Kondisi Hidup Layak – Beritabaru.co https://beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Sun, 22 Nov 2020 10:06:22 +0000 id hourly 1 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2019/09/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png Kondisi Hidup Layak – Beritabaru.co https://beritabaru.co 32 32 Sayonara KHL! https://beritabaru.co/sayonara-khl/ https://beritabaru.co/sayonara-khl/#respond Sun, 22 Nov 2020 09:27:33 +0000 http://beritabaru.co/?p=48339 Sayonara KHL!

Opini :

Timboel Siregar
(Direktur BPJS Watch)


Survey yang dirilis perusahaan konsultan ECA Internasional memperkirakan gaji pekerja di Asia Pasifik akan naik rata-rata 4,3% di tahun 2021. Rilis ini pun memprediksi gaji pekerja di Indonesia akan naik paling tinggi di tahun 2021 yaitu sebesar 3,8%, diikuti oleh Israel sebesar 2,8% dan Singapura serta Thailand yang masing-masing diprediksi tumbuh sebesar 2,7%.

Saya menilai kenaikan ini terkait beberapa hal seperti tingkat budaya dialog sosial di Asia yang lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya. Selain itu pekerja di kawasan Asia sangat mendukung prakarsa upah berdasarkan upah minimum. Tentunya hal ini berdampak pada kenaikan upah di Asia.

Menurut laporan Kantor Regional ILO untuk Asia-Pasifik, upah rata-rata di Kawasan Asia memperlihatkan pertumbuhan lebih dari dua kali lipat dibandingkan belahan dunia yang lain, hingga munculnya krisis keuangan. Kenaikan upah rata-rata ini terkait dengan perkembangan dialog sosial dan prakarsa upah minimum di berbagai negara di kawasan Asia ini (Laporan Upah Global 2016/17 - Suplemen Asia dan Pasifik).

Selain itu, Kawasan Asian merupakan pasar yang harus dijaga daya beli masyarakatnya sehingga perputaran barang dan jasa yang diproduksi dapat meningkat. Daya beli masyarakat didukung oleh tingkat upah sehingga kenaikan upah di Kawasan Asia yang lebih besar merupakan strategi untuk menjaga daya beli masyarakat Asia.

Perkiraan kenaikan upah di 2021 sebesar 3,8% merupakan hal yang wajar mengingat tingkat inflasi tahunan (year on year) menunjukkan angka 1,44% di Oktober 2020. BPS mengumumkan bahwa laju inflasi pada Oktober 2020 adalah sebesar 0,07%. Dengan demikian, inflasi tahun kalender pada Januari hingga Oktober 2020 tercatat 0,95% dan inflasi tahunan 1,44%.

Dengan tingkat inflasi ini dan kenaikan upah minimum yang masih mengacu kepada PP No. 78 Tahun 2015, beberapa Gubernur yang menaikan upah minimum masih berdasarkan pada amanat Pasal 44 PP No. 78 tersebut, yaitu menaikan Upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan tersebut pun wajar mengingat Indonesia merupakan pasar yang potensial di negara Asia. Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2020 mencapai Rp. 3.687,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.589,6 triliun, yang merupakan terbesar di antara negara Asean. Sekitar 57% pertumbuhan PDB disumbang oleh konsumsi agregat sehingga daya beli masyarakat dominan mempengaruhi pertumbuhan PDB kita. Oleh karenanya perkiraan kenaikan upah 3,8% di 2021 juga diabdikan untuk menunjang daya beli pekerja yang mendukung konsumsi agregat.

Tentunya ke depan, perkiraan kenaikan upah paska 2021 tidak lagi seperti tahun sebelumnya karena acuan kenaikan upah minimum pada Pasal 88D ayat (2) UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mengamanatkan formula perhitungan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi ATAU inflasi, tidak diperhitungkan keduanya. Perhitungan berdasarkan nilai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) tidak lagi menjadi acuan seperti yang diterapkan di UU Ketenagakerjaan. KHL yang dihapuskan di UU cipta Kerja ini akan membuat perhitungan upah minimum menjadi bias, dan upah minimum tidak lagi mencerminkan tingkat konsumsi riil pekerja dan keluarganya.

Tentunya ketentuan baru ini akan mengacam daya beli pekerja sehingga akan mepengaruhi konsumsi agregat, dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi upah minimum pekerja di sektor mikro dan kecil hanya didasari pada persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat, yang nilainya dipastikan jauh di bawah ketentuan upah minimum yang berlaku.

Penentuan nilai KHL dengan semangat dialog sosial tidak akan pernah terjadi lagi bagi pelaku hubungan industrial, karena memang penentuan upah minimum dijauhkan dari dialog sosial di UU Cipta Kerja. Seharusnya KHL dipertahankan dengan membangun terus budaya dialog sosial, sehingga bisa menunjukkan tingkat konsumsi riil pekerja dan peningkatannnya pun terukur, tidak berdasarkan tingkat inflasi seluruh barang dan jasa, yang juga menghitung tingkat inflasi barang mewah yang memang tidak dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya.

KHL hanya tinggal kenangan. Sayonara KHL !!!!

Pinang Ranti, 22 November 2020

]]>
Sayonara KHL!

Opini :

Timboel Siregar
(Direktur BPJS Watch)


Survey yang dirilis perusahaan konsultan ECA Internasional memperkirakan gaji pekerja di Asia Pasifik akan naik rata-rata 4,3% di tahun 2021. Rilis ini pun memprediksi gaji pekerja di Indonesia akan naik paling tinggi di tahun 2021 yaitu sebesar 3,8%, diikuti oleh Israel sebesar 2,8% dan Singapura serta Thailand yang masing-masing diprediksi tumbuh sebesar 2,7%.

Saya menilai kenaikan ini terkait beberapa hal seperti tingkat budaya dialog sosial di Asia yang lebih baik dibandingkan dengan negara lainnya. Selain itu pekerja di kawasan Asia sangat mendukung prakarsa upah berdasarkan upah minimum. Tentunya hal ini berdampak pada kenaikan upah di Asia.

Menurut laporan Kantor Regional ILO untuk Asia-Pasifik, upah rata-rata di Kawasan Asia memperlihatkan pertumbuhan lebih dari dua kali lipat dibandingkan belahan dunia yang lain, hingga munculnya krisis keuangan. Kenaikan upah rata-rata ini terkait dengan perkembangan dialog sosial dan prakarsa upah minimum di berbagai negara di kawasan Asia ini (Laporan Upah Global 2016/17 - Suplemen Asia dan Pasifik).

Selain itu, Kawasan Asian merupakan pasar yang harus dijaga daya beli masyarakatnya sehingga perputaran barang dan jasa yang diproduksi dapat meningkat. Daya beli masyarakat didukung oleh tingkat upah sehingga kenaikan upah di Kawasan Asia yang lebih besar merupakan strategi untuk menjaga daya beli masyarakat Asia.

Perkiraan kenaikan upah di 2021 sebesar 3,8% merupakan hal yang wajar mengingat tingkat inflasi tahunan (year on year) menunjukkan angka 1,44% di Oktober 2020. BPS mengumumkan bahwa laju inflasi pada Oktober 2020 adalah sebesar 0,07%. Dengan demikian, inflasi tahun kalender pada Januari hingga Oktober 2020 tercatat 0,95% dan inflasi tahunan 1,44%.

Dengan tingkat inflasi ini dan kenaikan upah minimum yang masih mengacu kepada PP No. 78 Tahun 2015, beberapa Gubernur yang menaikan upah minimum masih berdasarkan pada amanat Pasal 44 PP No. 78 tersebut, yaitu menaikan Upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan tersebut pun wajar mengingat Indonesia merupakan pasar yang potensial di negara Asia. Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2020 mencapai Rp. 3.687,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.589,6 triliun, yang merupakan terbesar di antara negara Asean. Sekitar 57% pertumbuhan PDB disumbang oleh konsumsi agregat sehingga daya beli masyarakat dominan mempengaruhi pertumbuhan PDB kita. Oleh karenanya perkiraan kenaikan upah 3,8% di 2021 juga diabdikan untuk menunjang daya beli pekerja yang mendukung konsumsi agregat.

Tentunya ke depan, perkiraan kenaikan upah paska 2021 tidak lagi seperti tahun sebelumnya karena acuan kenaikan upah minimum pada Pasal 88D ayat (2) UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mengamanatkan formula perhitungan upah minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi ATAU inflasi, tidak diperhitungkan keduanya. Perhitungan berdasarkan nilai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) tidak lagi menjadi acuan seperti yang diterapkan di UU Ketenagakerjaan. KHL yang dihapuskan di UU cipta Kerja ini akan membuat perhitungan upah minimum menjadi bias, dan upah minimum tidak lagi mencerminkan tingkat konsumsi riil pekerja dan keluarganya.

Tentunya ketentuan baru ini akan mengacam daya beli pekerja sehingga akan mepengaruhi konsumsi agregat, dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi upah minimum pekerja di sektor mikro dan kecil hanya didasari pada persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat, yang nilainya dipastikan jauh di bawah ketentuan upah minimum yang berlaku.

Penentuan nilai KHL dengan semangat dialog sosial tidak akan pernah terjadi lagi bagi pelaku hubungan industrial, karena memang penentuan upah minimum dijauhkan dari dialog sosial di UU Cipta Kerja. Seharusnya KHL dipertahankan dengan membangun terus budaya dialog sosial, sehingga bisa menunjukkan tingkat konsumsi riil pekerja dan peningkatannnya pun terukur, tidak berdasarkan tingkat inflasi seluruh barang dan jasa, yang juga menghitung tingkat inflasi barang mewah yang memang tidak dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya.

KHL hanya tinggal kenangan. Sayonara KHL !!!!

Pinang Ranti, 22 November 2020

]]>
https://beritabaru.co/sayonara-khl/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2020/11/images-3-300x169.jpeg