "Kesehatan masyarakat dan lingkungan Indonesia dipertaruhkan. Banyak studi sudah memperlihatkan dampak bahan kimia plastik terhadap kesehatan kita. Masyarakat berhak tahu bahan kimia apa saja yang dilepaskan dalam proses produksi plastik. Transparansi adalah hak publik untuk hidup di lingkungan yang aman dan sehat," ujarnya. Aeshnina Azzahra, Co-Captain River Warrior, yang juga mewakili suara generasi muda, mendesak pemerintah untuk bertindak tegas. "Kami, anak Indonesia, berhak tinggal di lingkungan yang sehat dan bersih dari pencemaran plastik. Saya menuntut pemerintah serius menanggapi krisis plastik ini sekarang juga. Jangan sampai generasi Anda menjadi generasi perusak masa depan kami," tegas Aeshnina. Dalam siaran persnya, AZWI mengungkapkan bahwa dokumen negosiasi yang diajukan Pemerintah Indonesia menunjukkan pendekatan yang lebih fokus pada solusi end-of-pipe seperti daur ulang, tanpa menyentuh akar permasalahan seperti pembatasan produksi plastik dan bahan kimia berbahaya. AZWI juga mengkritik Pemerintah Indonesia karena lebih mengutamakan fleksibilitas kebijakan nasional dan pendekatan seimbang yang dinilai tidak cukup untuk mengatasi krisis. AZWI mendesak Pemerintah Indonesia untuk menunjukkan keberpihakan yang lebih kuat pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia. “Pemerintah harus berani mengambil posisi ambisius dengan mendukung target global dan langkah-langkah di hulu yang dapat mengurangi dampak polusi plastik secara sistemik,” tulis AZWI dalam pernyataannya. Negosiasi di Busan menjadi ujian bagi semua negara, termasuk Indonesia, untuk menunjukkan komitmen nyata dalam mengatasi krisis plastik yang mengancam ekosistem global dan kesehatan masyarakat.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/11/DSC04870-1-768x512-1-300x200.jpg
Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Ekologis Gelar Dialog Publik Membangun Lampung Berkelanjutan https://beritabaru.co/aliansi-masyarakat-untuk-keadilan-ekologis-gelar-dialog-publik-membangun-lampung-berkelanjutan/ Thu, 21 Nov 2024 09:32:14 +0000 https://beritabaru.co/?p=188869 Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Ekologis Gelar Dialog Publik Membangun Lampung Berkelanjutan

Berita Baru, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, bersama Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Ekologis, menggelar dialog publik bertajuk Membangun Lampung Berkelanjutan dan Berkeadilan di De Sky Resto and Lounge, pada Rabu (20/11). Dialog ini bertujuan untuk memperkenalkan visi dan misi kedua calon wakil gubernur Lampung terkait pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Dalam acara ini, calon wakil gubernur nomor urut 01 Sutono memaparkan program yang berfokus pada pengelolaan sumber daya lokal untuk mengurangi kesenjangan wilayah. "Program kami akan mengurangi kesenjangan antar wilayah melalui pembangunan infrastruktur yang berkeadilan, serta mengutamakan kebijakan tata ruang yang mendukung keseimbangan antara kawasan industri, pertanian, dan lingkungan," ujar Sutono. Sementara itu, calon wakil gubernur nomor urut 02, Jihan Nurlela, menyoroti pentingnya perlindungan terhadap masyarakat kecil yang terdampak kerusakan lingkungan. “Kami memahami bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan. Kerusakan lingkungan sering kali berdampak pada masyarakat miskin, petani kecil, dan perempuan pesisir. Kami berkomitmen untuk mengawal kepentingan mereka,” tegas Jihan. Dialog ini juga dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta perwakilan LBH Bandar Lampung, yang memberikan masukan konstruktif terhadap visi para calon. Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, berharap agar dialog ini dapat membangun kerja sama strategis antara masyarakat sipil dan pemerintah mendatang, "Pembangunan di Lampung harus berkelanjutan dan mengedepankan keadilan bagi manusia dan lingkungan." Di akhir acara, Sutono dan Jihan menandatangani komitmen bersama yang berisi janji untuk memprioritaskan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. "Kami berkomitmen untuk merancang pembangunan Lampung yang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan keadilan bagi semua," ungkap kedua calon tersebut.  ]]>
Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Ekologis Gelar Dialog Publik Membangun Lampung Berkelanjutan

Berita Baru, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, bersama Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Ekologis, menggelar dialog publik bertajuk Membangun Lampung Berkelanjutan dan Berkeadilan di De Sky Resto and Lounge, pada Rabu (20/11). Dialog ini bertujuan untuk memperkenalkan visi dan misi kedua calon wakil gubernur Lampung terkait pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Dalam acara ini, calon wakil gubernur nomor urut 01 Sutono memaparkan program yang berfokus pada pengelolaan sumber daya lokal untuk mengurangi kesenjangan wilayah. "Program kami akan mengurangi kesenjangan antar wilayah melalui pembangunan infrastruktur yang berkeadilan, serta mengutamakan kebijakan tata ruang yang mendukung keseimbangan antara kawasan industri, pertanian, dan lingkungan," ujar Sutono. Sementara itu, calon wakil gubernur nomor urut 02, Jihan Nurlela, menyoroti pentingnya perlindungan terhadap masyarakat kecil yang terdampak kerusakan lingkungan. “Kami memahami bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan. Kerusakan lingkungan sering kali berdampak pada masyarakat miskin, petani kecil, dan perempuan pesisir. Kami berkomitmen untuk mengawal kepentingan mereka,” tegas Jihan. Dialog ini juga dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta perwakilan LBH Bandar Lampung, yang memberikan masukan konstruktif terhadap visi para calon. Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, berharap agar dialog ini dapat membangun kerja sama strategis antara masyarakat sipil dan pemerintah mendatang, "Pembangunan di Lampung harus berkelanjutan dan mengedepankan keadilan bagi manusia dan lingkungan." Di akhir acara, Sutono dan Jihan menandatangani komitmen bersama yang berisi janji untuk memprioritaskan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. "Kami berkomitmen untuk merancang pembangunan Lampung yang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan keadilan bagi semua," ungkap kedua calon tersebut.  ]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/11/01jd4sgw2aqt07k4d46masatxw-300x225.jpg
WALHI Kritik Pidato Pemerintah RI di COP29: Kepentingan Bisnis Lebih Diutamakan daripada Krisis Iklim https://beritabaru.co/walhi-kritik-pidato-pemerintah-ri-di-cop29-kepentingan-bisnis-lebih-diutamakan-daripada-krisis-iklim/ Thu, 14 Nov 2024 07:23:33 +0000 https://beritabaru.co/?p=188504 WALHI Kritik Pidato Pemerintah RI di COP29: Kepentingan Bisnis Lebih Diutamakan daripada Krisis Iklim

Berita Baru, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memberikan tanggapan keras terhadap pidato Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi sekaligus Kepala Delegasi Republik Indonesia (Delri) dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP) ke-29. Pidato tersebut disampaikan dalam World Leaders Climate Action Summit, mewakili Presiden Indonesia, Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya, Hashim lebih banyak berbicara mengenai potensi keuntungan bisnis seperti kredit karbon, teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS), dan pendanaan reforestasi, ketimbang menyampaikan krisis iklim yang serius. WALHI menilai, pidato tersebut tidak menunjukkan komitmen nyata dalam upaya penurunan emisi atau perlindungan rakyat dari dampak krisis iklim. "Kepentingan bisnis korporasi lebih diutamakan dibandingkan keselamatan lingkungan dan rakyat," ujar WALHI dalam siaran persnya pada Kamis (14/11/2024). WALHI menambahkan bahwa pemerintah terlihat lebih fokus pada perdagangan karbon, alih-alih menekan emisi dari sektor-sektor ekstraktif seperti perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Bisnis karbon, seperti konsesi dan perdagangan karbon, didominasi oleh perusahaan besar yang selama ini telah merusak lingkungan. Contohnya, Saratoga, Adaro, dan Harita Group yang terlibat dalam bisnis dekarbonisasi, termasuk Adaro yang memiliki konsesi restorasi ekosistem melalui anak perusahaannya PT Hutan Amanah Lestari. Lebih lanjut, WALHI juga menyoroti konflik kepentingan Hashim dan Prabowo dalam bisnis karbon. WALHI menyebutkan keterkaitan mereka dengan beberapa perusahaan yang bergerak di sektor tersebut, seperti PT Bumi Carbon Nusantara dan PT Karbonesia Global Artha. Pidato Hashim pun penuh kontradiksi. Meski ia menyatakan Indonesia berkomitmen mencapai nol emisi bersih pada 2060, namun target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dinilai WALHI akan memperparah emisi karbon, terutama dari sektor hilirisasi nikel dan proyek food estate yang berpotensi merusak hutan. Inisiatif reforestasi 12,7 juta hektar lahan kritis yang diusulkan oleh presiden juga dipertanyakan. WALHI khawatir jika program ini dilaksanakan tanpa memperjelas kontribusi korporasi yang merusak hutan, maka akan menjadi bentuk baru perampasan Wilayah Kelola Rakyat. WALHI mengkritik pernyataan penutup Hashim yang menyebut kebutuhan investasi 2035 miliar USD dan kolaborasi internasional sebagai solusi, menganggapnya sebagai langkah pemerintah untuk memperkuat hubungan dengan para pebisnis iklim global. Atas pidato tersebut, WALHI menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal melindungi rakyat dan lingkungan dalam menghadapi krisis iklim. WALHI mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas, antara lain menghentikan penerbitan izin baru bagi industri ekstraktif, mempercepat penghentian PLTU batubara, serta memperkuat hak rakyat atas wilayah kelola dan sumber daya alam mereka. WALHI juga menekankan pentingnya memperbaiki fungsi ekologis yang rusak dan meletakkan tanggung jawab tersebut kepada negara dan korporasi yang telah merusak lingkungan.
]]>
WALHI Kritik Pidato Pemerintah RI di COP29: Kepentingan Bisnis Lebih Diutamakan daripada Krisis Iklim

Berita Baru, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memberikan tanggapan keras terhadap pidato Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi sekaligus Kepala Delegasi Republik Indonesia (Delri) dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP) ke-29. Pidato tersebut disampaikan dalam World Leaders Climate Action Summit, mewakili Presiden Indonesia, Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya, Hashim lebih banyak berbicara mengenai potensi keuntungan bisnis seperti kredit karbon, teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS), dan pendanaan reforestasi, ketimbang menyampaikan krisis iklim yang serius. WALHI menilai, pidato tersebut tidak menunjukkan komitmen nyata dalam upaya penurunan emisi atau perlindungan rakyat dari dampak krisis iklim. "Kepentingan bisnis korporasi lebih diutamakan dibandingkan keselamatan lingkungan dan rakyat," ujar WALHI dalam siaran persnya pada Kamis (14/11/2024). WALHI menambahkan bahwa pemerintah terlihat lebih fokus pada perdagangan karbon, alih-alih menekan emisi dari sektor-sektor ekstraktif seperti perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Bisnis karbon, seperti konsesi dan perdagangan karbon, didominasi oleh perusahaan besar yang selama ini telah merusak lingkungan. Contohnya, Saratoga, Adaro, dan Harita Group yang terlibat dalam bisnis dekarbonisasi, termasuk Adaro yang memiliki konsesi restorasi ekosistem melalui anak perusahaannya PT Hutan Amanah Lestari. Lebih lanjut, WALHI juga menyoroti konflik kepentingan Hashim dan Prabowo dalam bisnis karbon. WALHI menyebutkan keterkaitan mereka dengan beberapa perusahaan yang bergerak di sektor tersebut, seperti PT Bumi Carbon Nusantara dan PT Karbonesia Global Artha. Pidato Hashim pun penuh kontradiksi. Meski ia menyatakan Indonesia berkomitmen mencapai nol emisi bersih pada 2060, namun target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dinilai WALHI akan memperparah emisi karbon, terutama dari sektor hilirisasi nikel dan proyek food estate yang berpotensi merusak hutan. Inisiatif reforestasi 12,7 juta hektar lahan kritis yang diusulkan oleh presiden juga dipertanyakan. WALHI khawatir jika program ini dilaksanakan tanpa memperjelas kontribusi korporasi yang merusak hutan, maka akan menjadi bentuk baru perampasan Wilayah Kelola Rakyat. WALHI mengkritik pernyataan penutup Hashim yang menyebut kebutuhan investasi 2035 miliar USD dan kolaborasi internasional sebagai solusi, menganggapnya sebagai langkah pemerintah untuk memperkuat hubungan dengan para pebisnis iklim global. Atas pidato tersebut, WALHI menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal melindungi rakyat dan lingkungan dalam menghadapi krisis iklim. WALHI mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas, antara lain menghentikan penerbitan izin baru bagi industri ekstraktif, mempercepat penghentian PLTU batubara, serta memperkuat hak rakyat atas wilayah kelola dan sumber daya alam mereka. WALHI juga menekankan pentingnya memperbaiki fungsi ekologis yang rusak dan meletakkan tanggung jawab tersebut kepada negara dan korporasi yang telah merusak lingkungan.
]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/11/Hashim-di-COP-29-2048x1406-1-300x206.jpg
MA Tolak Kasasi Suku Awyu, Perjuangan Selamatkan Hutan Papua Semakin Sulit https://beritabaru.co/ma-tolak-kasasi-suku-awyu-perjuangan-selamatkan-hutan-papua-semakin-sulit/ Tue, 05 Nov 2024 09:45:12 +0000 https://beritabaru.co/?p=188316 MA, WALHI

Berita Baru, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Hendrikus Woro, pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, serta Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua. Keputusan ini menjadi pukulan berat bagi masyarakat adat Awyu yang berupaya mempertahankan hutan adat mereka dari ekspansi perusahaan sawit di Boven Digoel, Papua Selatan. Hendrikus Woro, perwakilan suku Awyu, mengaku kecewa dengan keputusan ini. "Saya merasa kecewa dan sakit hati karena saya sendiri sudah tidak ada jalan keluar lain yang saya harapkan untuk bisa melindungi dan menyelamatkan tanah dan manusia di wilayah tanah adat saya," ujar Hendrikus dalam pernyataan persnya yang diterbitkan oleh WALHI pada Senin (4/11/2024). Ia juga menyayangkan minimnya dukungan dari pemerintah dalam memperjuangkan hak masyarakat adat. "Kepada siapa saya harus berharap dan saya harus berjalan ke mana lagi?" lanjutnya. Putusan kasasi MA, yang tertuang dalam Nomor 458 K/TUN/LH/2024, dikeluarkan pada 18 September dan baru dapat diakses secara publik pada 1 November. Dalam keputusan tersebut, seorang hakim, Yodi Martono Wahyunadi, memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait tenggat waktu pengajuan gugatan. Hakim Yodi menganggap perhitungan waktu gugatan seharusnya mempertimbangkan hari kerja dan hari libur lokal Papua, namun pandangannya tidak didukung oleh mayoritas hakim lainnya. "Mahkamah Agung inkonsisten dalam menerapkan aturan yang mereka buat. Padahal Peraturan MA adalah petunjuk bagi peradilan internal," kata Tigor Hutapea, anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua. Ia menambahkan bahwa meski putusan MA menolak kasasi, dissenting opinion hakim Yodi menunjukkan bahwa izin lingkungan yang dikeluarkan untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL) dinilai belum mengakomodasi kepentingan masyarakat adat. Keputusan ini menambah daftar panjang kesulitan yang dihadapi masyarakat adat Papua. "Ini menjadi kabar duka bagi masyarakat Awyu karena pemerintah dan hukum belum berpihak kepada masyarakat adat," kata Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia. Sekar juga menyoroti pentingnya hutan Papua sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati yang terancam oleh proyek sawit dan food estate. Dukungan publik terhadap perjuangan masyarakat adat Awyu tetap kuat. Sebelumnya, lebih dari 253.823 tanda tangan dari masyarakat telah diserahkan ke MA sebagai dukungan bagi kasasi ini, dengan tagar #AllEyesOnPapua ramai diperbincangkan di media sosial. Namun, dukungan tersebut belum mampu mempengaruhi putusan hukum. Emanuel Gobay, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, menegaskan bahwa masyarakat adat tetap memiliki hak atas hutan adat mereka. "Pada prinsipnya kepemilikan izin oleh perusahaan tidak menghilangkan hak masyarakat adat atas tanah," ujarnya. Emanuel berharap publik terus mendukung perjuangan masyarakat adat Papua dalam mempertahankan hutan yang telah mereka jaga turun-temurun. WALHI Papua melalui Direktur Eksekutif Daerahnya, Maikel, juga menyerukan solidaritas masyarakat. "Pulau Papua adalah Tanah Adat yang dimiliki oleh dua ratusan Marga. Kami meminta publik mendukung perjuangan suku Awyu dan masyarakat adat di seluruh Tanah Papua," pungkasnya. Perjuangan masyarakat adat Awyu dalam mempertahankan hutan Papua masih terus berlangsung. Putusan MA ini menjadi peringatan akan perlunya perbaikan dalam sistem hukum dan perlindungan bagi masyarakat adat yang mempertahankan kelestarian alam dari ancaman ekspansi industri.]]>
MA, WALHI

Berita Baru, Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Hendrikus Woro, pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, serta Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua. Keputusan ini menjadi pukulan berat bagi masyarakat adat Awyu yang berupaya mempertahankan hutan adat mereka dari ekspansi perusahaan sawit di Boven Digoel, Papua Selatan. Hendrikus Woro, perwakilan suku Awyu, mengaku kecewa dengan keputusan ini. "Saya merasa kecewa dan sakit hati karena saya sendiri sudah tidak ada jalan keluar lain yang saya harapkan untuk bisa melindungi dan menyelamatkan tanah dan manusia di wilayah tanah adat saya," ujar Hendrikus dalam pernyataan persnya yang diterbitkan oleh WALHI pada Senin (4/11/2024). Ia juga menyayangkan minimnya dukungan dari pemerintah dalam memperjuangkan hak masyarakat adat. "Kepada siapa saya harus berharap dan saya harus berjalan ke mana lagi?" lanjutnya. Putusan kasasi MA, yang tertuang dalam Nomor 458 K/TUN/LH/2024, dikeluarkan pada 18 September dan baru dapat diakses secara publik pada 1 November. Dalam keputusan tersebut, seorang hakim, Yodi Martono Wahyunadi, memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait tenggat waktu pengajuan gugatan. Hakim Yodi menganggap perhitungan waktu gugatan seharusnya mempertimbangkan hari kerja dan hari libur lokal Papua, namun pandangannya tidak didukung oleh mayoritas hakim lainnya. "Mahkamah Agung inkonsisten dalam menerapkan aturan yang mereka buat. Padahal Peraturan MA adalah petunjuk bagi peradilan internal," kata Tigor Hutapea, anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua. Ia menambahkan bahwa meski putusan MA menolak kasasi, dissenting opinion hakim Yodi menunjukkan bahwa izin lingkungan yang dikeluarkan untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL) dinilai belum mengakomodasi kepentingan masyarakat adat. Keputusan ini menambah daftar panjang kesulitan yang dihadapi masyarakat adat Papua. "Ini menjadi kabar duka bagi masyarakat Awyu karena pemerintah dan hukum belum berpihak kepada masyarakat adat," kata Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia. Sekar juga menyoroti pentingnya hutan Papua sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati yang terancam oleh proyek sawit dan food estate. Dukungan publik terhadap perjuangan masyarakat adat Awyu tetap kuat. Sebelumnya, lebih dari 253.823 tanda tangan dari masyarakat telah diserahkan ke MA sebagai dukungan bagi kasasi ini, dengan tagar #AllEyesOnPapua ramai diperbincangkan di media sosial. Namun, dukungan tersebut belum mampu mempengaruhi putusan hukum. Emanuel Gobay, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, menegaskan bahwa masyarakat adat tetap memiliki hak atas hutan adat mereka. "Pada prinsipnya kepemilikan izin oleh perusahaan tidak menghilangkan hak masyarakat adat atas tanah," ujarnya. Emanuel berharap publik terus mendukung perjuangan masyarakat adat Papua dalam mempertahankan hutan yang telah mereka jaga turun-temurun. WALHI Papua melalui Direktur Eksekutif Daerahnya, Maikel, juga menyerukan solidaritas masyarakat. "Pulau Papua adalah Tanah Adat yang dimiliki oleh dua ratusan Marga. Kami meminta publik mendukung perjuangan suku Awyu dan masyarakat adat di seluruh Tanah Papua," pungkasnya. Perjuangan masyarakat adat Awyu dalam mempertahankan hutan Papua masih terus berlangsung. Putusan MA ini menjadi peringatan akan perlunya perbaikan dalam sistem hukum dan perlindungan bagi masyarakat adat yang mempertahankan kelestarian alam dari ancaman ekspansi industri.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/11/WhatsApp-Image-2024-11-05-at-16.42.05_92f2bb77-300x200.jpg
WALHI Kecam Hilirisasi Nikel yang Picu Kriminalisasi Warga Morowali https://beritabaru.co/walhi-kecam-hilirisasi-nikel-yang-picu-kriminalisasi-warga-morowali/ Fri, 01 Nov 2024 08:07:07 +0000 https://beritabaru.co/?p=188306 WALHI, Koalisi Anti SLAPP

Berita Baru, JakartaKonflik agraria dan kerusakan lingkungan semakin memanas di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, akibat proyek hilirisasi nikel yang melibatkan PT Huabao Industrial Park (PT IHIP). Dalam siaran pers yang dikeluarkan Jumat, (1/11/2024), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menyoroti dampak negatif dari proyek ini yang tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga menyebabkan kriminalisasi terhadap warga setempat. "Masyarakat Morowali semakin terpinggirkan dan diintimidasi atas nama hilirisasi mineral. Mereka yang mencoba mempertahankan haknya justru menghadapi ancaman hukum dan penindasan," ungkap WALHI Nasional. Berdasarkan data WALHI, upaya pembungkaman terhadap masyarakat meningkat sejak PT IHIP beroperasi di Kecamatan Bungku Barat. Di antaranya, pada 10 Oktober 2024, lima warga Desa Ambunu dipanggil oleh Polda Sulawesi Tengah terkait aksi blokade jalan sebagai bentuk protes. Aksi blokade dilakukan setelah PT BTIIG, yang beroperasi di kawasan industri PT IHIP, mengklaim sepihak jalan desa sebagai jalan perusahaan. Konflik ini memuncak setelah tersebar video yang menunjukkan perwakilan perusahaan, Riski, menyatakan jalan tersebut sah milik PT BTIIG berdasarkan perjanjian tukar guling dengan Pemkab Morowali. "Ini tidak adil! Masyarakat dibuat tidak ada pilihan lain, sementara perusahaan menggunakan segala cara untuk menekan warga," tambah WALHI Nasional. Ia menambahkan bahwa WALHI bersama Koalisi Anti-SLAPP menuntut perlindungan hak warga tanpa intimidasi, serta menuntut pemerintah mengkaji ulang kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai merugikan warga dan merusak lingkungan. Kehadiran kawasan industri nikel PT IHIP telah berdampak buruk terhadap kesehatan warga, merusak ekosistem laut, serta menyebabkan kehilangan lahan pertanian warga. Menurut WALHI, sejak 2022, sekitar 14 hektare lahan sawit di Desa Ambunu digusur tanpa pemberitahuan. "Praktik perampasan ini mengingatkan kita pada era kolonialisme. Hak-hak warga diinjak demi kepentingan industri," ujar WALHI Nasional. WALHI dan organisasi masyarakat sipil lainnya menyerukan kepada pemerintah untuk mengendalikan produksi nikel, mengingat lonjakan produksi dari 32 juta ton pada 2020 menjadi 71,4 juta ton di 2024. Peningkatan ini dikaitkan dengan darurat iklim yang menuntut lebih banyak mineral kritis untuk energi terbarukan, namun berdampak buruk pada masyarakat lokal. Masyarakat Morowali melalui Koalisi Anti-SLAPP meminta pemerintah membatalkan kesepakatan jalan desa yang melibatkan perusahaan tanpa melibatkan masyarakat. "Jika ini dibiarkan, konflik akan terus terjadi dan warga akan terus menjadi korban kriminalisasi," tutup WALHI Nasional.]]>
WALHI, Koalisi Anti SLAPP

Berita Baru, JakartaKonflik agraria dan kerusakan lingkungan semakin memanas di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, akibat proyek hilirisasi nikel yang melibatkan PT Huabao Industrial Park (PT IHIP). Dalam siaran pers yang dikeluarkan Jumat, (1/11/2024), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menyoroti dampak negatif dari proyek ini yang tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga menyebabkan kriminalisasi terhadap warga setempat. "Masyarakat Morowali semakin terpinggirkan dan diintimidasi atas nama hilirisasi mineral. Mereka yang mencoba mempertahankan haknya justru menghadapi ancaman hukum dan penindasan," ungkap WALHI Nasional. Berdasarkan data WALHI, upaya pembungkaman terhadap masyarakat meningkat sejak PT IHIP beroperasi di Kecamatan Bungku Barat. Di antaranya, pada 10 Oktober 2024, lima warga Desa Ambunu dipanggil oleh Polda Sulawesi Tengah terkait aksi blokade jalan sebagai bentuk protes. Aksi blokade dilakukan setelah PT BTIIG, yang beroperasi di kawasan industri PT IHIP, mengklaim sepihak jalan desa sebagai jalan perusahaan. Konflik ini memuncak setelah tersebar video yang menunjukkan perwakilan perusahaan, Riski, menyatakan jalan tersebut sah milik PT BTIIG berdasarkan perjanjian tukar guling dengan Pemkab Morowali. "Ini tidak adil! Masyarakat dibuat tidak ada pilihan lain, sementara perusahaan menggunakan segala cara untuk menekan warga," tambah WALHI Nasional. Ia menambahkan bahwa WALHI bersama Koalisi Anti-SLAPP menuntut perlindungan hak warga tanpa intimidasi, serta menuntut pemerintah mengkaji ulang kebijakan hilirisasi nikel yang dinilai merugikan warga dan merusak lingkungan. Kehadiran kawasan industri nikel PT IHIP telah berdampak buruk terhadap kesehatan warga, merusak ekosistem laut, serta menyebabkan kehilangan lahan pertanian warga. Menurut WALHI, sejak 2022, sekitar 14 hektare lahan sawit di Desa Ambunu digusur tanpa pemberitahuan. "Praktik perampasan ini mengingatkan kita pada era kolonialisme. Hak-hak warga diinjak demi kepentingan industri," ujar WALHI Nasional. WALHI dan organisasi masyarakat sipil lainnya menyerukan kepada pemerintah untuk mengendalikan produksi nikel, mengingat lonjakan produksi dari 32 juta ton pada 2020 menjadi 71,4 juta ton di 2024. Peningkatan ini dikaitkan dengan darurat iklim yang menuntut lebih banyak mineral kritis untuk energi terbarukan, namun berdampak buruk pada masyarakat lokal. Masyarakat Morowali melalui Koalisi Anti-SLAPP meminta pemerintah membatalkan kesepakatan jalan desa yang melibatkan perusahaan tanpa melibatkan masyarakat. "Jika ini dibiarkan, konflik akan terus terjadi dan warga akan terus menjadi korban kriminalisasi," tutup WALHI Nasional.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/11/WhatsApp-Image-2024-10-31-at-17.03.03-scaled-1-300x225.jpeg
Lembaga Keuangan Uni Eropa Diduga Danai Aksi Perusakan Lingkungan https://beritabaru.co/lembaga-keuangan-uni-eropa-diduga-danai-aksi-perusakan-lingkungan/ Fri, 01 Nov 2024 06:20:30 +0000 https://beritabaru.co/?p=188251 AMDAL kerusakan lingkungan

Berita Baru, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Uni Eropa baru-baru ini merilis laporan yang mengungkap hubungan antara lembaga keuangan dan kerusakan lingkungan. Laporan ini, yang didasarkan pada data lembaga riset Profundo, menunjukkan bahwa sejak ditandatanganinya Perjanjian Paris pada akhir 2015, aliran kredit global mencapai sekitar US$1,257 triliun (€1,156 triliun atau setara Rp19.842 triliun) ke perusahaan-perusahaan yang berisiko terhadap ekosistem dan iklim. Dalam laporan yang dirilis oleh Greenpeace International, Friends of the Earth Belanda, dan beberapa organisasi masyarakat sipil lain yang bertajuk “Uni Eropa Membiayai Perusakan Ekosistem” (EU bankrolling ecosystem destruction) menyoroti pendanaan yang mengalir dari lembaga-lembaga keuangan di Uni Eropa. Menurut riset ini, sekitar seperlima dari total kredit global, atau sekitar €256 miliar (setara Rp4.394 triliun), berasal dari lembaga keuangan di 27 negara anggota Uni Eropa. Pendanaan tersebut mengalir kepada 135 perusahaan di sektor yang berpotensi merusak lingkungan hidup, seperti kedelai, peternakan, kelapa sawit, karet, kayu, dan komoditas lainnya. Dalam laporan ini, perusahaan-perusahaan besar seperti JBS (Brasil), Cargill (Amerika Serikat), serta dua grup bisnis Indonesia, Royal Golden Eagle dan Sinarmas, diidentifikasi sebagai penerima dana dari lembaga keuangan Uni Eropa. “Uni Eropa dan Indonesia perlu lebih ketat meregulasi lembaga-lembaga keuangan di negara masing-masing agar lebih bertanggung jawab dan tidak ikut membiayai perusakan lingkungan. Hal ini sebenarnya sudah menjadi catatan kami dan Milieudefensie (Friends of the Earth Belanda) pada saat pembahasan draf Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR dulu. Penting bagi Uni Eropa untuk membuktikan komitmen pelindungan iklim mereka,” kata Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Ia menambahkan bahwa catatan ini sudah disampaikan pada saat pembahasan draf Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR. EUDR, yang diadopsi pada Mei 2023, dimaksudkan untuk mencapai komitmen iklim dan keanekaragaman hayati global Uni Eropa. Kebijakan ini bertujuan mengurangi dampak lingkungan dari konsumsi Uni Eropa dengan mewajibkan korporasi memastikan bahwa produk mereka tidak berasal dari deforestasi yang terjadi setelah Desember 2020. Meskipun demikian, kebijakan ini belum mengatur mengenai pendanaan yang mengarah pada perusakan lingkungan, sehingga organisasi lingkungan dan HAM mendesak Komisi Uni Eropa untuk memperbaiki kebijakan tersebut sebelum Juni 2025. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan petani swadaya juga menjadi perhatian penting dalam perbaikan kebijakan anti-deforestasi Uni Eropa. Kebijakan EUDR saat ini belum tegas dalam menekankan negara-negara produsen untuk menghormati hak-hak masyarakat adat. Praktik industri sawit di Indonesia, yang di masa lalu merampas lahan masyarakat adat dan menghancurkan hutan, perlu menjadi pelajaran agar tidak terulang. Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengingatkan bahwa, “Temuan laporan ini harus menjadi perhatian khusus gugus tugas EUDR yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa, untuk memastikan aliran dana investasi ini hanya disalurkan untuk mengembangkan pekebun kecil dan rantai pasok yang bebas deforestasi.” Ia menekankan perlunya pemerintah Indonesia memperkuat komitmen iklim agar tidak ada lagi deforestasi, karena hal ini sangat berkontribusi pada krisis iklim.]]>
AMDAL kerusakan lingkungan

Berita Baru, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Uni Eropa baru-baru ini merilis laporan yang mengungkap hubungan antara lembaga keuangan dan kerusakan lingkungan. Laporan ini, yang didasarkan pada data lembaga riset Profundo, menunjukkan bahwa sejak ditandatanganinya Perjanjian Paris pada akhir 2015, aliran kredit global mencapai sekitar US$1,257 triliun (€1,156 triliun atau setara Rp19.842 triliun) ke perusahaan-perusahaan yang berisiko terhadap ekosistem dan iklim. Dalam laporan yang dirilis oleh Greenpeace International, Friends of the Earth Belanda, dan beberapa organisasi masyarakat sipil lain yang bertajuk “Uni Eropa Membiayai Perusakan Ekosistem” (EU bankrolling ecosystem destruction) menyoroti pendanaan yang mengalir dari lembaga-lembaga keuangan di Uni Eropa. Menurut riset ini, sekitar seperlima dari total kredit global, atau sekitar €256 miliar (setara Rp4.394 triliun), berasal dari lembaga keuangan di 27 negara anggota Uni Eropa. Pendanaan tersebut mengalir kepada 135 perusahaan di sektor yang berpotensi merusak lingkungan hidup, seperti kedelai, peternakan, kelapa sawit, karet, kayu, dan komoditas lainnya. Dalam laporan ini, perusahaan-perusahaan besar seperti JBS (Brasil), Cargill (Amerika Serikat), serta dua grup bisnis Indonesia, Royal Golden Eagle dan Sinarmas, diidentifikasi sebagai penerima dana dari lembaga keuangan Uni Eropa. “Uni Eropa dan Indonesia perlu lebih ketat meregulasi lembaga-lembaga keuangan di negara masing-masing agar lebih bertanggung jawab dan tidak ikut membiayai perusakan lingkungan. Hal ini sebenarnya sudah menjadi catatan kami dan Milieudefensie (Friends of the Earth Belanda) pada saat pembahasan draf Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR dulu. Penting bagi Uni Eropa untuk membuktikan komitmen pelindungan iklim mereka,” kata Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Ia menambahkan bahwa catatan ini sudah disampaikan pada saat pembahasan draf Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR. EUDR, yang diadopsi pada Mei 2023, dimaksudkan untuk mencapai komitmen iklim dan keanekaragaman hayati global Uni Eropa. Kebijakan ini bertujuan mengurangi dampak lingkungan dari konsumsi Uni Eropa dengan mewajibkan korporasi memastikan bahwa produk mereka tidak berasal dari deforestasi yang terjadi setelah Desember 2020. Meskipun demikian, kebijakan ini belum mengatur mengenai pendanaan yang mengarah pada perusakan lingkungan, sehingga organisasi lingkungan dan HAM mendesak Komisi Uni Eropa untuk memperbaiki kebijakan tersebut sebelum Juni 2025. Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan petani swadaya juga menjadi perhatian penting dalam perbaikan kebijakan anti-deforestasi Uni Eropa. Kebijakan EUDR saat ini belum tegas dalam menekankan negara-negara produsen untuk menghormati hak-hak masyarakat adat. Praktik industri sawit di Indonesia, yang di masa lalu merampas lahan masyarakat adat dan menghancurkan hutan, perlu menjadi pelajaran agar tidak terulang. Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengingatkan bahwa, “Temuan laporan ini harus menjadi perhatian khusus gugus tugas EUDR yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa, untuk memastikan aliran dana investasi ini hanya disalurkan untuk mengembangkan pekebun kecil dan rantai pasok yang bebas deforestasi.” Ia menekankan perlunya pemerintah Indonesia memperkuat komitmen iklim agar tidak ada lagi deforestasi, karena hal ini sangat berkontribusi pada krisis iklim.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2023/01/Macam-macam-kerusakan-lingkungan-300x167.jpg
Kebijakan Ekstraktif Prabowo-Gibran Dinilai WALHI sebagai Ancaman Lingkungan dan Masyarakat Adat https://beritabaru.co/kebijakan-ekstraktif-prabowo-gibran-dinilai-walhi-sebagai-ancaman-lingkungan-dan-masyarakat-adat/ Thu, 31 Oct 2024 04:00:26 +0000 https://beritabaru.co/?p=188177 Kebijakan Ekstraktif Prabowo-Gibran Dinilai WALHI sebagai Ancaman Lingkungan dan Masyarakat Adat

Berita Baru, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti pidato Prabowo Subianto saat pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029, serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan di awal masa pemerintahannya. Kebijakan yang disoroti terutama terkait ekstraktivisme, yang masih menjadi fokus utama dalam berbagai program strategis seperti ketahanan pangan, energi, dan hilirisasi. Menurut WALHI, model ketahanan pangan yang diusung oleh pemerintahan Prabowo-Gibran masih bertumpu pada proyek-proyek skala besar seperti Food Estate. Salah satu proyek besar yang sedang berjalan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke, Papua Selatan, yang akan membuka dua juta hektar hutan adat untuk kebun pangan padi dan tebu. "Proyek ini berpotensi menjadi penyebab deforestasi terbesar di Indonesia," tegas WALHI dalam pernyataan resminya pada Selasa (30/10/2024). WALHI juga menyoroti bahwa proyek serupa di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara telah terbukti gagal. Proyek tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan ekologis, tetapi juga mengakibatkan perampasan tanah masyarakat. Dalam konteks ketahanan energi, WALHI mengkritisi pemerintah yang masih mengandalkan pembangkit energi berbasis fosil, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, serta biofuel berbasis sawit. Semua ini, menurut WALHI, hanya akan mempercepat pembukaan lahan untuk perkebunan monokultur, baik sawit maupun tebu. Di sisi lain, WALHI juga melihat adanya pola pengambilan kebijakan yang mempermudah penerbitan izin untuk pembangunan proyek-proyek besar. Penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Kelautan di bawah Kementerian Koordinator Pangan dianggap sebagai langkah untuk memperlancar proses perizinan proyek-proyek besar seperti Food Estate dan Shrimp Estate di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, Kementerian ATR/BPN yang kini berada di bawah Kementerian Koordinator Infrastruktur juga dicurigai bertujuan mempermudah pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional. "Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pertanian, dan Wakil Menteri Kehutanan saat ini memiliki afiliasi kuat dengan pengusaha besar seperti Haji Isam," ungkap WALHI. Haji Isam, seorang pengusaha asal Kalimantan Selatan, dikaitkan dengan proyek Food Estate di Merauke, Papua. Sejak Juli 2024, alat-alat berat seperti ekskavator telah dikirim ke Merauke, yang menandakan percepatan pelaksanaan proyek tersebut. WALHI menambahkan, proyek tersebut berdampak langsung pada masyarakat adat Marind Maklew di Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke. Konflik sudah mulai muncul akibat penggusuran hutan adat untuk pembangunan infrastruktur, termasuk dermaga dan cetak sawah. "Diperkirakan lebih dari 50.000 masyarakat adat akan terdampak oleh proyek ini," kata WALHI. Selain konflik sosial, WALHI memperingatkan bahwa proyek ini akan menyebabkan kerusakan ekologis yang parah, termasuk risiko banjir, longsor, dan pelepasan emisi dalam skala besar. Dalam sejarah pembangunan Food Estate di Indonesia, WALHI mencatat bahwa belum ada proyek yang berhasil. Sebagai contoh, pembangunan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan Tengah pada masa pemerintahan Soeharto gagal total dan justru menyebabkan kebakaran hutan serta kerusakan gambut. Hal serupa juga terjadi pada proyek MIFEE di Maluku dan Papua, serta proyek di Sumatera Utara. Terakhir, WALHI mempertanyakan pembentukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) yang disebut sebagai reinkarnasi dari BAPEDAL. "Jika pembentukan BPLH tidak dibarengi dengan instrumen penindakan yang kuat, badan ini hanya akan menjadi macan ompong," kritik WALHI. Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai struktur dan kewenangan badan baru tersebut, yang penting untuk pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran lingkungan di daerah.]]>
Kebijakan Ekstraktif Prabowo-Gibran Dinilai WALHI sebagai Ancaman Lingkungan dan Masyarakat Adat

Berita Baru, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti pidato Prabowo Subianto saat pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029, serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan di awal masa pemerintahannya. Kebijakan yang disoroti terutama terkait ekstraktivisme, yang masih menjadi fokus utama dalam berbagai program strategis seperti ketahanan pangan, energi, dan hilirisasi. Menurut WALHI, model ketahanan pangan yang diusung oleh pemerintahan Prabowo-Gibran masih bertumpu pada proyek-proyek skala besar seperti Food Estate. Salah satu proyek besar yang sedang berjalan adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke, Papua Selatan, yang akan membuka dua juta hektar hutan adat untuk kebun pangan padi dan tebu. "Proyek ini berpotensi menjadi penyebab deforestasi terbesar di Indonesia," tegas WALHI dalam pernyataan resminya pada Selasa (30/10/2024). WALHI juga menyoroti bahwa proyek serupa di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara telah terbukti gagal. Proyek tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan ekologis, tetapi juga mengakibatkan perampasan tanah masyarakat. Dalam konteks ketahanan energi, WALHI mengkritisi pemerintah yang masih mengandalkan pembangkit energi berbasis fosil, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, serta biofuel berbasis sawit. Semua ini, menurut WALHI, hanya akan mempercepat pembukaan lahan untuk perkebunan monokultur, baik sawit maupun tebu. Di sisi lain, WALHI juga melihat adanya pola pengambilan kebijakan yang mempermudah penerbitan izin untuk pembangunan proyek-proyek besar. Penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Kelautan di bawah Kementerian Koordinator Pangan dianggap sebagai langkah untuk memperlancar proses perizinan proyek-proyek besar seperti Food Estate dan Shrimp Estate di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, Kementerian ATR/BPN yang kini berada di bawah Kementerian Koordinator Infrastruktur juga dicurigai bertujuan mempermudah pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional. "Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pertanian, dan Wakil Menteri Kehutanan saat ini memiliki afiliasi kuat dengan pengusaha besar seperti Haji Isam," ungkap WALHI. Haji Isam, seorang pengusaha asal Kalimantan Selatan, dikaitkan dengan proyek Food Estate di Merauke, Papua. Sejak Juli 2024, alat-alat berat seperti ekskavator telah dikirim ke Merauke, yang menandakan percepatan pelaksanaan proyek tersebut. WALHI menambahkan, proyek tersebut berdampak langsung pada masyarakat adat Marind Maklew di Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke. Konflik sudah mulai muncul akibat penggusuran hutan adat untuk pembangunan infrastruktur, termasuk dermaga dan cetak sawah. "Diperkirakan lebih dari 50.000 masyarakat adat akan terdampak oleh proyek ini," kata WALHI. Selain konflik sosial, WALHI memperingatkan bahwa proyek ini akan menyebabkan kerusakan ekologis yang parah, termasuk risiko banjir, longsor, dan pelepasan emisi dalam skala besar. Dalam sejarah pembangunan Food Estate di Indonesia, WALHI mencatat bahwa belum ada proyek yang berhasil. Sebagai contoh, pembangunan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan Tengah pada masa pemerintahan Soeharto gagal total dan justru menyebabkan kebakaran hutan serta kerusakan gambut. Hal serupa juga terjadi pada proyek MIFEE di Maluku dan Papua, serta proyek di Sumatera Utara. Terakhir, WALHI mempertanyakan pembentukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) yang disebut sebagai reinkarnasi dari BAPEDAL. "Jika pembentukan BPLH tidak dibarengi dengan instrumen penindakan yang kuat, badan ini hanya akan menjadi macan ompong," kritik WALHI. Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai struktur dan kewenangan badan baru tersebut, yang penting untuk pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran lingkungan di daerah.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2023/05/ivhxhn8yq0fitgt6zpsi-300x169.jpg