Staf Khusus Menkeu Bantah Tudingan Faisal Basri Soal Hilirisasi Nikel Untungkan China
Berita Baru, Jakarta – Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, memberikan tanggapan tegas terhadap tudingan Ekonom Senior UI, Faisal Basri, terkait keuntungan hilirisasi nikel yang dinikmati oleh China.
Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa pemerintah telah mengatur pemungutan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan royalti atas nikel dan produk pemurniannya.
Dalam sebuah cuitan di akun Twitter resminya, Yustinus Prastowo menjelaskan, “Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tdk ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian.”
Menurut Prastowo, langkah-langkah pemerintah dalam mengelola mineral, termasuk nikel, telah mengikuti amanat UU 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi, dan ada beberapa langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam mendukung tujuan tersebut.
Pertama, pelarangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020. Kedua, pemberian tarif royalti yang berbeda antara IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang hanya memproduksi atau menjual bijih nikel dengan IUP yang memiliki smelter. Tarif royalti untuk bijih nikel dikenakan sebesar 10 persen, sedangkan untuk feronikel atau nikel matte dikenakan tarif 2 persen.
Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peraturan dan mekanisme yang jelas terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam, termasuk nikel. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa negara mendapatkan manfaat yang optimal dari proses hilirisasi nikel.
Dalam konteks ini, tanggapan Yustinus Prastowo menjadi penting untuk memberikan klarifikasi terkait kebijakan pemerintah dalam hal hilirisasi nikel dan penanganan keuntungan yang dihasilkan dari proses tersebut.