Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Soroti Kontroversi 349 Triliun, Ekonom Senior Dorong DPR Bikin Pansus
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini. (Foto: Istimewa)

Soroti Kontroversi 349 Triliun, Ekonom Senior Dorong DPR Bikin Pansus



Berita Baru, Jakarta – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Prof. Didik J Rachbini turut menyoroti kontroversi transaksi janggal 349 triliun yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 

Menurutnya, Presiden Jokowi sejatinya akan mendapat manfaat atau benefit politik dari kontroversi dan pertentangan empat sudut yang sangat keras dari para anak buahnya, yang meliputi meliputi PPATK, Menko Polhukam, Kemenkeu, dan DPR, terkait transaksi janggal tersebut.

“Tetapi biaya sosial politik, hukum dan kelembagaannya sangat mahal bagi bangsa, terutama ketika presiden diam serta terkesan justru menikmati,” kata Prof. Didik J Rachbini dalam catatannya yang diterima Beritabaru.co, Kamis (30/3).

Karena menurut Prof. Didik, pertarungan terbuka antara ‘anak-anak presiden’ sendiri sambil disaksikan oleh jutaan mata rakyat secara meluas seperti ini dapat merusak diri sendiri, mencederai tatanan kelembagaan, dan mengacaukan suasana psikologis yang semakin buruk.

“Isu-isu demokrasi yang mundur masuk jurang (backsliding), isu politik miring tiga periode dan pertambahan masa jabatan presiden dengan menunda pemilu, serta berbagai isu miring lainnya menjadi hilang sirna dari pandangan dan pengamatan publik,” sambung Rektor Paramadina itu.

Selain itu, Prof. Didik juga menilai, jika kisruh dan pertentangan yang mendalam ini terus dibiarkan, maka kelembagaan negara akan rusak luluh lantak karena kepercayaan publik akan semakin menurun.  Sebab, apabila konflik ini semakin panas dan timbul saling tidak percaya antar lembaga-lembaga presiden menguat, juga akan merusak tatanan lembaga-lembaga tersebut.

“Modal sosial pemerintahan semakin tergerus negatif dan akan diturunkan sebagai modal sosial yang lemah pada masa berikutnya,” katanya.

Di Tengah pusaran kontroversi ini ia melihat justru Presiden Jokowi seolah seperti membiarkan masalah ini terus berkembang menjadi isu-isu buruk dan semakin tidak terkendali. Bahkan, masyarakat juga semakin bingung, termasuk silang pendapat yang terjadi dalam RDPU Komisi III DPR RI dengan Komite TPPU yang digelar kemarin, Rabu (29/3).

Dalam situasi demikian, Prof. Didik melihat ada peluang bagi DPR untuk bisa mengendalikan masalah ini dengan mekanisme dan instrumen aturan legal yang baik agar supaya isu ini tidak menjadi bola liar. Yaitu DPR membentuk pansus gabungan komisi 3 dan komisi 11, karena ini adalah masalah hukum di bidang pajak dan keuangan.  

“Dengan pembentukan pansus, maka DPR bisa mendinginkan lebih dahulu isu ini dan jeda sebentar dengan mengambil momentum kesabaran pada bulan puasa. Pansus bisa dijalankan setelah 3-4 minggu kedepan setelah lebaran dimana hati yang sabar dan dingin akan menjadi modal menyelesaikan masalah bangsa yang rumit ini,” kata Prof. Didik.

Menurutnya, pihak Pansus DPR juga perlu meminta BPK untuk mengadakan audit investigatif terhadap dana 349 triliun tersebut. Dengan audit investigatif tersebut, maka Audit investigatif BPK dengan mandat dari Pansus DPR dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya tindakan penyelewengan atau kecurangan yang terjadi di dalam suatu entitas, terutama di dalamnya terkait dengan  dana publik, APBN.

Ia menyebut, Audit investigatif akan menghilangkan dugaan dan analisis liar yang terus menerus berkembang sangat simpang siur di media massa dan bahkan juga terjadi kebingungan pula di DPR sendiri. Karena sidang di komisi 11 dan 3 juga tidak dibahas dengan data yang sangat tidak memadai dan tidak lengkap.  

“Audit  investigatif ini akan dapat mengumpulkan secara cermat, legal dan bertanggung jawab sehingga bisa dianalisis dengan gerang.  Berbeda dengan rapat komisi yang hanya meraba-raba hal-hal terkait dengan dana liar tersebut. Audit seperti ini akan bisa menjelaskan dengan data, siapa yang melakukan tindakan penyelewengan atau kecurangan, terutama terkait dana publik  APBN,” tegas Prof. Didik.

Baginya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan mandat PAnsus bertanggung jawab dalam melakukan pemeriksaan atas kisruh dana 349 trilyun tersebut.  Audit investigatif dilakukan terhadap kemungkinan penyimpangan hukum dari dana tersebut dan  akan melakukan langkah-langkah mengumpulkan bukti-bukti dan informasi terkait dan yang diduga diselewengkan.  

Jumlah 349 triliun tersebut, lanjutnya, sudah jelas ada, tetapi masih simpang siur keterkaitannya dengan kementrian-kementrian. BPK juga akan memeriksa dokumen dan data terkait langsung  ribuan bukti transaksi, yang diserahkan PPATK selama ini. Bahkan BPK dan Pansus bisa memanggil pihak-pihak yang terkait dana tersebut.  

“Publik menunggu hasil analisis dan kesimpulan dan pengumpulan data dari audit tersebut,” ujarnya.

Selanjutnya, Prof. Didik berpendapat, hasil audit investigatif dari BPK terhadap penyimpangan hukum dari dana 349 triliun tersebut wajib disampaikan kepada Pansus, untuk ditindaklanjuti dan diumumkan kepada publik untuk hasil-hasil yang tidak bertentangan dengan asas kerahasiaan.  

“Temuan-temuan penyimpangan hukum sudah semestinya ditindaklanjuti secara hukum lepas dari Pansus DPR,” ujarnya.

Dengan cara demokrasi substansi seperti ini, kata Prof. Didik, maka masyarakat tidak akan kebingungan. Selanjutnya, hal seperti ini akan menjadi tradisi bagi DPR untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum, anggaran publik dan masalah pemerintah lainnya yang menjadi kontroversi besar di publik.

Selain itu, Kementerian keuangan juga akan mendapat manfaat dari audit investigatif dan Pansus ini. Hasil audit bisa menjadi modal dasar untuk melakukan reformasi kelembagaan di kementerian keuangan secara fundamental. 

“Dengan langkah-langkah Pansus DPR seperti ini diiringi oleh audit investigatif dari BPK, maka isu kontroversial yang membingungkan dapat diselesaikan secara lebih tertata, legal, terkendali,” katanya.