Pajak Minerba – Beritabaru.co https://beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Wed, 12 Feb 2020 21:13:20 +0000 id hourly 1 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2019/09/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png Pajak Minerba – Beritabaru.co https://beritabaru.co 32 32 FITRA Nilai PNBP Minerba Belum Maksimal https://beritabaru.co/fitra-nilai-pnbp-minerba-belum-maksimal/ https://beritabaru.co/fitra-nilai-pnbp-minerba-belum-maksimal/#respond Wed, 12 Feb 2020 21:13:17 +0000 https://beritabaru.co/?p=16414 FITRA Nilai PNBP Minerba Belum Maksimal

Berita Baru, Jakarta - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI pada Selasa (11/2), Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyanto menyampaikan bahwa produksi batubara tahun 2019 mencapai 616,16 juta ton, sedangkan penjualannya sebesar 634,76 ton.

Adapun realisasi pajak dari sektor Minerba mencapai Rp36,3 triliun dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp44,9 triliun.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan menjelaskan bahwa jumlah produksi batubara yang sangat besar dirasa belum maksimal memberikan dampak pendapatan. Meskipun realisasi yang diperoleh telah melampaui target, khususnya pada PNBP.

"Target pendapatan negara dari sektor Minerba, untuk PNBP nya saja sebesar Rp43,7 T namun realisasinya Rp44,87 T atau 103,7%. Tapi memang dari potensi produksi yang besar, dirasa masih belum maksimal menghasilkan dampak pendapatan". Tutur Misbah kepada Beritabaru.co Rabu (12/2).

Dari kajian FITRA, lanjut Misbah, selama ini faktor kurang maksimalnya pendapatan tersebut disebabkan oleh lebih dari 60 persen izin usaha pertambangan (IUP) daerah kurang memahami cara menghitung PNBP. Kedua, di Indonesia hanya ada 700 inspektur tambang dan sering dimutasi.

"Sehingga secara kapasitas dan cakupan kekurangan SDM, berdampak pada monitoring yang lemah". Jelasnya.

Namun begitu, pakar kebijakan anggaran asal Jepara tersebut menyatakan bahwa tata kelola PNBP di sektor Minerba telah mengalami perubahan, yaitu dari aplikasi SIMPONI menuju e-PNBP yang dikelola langsung oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM. Menurutnya aplikasi ini dapat menjadi syarat untuk keluarnya izin oleh pemerintah dan Pemda, sekaligus untuk memudahkan monitoring dan evaluasi.

"ESDM ini sedang banyak berbendah juga soal data, dengan membuat banyak aplikasi, seperti e-PNBP, MODI dan MOMI, namun yang bisa diakses oleh publik hanya MODI. sisanya ga bisa. MODI itu cukup kaya informasi tapi lebih kepada laporan umum saja". Ucapnya.

Penerimaan Negara Masih Kecil

Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari menilai bahwa pajak dan PNBP tahun 2019 dari sektor Minerba masih terlalu kecil dibandingkan jumlah penjualan batubara saja telah mencapai 634,76 juta ton.

"Intinya selama setahun rerata HBA adalah USD77,89. Jika dikalikan dengan jumlah batubara yang dijual yaitu 634,79 juta ton, maka ada nilai transaksi sebesar USD49,44 Miliar atau setara Rp643,73 triliun jika menggunakan kurs Rp13.000 per USD". Komentar Ratna.

Jika penerimaan pajak dan PNBP hanya sebesar itu, lanjut Ratna, artinya hanya 12,6 persen saja dari nilai transaksi penjualan batubara selama setahun 2019.

"Rasa-rasanya akal sehat saya mengatakan itu terlalu kecil, dibandingkan dampak kegiatan pertambangan terhadap ekologi, kesenjangan sosial, dan bencana Alam". Ucapnya dalam RDP dengan Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

]]>
FITRA Nilai PNBP Minerba Belum Maksimal

Berita Baru, Jakarta - Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI pada Selasa (11/2), Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyanto menyampaikan bahwa produksi batubara tahun 2019 mencapai 616,16 juta ton, sedangkan penjualannya sebesar 634,76 ton.

Adapun realisasi pajak dari sektor Minerba mencapai Rp36,3 triliun dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp44,9 triliun.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan menjelaskan bahwa jumlah produksi batubara yang sangat besar dirasa belum maksimal memberikan dampak pendapatan. Meskipun realisasi yang diperoleh telah melampaui target, khususnya pada PNBP.

"Target pendapatan negara dari sektor Minerba, untuk PNBP nya saja sebesar Rp43,7 T namun realisasinya Rp44,87 T atau 103,7%. Tapi memang dari potensi produksi yang besar, dirasa masih belum maksimal menghasilkan dampak pendapatan". Tutur Misbah kepada Beritabaru.co Rabu (12/2).

Dari kajian FITRA, lanjut Misbah, selama ini faktor kurang maksimalnya pendapatan tersebut disebabkan oleh lebih dari 60 persen izin usaha pertambangan (IUP) daerah kurang memahami cara menghitung PNBP. Kedua, di Indonesia hanya ada 700 inspektur tambang dan sering dimutasi.

"Sehingga secara kapasitas dan cakupan kekurangan SDM, berdampak pada monitoring yang lemah". Jelasnya.

Namun begitu, pakar kebijakan anggaran asal Jepara tersebut menyatakan bahwa tata kelola PNBP di sektor Minerba telah mengalami perubahan, yaitu dari aplikasi SIMPONI menuju e-PNBP yang dikelola langsung oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM. Menurutnya aplikasi ini dapat menjadi syarat untuk keluarnya izin oleh pemerintah dan Pemda, sekaligus untuk memudahkan monitoring dan evaluasi.

"ESDM ini sedang banyak berbendah juga soal data, dengan membuat banyak aplikasi, seperti e-PNBP, MODI dan MOMI, namun yang bisa diakses oleh publik hanya MODI. sisanya ga bisa. MODI itu cukup kaya informasi tapi lebih kepada laporan umum saja". Ucapnya.

Penerimaan Negara Masih Kecil

Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari menilai bahwa pajak dan PNBP tahun 2019 dari sektor Minerba masih terlalu kecil dibandingkan jumlah penjualan batubara saja telah mencapai 634,76 juta ton.

"Intinya selama setahun rerata HBA adalah USD77,89. Jika dikalikan dengan jumlah batubara yang dijual yaitu 634,79 juta ton, maka ada nilai transaksi sebesar USD49,44 Miliar atau setara Rp643,73 triliun jika menggunakan kurs Rp13.000 per USD". Komentar Ratna.

Jika penerimaan pajak dan PNBP hanya sebesar itu, lanjut Ratna, artinya hanya 12,6 persen saja dari nilai transaksi penjualan batubara selama setahun 2019.

"Rasa-rasanya akal sehat saya mengatakan itu terlalu kecil, dibandingkan dampak kegiatan pertambangan terhadap ekologi, kesenjangan sosial, dan bencana Alam". Ucapnya dalam RDP dengan Ditjen Minerba Kementerian ESDM.

]]>
https://beritabaru.co/fitra-nilai-pnbp-minerba-belum-maksimal/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2020/02/IMG_20200213_041111-300x225.jpg
Anggota Komisi VII DPR Pertanyakan Pajak dan PNBP Minerba https://beritabaru.co/anggota-komisi-vii-dpr-pertanyakan-pajak-dan-pnbp-minerba/ https://beritabaru.co/anggota-komisi-vii-dpr-pertanyakan-pajak-dan-pnbp-minerba/#respond Tue, 11 Feb 2020 11:37:06 +0000 https://beritabaru.co/?p=16242 Minerba

Berita Baru, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi VII menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM.

Agenda RDP disebutkan untuk membahas penerimaan negara dan investasi dari sektor pertambangan Minerba.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyanto memaparkan bahwa realisasi penerimaan negara dari sektor Minerba pada tahun 2019 dalam bentuk pajak sebesar Rp36,3 triliun dan PNBP Rp44,9 triliun.

Menanggapi hal itu anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari menyampaikan pendapat secara khusus terkait aspek penerimaan tersebut.

(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Legislator asal Tuban tersebut menyoal data produksi batubara 616,16 juta ton dengan data penjualan batubara yang lebih besar yaitu 634,76 juta ton.

"Bagaimana mungkin selisih data seperti ini bisa terjadi? Tolong dijelaskan, supaya rakyat Indonesia tahu secara clear". Ucap Ratna memulai pernyataannya.

Selain itu Ratna juga mengkritisi selisih angka PNBP dari sektor Minerba tahun 2019 sebesar Rp44,93 triliun yaitu terdiri dari PNBP SDA Minerba dan Penjualan Hasil Tambang. Tapi di dashboard MODI (Minerba One Data Indonesia) yang dikembangkan Ditjen Minerba dipublikasikan hanya Rp44,87 triliun.

"Bagaimana selisih data seperti ini masih bisa terjadi? Yang detail dan teknis beginipun harus diperbaiki. Jangan sampai salah". Lanjutnya.

Secara umum Ratna menilai penerimaan pajak Rp36,3 triliun dan PNBP sebesar Rp44,9 triliun terlalu kecil, melihat jumlah penjualan mencapai 634,76 juta ton.

(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Di sisi lain pemerintah menetapkan harga batubara acuan (HBA) dari USD92,41 (Jan), USD91,80 (Feb), USD90,57 (Mar), USD88,85 (April) sampai akhirnya menjadi USD66,30 (Des).

"Intinya selama setahun rerata HBA adalah USD77,89. Jika dikalikan dengan jumlah batubara yang dijual yaitu 634,76 juta ton, maka ada nilai transaksi sebesar USD49,44 Miliar atau setara Rp643,73 triliun jika menggunakan Kurs 13.000 per USD". Jelasnya.

Jika penerimaan pajak dan PNBP hanya sebesar itu, lanjut Ratna, artinya hanya setara 12,6 persen saja.

"Rasa-rasanya akal sehat saya mengatakan itu terlalu kecil, dibandingkan dampak kegiatan pertambangan terhadap ekologi, kesenjangan sosial, dan bencana alam". Imbuhnya.

Pada bagian akhir pernyataannya, Ratna mengatakan agar investasi dikelola secara lebih berkualitas dan juga mampu memberikan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi melalui pengolahan dan pemurnian.

"Realisasi pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan mineral dan batubara harus dipercepat. Dari 17 unit smelter yang dinyatakan selesai, kemudian 51 smelter yang disebut dalam proses, saya tidak menemukan satupun untuk batubara. Bagaimana strategi akselerasi dari Ditjen Minerba? Berapa target Smelter Batubara sampai 2024?". Tutupnya.

Merespon hal itu, Dirjen Minerba mengakui bahwa input data di dashboard seringkali terlambat.

"Input dashboard memang selalu ketinggalan. Akan selalu diperbaiki. Mohon maaf ini". Jawab Dirjen Minerba.

(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Ia juga menjelaskan terkait masih dianggap rendahnya kontribusi sektor Minerba terhadap penerimaan negara. Menurutnya pengenaan tarif PNBP sudah mulai dihitung dari gross produksi, namun terkait pajak yang menentukan adalah DJP Kemenkeu.

"Kenapa pajaknya kecil, kami biasanya menerima hitungannya dari DJP. Kami tidak tahu". Ucapnya.

Berkaitan dengan smelter untuk Batubara, ia menjelaskan memang baru akan mulai, dan masih dalam tahap feasibility study (FS). Tahapan ini agak lambat karena nilai investasinya mencapai USD3 miliar.

Mahalnya nilai investasi smelter, lanjut Dirjen Minerba, karena teknologinya semua harus beli. [Priyo]

https://www.youtube.com/watch?v=ruAkVx-yECo
]]>
Minerba

Berita Baru, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi VII menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM.

Agenda RDP disebutkan untuk membahas penerimaan negara dan investasi dari sektor pertambangan Minerba.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyanto memaparkan bahwa realisasi penerimaan negara dari sektor Minerba pada tahun 2019 dalam bentuk pajak sebesar Rp36,3 triliun dan PNBP Rp44,9 triliun.

Menanggapi hal itu anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari menyampaikan pendapat secara khusus terkait aspek penerimaan tersebut.

(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Legislator asal Tuban tersebut menyoal data produksi batubara 616,16 juta ton dengan data penjualan batubara yang lebih besar yaitu 634,76 juta ton.

"Bagaimana mungkin selisih data seperti ini bisa terjadi? Tolong dijelaskan, supaya rakyat Indonesia tahu secara clear". Ucap Ratna memulai pernyataannya.

Selain itu Ratna juga mengkritisi selisih angka PNBP dari sektor Minerba tahun 2019 sebesar Rp44,93 triliun yaitu terdiri dari PNBP SDA Minerba dan Penjualan Hasil Tambang. Tapi di dashboard MODI (Minerba One Data Indonesia) yang dikembangkan Ditjen Minerba dipublikasikan hanya Rp44,87 triliun.

"Bagaimana selisih data seperti ini masih bisa terjadi? Yang detail dan teknis beginipun harus diperbaiki. Jangan sampai salah". Lanjutnya.

Secara umum Ratna menilai penerimaan pajak Rp36,3 triliun dan PNBP sebesar Rp44,9 triliun terlalu kecil, melihat jumlah penjualan mencapai 634,76 juta ton.

(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Di sisi lain pemerintah menetapkan harga batubara acuan (HBA) dari USD92,41 (Jan), USD91,80 (Feb), USD90,57 (Mar), USD88,85 (April) sampai akhirnya menjadi USD66,30 (Des).

"Intinya selama setahun rerata HBA adalah USD77,89. Jika dikalikan dengan jumlah batubara yang dijual yaitu 634,76 juta ton, maka ada nilai transaksi sebesar USD49,44 Miliar atau setara Rp643,73 triliun jika menggunakan Kurs 13.000 per USD". Jelasnya.

Jika penerimaan pajak dan PNBP hanya sebesar itu, lanjut Ratna, artinya hanya setara 12,6 persen saja.

"Rasa-rasanya akal sehat saya mengatakan itu terlalu kecil, dibandingkan dampak kegiatan pertambangan terhadap ekologi, kesenjangan sosial, dan bencana alam". Imbuhnya.

Pada bagian akhir pernyataannya, Ratna mengatakan agar investasi dikelola secara lebih berkualitas dan juga mampu memberikan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi melalui pengolahan dan pemurnian.

"Realisasi pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan mineral dan batubara harus dipercepat. Dari 17 unit smelter yang dinyatakan selesai, kemudian 51 smelter yang disebut dalam proses, saya tidak menemukan satupun untuk batubara. Bagaimana strategi akselerasi dari Ditjen Minerba? Berapa target Smelter Batubara sampai 2024?". Tutupnya.

Merespon hal itu, Dirjen Minerba mengakui bahwa input data di dashboard seringkali terlambat.

"Input dashboard memang selalu ketinggalan. Akan selalu diperbaiki. Mohon maaf ini". Jawab Dirjen Minerba.

(Foto: Te Es/Beritabaru.co)

Ia juga menjelaskan terkait masih dianggap rendahnya kontribusi sektor Minerba terhadap penerimaan negara. Menurutnya pengenaan tarif PNBP sudah mulai dihitung dari gross produksi, namun terkait pajak yang menentukan adalah DJP Kemenkeu.

"Kenapa pajaknya kecil, kami biasanya menerima hitungannya dari DJP. Kami tidak tahu". Ucapnya.

Berkaitan dengan smelter untuk Batubara, ia menjelaskan memang baru akan mulai, dan masih dalam tahap feasibility study (FS). Tahapan ini agak lambat karena nilai investasinya mencapai USD3 miliar.

Mahalnya nilai investasi smelter, lanjut Dirjen Minerba, karena teknologinya semua harus beli. [Priyo]

https://www.youtube.com/watch?v=ruAkVx-yECo
]]>
https://beritabaru.co/anggota-komisi-vii-dpr-pertanyakan-pajak-dan-pnbp-minerba/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2020/02/Minerba-4-300x200.jpg