Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sorak-sorai Kemenangan Biden dan Tugas Berat yang Akan Diembannya

Sorak-sorai Kemenangan Biden dan Tugas Berat yang Akan Diembannya



Berita Baru, Internasional – Joe Biden dari Partai Demokrat akhirnya resmi merebut kursi kepresidenan AS pada Sabtu (7/11). Itu artinya para pemilih dengan tegas menolak kepemimpinan petahana dari Partai Republik Donald Trump dan merangkul janji Biden untuk memerangi pandemi virus corona dan memperbaiki ekonomi di negara.

Memenangkan 20 suara Electoral College di negara bagian Pennsylvania memberi Biden lebih dari 270 suara yang dia butuhkan setelah empat hari ketegangan sejak pemilu pada Selasa (3/11).

“Dengan berakhirnya kampanye, inilah saatnya untuk melupakan kemarahan dan retorika keras kita dan bersatu sebagai sebuah bangsa. Saatnya Amerika bersatu. Dan untuk menyembuhkan,” kata Biden di Twitter.

Sorak sorai dan ucapan selamat mengalir dari seluruh dunia, termasuk dari Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Kanselir Jerman Angela Merkel, yang kian mengerdilkan klaim kemenangan Donald Trump.

Seperti dilansir dari Reuters, Trump menanggapi kabar kemenangan Biden dengan mengatakan bahwa Biden “terburu-buru untuk berpura-pura menjadi pemenang. Pemilihan ini masih jauh dari selesai,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Melalui gugatan hukum yang diajukan Trump menyebut bahwa pemilu telah mencuranginya, sementara panitia pemilu di seluruh negara bagian mengatakan tidak ada bukti kecurangan yang signifikan, dan pakar hukum mengatakan upaya Trump tidak mungkin berhasil.

Pasangan Biden, Senator AS Kamala Harris, men-tweet video panggilan Biden untuk memberi selamat kepadanya: “Kita berhasil, Joe!” Harris akan menjadi wanita Amerika pertama berkulit hitam dan orang Amerika keturunan Asia pertama yang menjabat sebagai wakil presiden.

Sorakan dan tepuk tangan terdengar di sekitar Washington, D.C., dengan orang-orang menampakkan diri ke balkon, berteriak, membunyikan klakson mobil dan seruan kemenangan. Beberapa menangis. Musik mulai dimainkan, “We are the Champions” meraung.

Di lingkungan Bedford-Stuyvesant di Brooklyn, orang-orang bertepuk tangan, dan berteriak kegirangan saat berita itu menyebar. Beberapa warga menari di tangga darurat sebuah gedung, bersorak-sorai sementara yang lain berteriak “ya!” saat mereka lewat.

Mengemban Tugas yang Sulit Ke Depan

Bagi pendukung Biden, sudah sepantasnya Pennsylvania memastikan kemenangannya. Dia lahir di kota industri Scranton di timur laut negara bagian itu dan, menggembar-gemborkan kredensial kelas menengahnya, mengamankan nominasi Demokrat dengan janji untuk memenangkan kembali pemilih kelas pekerja yang telah mendukung Trump pada 2016.

Tahun lalu, dia meluncurkan kampanyenya di Pittsburgh dan menutupnya dengan rapat umum di sana pada hari Selasa. Merupakan persaingan ketat di negara-negara industri seperti Pennsylvania, Michigan, Wisconsin dan Minnesota, tetapi Biden mampu memenangkan.

Berbagai tantangan yang belum pernah terjadi meski dihadapinya, termasuk upaya Partai Republik untuk membatasi pemungutan suara melalui surat pada sejumlah besar warga AS.

Biden, Presiden Tertua dengan usia 78 tahun itu akan menghadapi tugas yang sulit dalam memimpin Washington yang sangat terpolarisasi.

Kedua belah pihak menyebut pemilu 2020 sebagai salah satu momentum paling penting dalam sejarah AS, sama pentingnya dengan suara selama Perang Saudara 1860-an dan Depresi Hebat 1930-an.

Kemenangan Biden didorong oleh dukungan kuat dari berbagai kelompok termasuk wanita, Afrika-Amerika, pemilih kulit putih dengan gelar sarjana, dan penduduk kota. Dia unggul lebih dari empat juta suara di atas Trump dalam penghitungan suara populer nasional.

Biden, yang telah menghabiskan setengah abad dalam kehidupan publik sebagai senator AS dan kemudian wakil presiden di bawah pendahulu Trump, Barack Obama, akan mewarisi sebuah negara dengan kondisi yang kacau atas pandemi virus corona dan perlambatan ekonomi terkait serta protes terhadap rasisme dan kebrutalan polisi.

Biden mengatakan prioritas pertamanya adalah mengembangkan rencana untuk bangkit pulih dari pandemi, berjanji meningkatkan akses ke pengujian dan, memperhatikan saran dari pejabat kesehatan masyarakat dan ilmuwan terkemuka.

Dia juga berjanji untuk mengembalikan kenormalan ke Gedung Putih setelah kepemimpinan Trump yang sering memuji para pemimpin asing yang otoriter, meremehkan aliansi global yang sudah berlangsung lama, menolak untuk menyangkal supremasi kulit putih dan meragukan legitimasi sistem pemilihan AS.

Terlepas dari kemenangannya, Biden tidak akan bisa menyampaikan penolakan besar-besaran kepada Trump sementara klaim kemenangan masih terus dipertahankan.

Hal ini dapat mempersulit janji kampanye Biden untuk mengembalikan bagian-bagian penting dari warisan Trump. Termasuk pemotongan pajak Trump yang sangat menguntungkan perusahaan dan orang kaya, kebijakan imigrasi garis keras, upaya untuk membongkar undang-undang perawatan kesehatan Obamacare 2010 dan pengabaian Trump atas perjanjian internasional seperti perjanjian iklim Paris dan kesepakatan nuklir Iran.

Jika Partai Republik tetap mengendalikan Senat AS, mereka kemungkinan akan memblokir sebagian besar agenda legislatifnya, termasuk memperluas perawatan kesehatan dan memerangi perubahan iklim. Prospek itu dapat bergantung pada hasil dari empat balapan Senat yang belum diputuskan, termasuk dua di Georgia yang tidak akan diselesaikan hingga putaran kedua pada bulan Januari.

Terlepas dari pembatasan imigrasi yang kejam, Trump membuat terobosan mengejutkan dengan para pemilih Latin. Dia juga memenangkan negara bagian medan pertempuran seperti Florida, di mana ia akan memprioritaskan ekonomi bahkan jika itu meningkatkan ancaman virus corona.

Pada akhirnya, bagaimanapun, Trump gagal untuk secara signifikan memperluas daya tariknya dari pemilih kulit putih pedesaan dan kelas pekerja yang memeluk populisme sayap kanan dan nasionalisme “America First”.