Situasi Myanmar Kian Mencekam, Dewan Keamanan PBB akan Gelar Rapat Tertutup
Berita Baru, Internasional – Pada Rabu besok (31/3), Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menggelar pertemuan secara tertutup untuk membahas situasi di Myanmar setelah ratusan nyawa berjatuhan.
Seperti dilansir dari AFP, salah seorang diplomatik menyebutkan Inggris telah menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di Myanmar pada hari Senin (29/3).
Belum diketahui secara apasti apakah Dewan Keamanan PBB akan menyetujui deklarasi baru di pertemuan akhir itu, karena dalam pelaksanaannya membutuhkan suara dari para anggota termasuk Rusia dan China.
Seperti diketahui bersama, Rusia dan China menolak mengecam kudeta yang diakukan junta militer Myanmar.
Sebelumnya, pada 10 Maret, Dewan Keamanan PBB untuk pertama kalinya mengeluarkan kecaman kepada pasukan keamanan Myanmar yang menggunakan kekerasan dalam menghadapi para pengunjuk rasa.
Dewan Keamanan tak akan setuju soal penyebutan “kudeta” atau kemungkinan sanksi internasional jika junta militer terus melakukan serangan kepada warga sipil.
Hal tersebut lantaran adanya penentangan dari China dan Rusia, termasuk anggota dewan Asia lain seperti India dan Vietnam.
Seiring gejolak aksi menentang kudeta yang terus berlangsung, tindak kekerasan militer juga tak terbendung.
Menurut laporan, aparat keamanan Myanmar tega menembaki massa yang melayat persemayaman jenazah seorang pedemo yang tewas di Bago, dekat Yangon, pada Minggu (28/3) kemarin.
Menurut keterangan tiga saksi, mengutip laporan Reuters, Senin (29/3), peristiwa itu terjadi saat sejumlah orang menghadiri persemayaman jenazah seorang mahasiswa, Thae Maung Maung (20), yang meninggal dunia akibat kekerasan militer saat unjuk rasa.
Sejak kudeta pada 1 Februari, korban jiwa terus bertambah. Berdasarkan catatan Lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), per Senin (29/3) jumlah orang yang meninggal sebanyak 510, dan 2.574 ditahan militer.
Penolakan kudeta tak hanya dari warga sipil, kelompok etnis bersenjata dan milisi lainnya turut melawan junta militer.
Salah satunya Tentara Arakan yang menyatakan diri bergabung dengan sipil. Ibu-ibu hingga pelajar di sebuah desa juga mulai belajar angkat senjata untuk melawan kekejaman militer.