Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perang AS Melawan China
Kapal Selam China (Foto: AFP 2020/Guang Niu)

Simulasi Perang Pentagon: AS akan Kalah Melawan China di Laut Indo-Pasifik



Berita Baru, Internasional – Pada hari Sabtu (16/5), The Times menulis artikel yang menyebutkan bahwa dalam perang model apapun di perairan Indo-Pasifik, Amerika Serikat (AS) akan mengalami kekalahan melawan China.

Artikel itu mengutip seorang sumber anonim dari Pentagon. Pernyataan itu didapatkan dari hasil serangkaian simulasi perang ‘eye-opening’ yang dilakukan oleh Pentagon dalam permainan perang antara AS dengan China di kawasan Indo-Pasifik.

Satu simulasi permainan perang difokuskan pada tahun 2030, di mana saat itu diprediksi angkatan laut China akan mengoperasikan kapal selam, kapal induk dan kapal perusak dengan model serangan baru.

Analisis ini juga menemukan bahwa akumulasi serangan rudal balistik jarak menengah dari China telah membuat setiap pangkalan AS dan kelompok kapal perang atau kapal pengangkut AS yang beroperasi di wilayah Indo-Pasifik rentan terhadap serangan yang luar biasa dari China.

Satu sumber mengklaim dalam kesimpulan setelah melakukan simulasi ‘eye-opening’ bahwa China memiliki rudal balistik antikapal jangka panjang dan rudal hipersonik [lebih dari lima kali kecepatan suara] yang dapat menyebabkan kelompok-kelompok kapal induk AS menderita kerugian modal dalam pertempuran.

AS sendiri mengatakan bahwa pihaknya akan tetap mempertahankan wilayah Taiwan dari invasi China di pangkalan militer Guam. AS pun menempatkan kapal pengebom B-2 dan B-53 di sana.

Namun, sumber-sumber dari Pentagon mengatakan bahwa pangkalan militer Guam sendiri masih sangat berisiko karena rudal balistik jarak menengah China bisa mencapai lokasi tersebut.

Direktur proyek pembangkit listrik China di Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington, Bonnie Glaser, mengatakan kepada The Times bahwa setiap simulasi yang telah dilakukan melihat ancaman dari China pada tahun 2030, semuanya berakhir dengan kekalahan AS.

“Di Pentagon dan di Departemen Luar Negeri serta di Gedung Putih, tanpa keraguan China sekarang dipandang sebagai ancaman terbesar AS. Kami terlalu pasif di masa lalu … Guam sekarang bahkan berada dalam jangkauan rudal balistik mereka, sehingga AS akan mendapat pukulan keras di sana jika ada konflik,” imbuh Glasser.

Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Mark Esper telah mengambil semua perkembangan ‘di papan’. Secara agresif ia juga akan bergerak untuk membangun kemampuan yang dibutuhkan oleh AS untuk mencegah China jika melakukan konfrontasi berskala besar.

Pernyataan Mark Esper itu keluar setelah Sekretaris Pers Departemen Pertahanan AS Jonathan Hoffman mengkonfirmasi bahwa Pentagon kini sedang mengembangkan ‘rudal super duper’ yang menurut Presiden Trump akan memiliki kecepatan ’17 kali lebih cepat dari rudal tercepat yang AS miliki sekarang.

China Dituduh Mengeksploitasi COVID-19 untuk Meningkatkan Kekuatannya

Mengutip Sputnik, Kapten Angkatan Laut AS sekaligus juru bicara Komando Indo-Pasifik militer AS, Michael Kafka mengklaim bahwa China telah memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk memajukan kepentingan dan kekuatannya sendiri.

“AS akan terus melaksanan operasi program Freedom of Navigation global di mana Angkatan Laut AS dengan aman dan profesional menantang negara manapun yang melarangnya,” imbuh Mark Esper merujuk tuduhan China yang mengatakan bahwa AS telah banyak mencampuri urusan di Laut China Selatan.

Perang AS Melawan China
Foto udara ini diambil pada 2 Januari 2017 menunjukkan formasi angkatan laut China, termasuk kapal induk Liaoning (C), selama latihan militer di Laut Cina Selatan.

Sebelum pernyataan Michael Kafka tersebut, Komandan Angkatan Udara AS Jend. Timothy Ray lebih dulu menegaskan bahwa pandemi COVID-19 tidak akan membuat militer AS diam saja atas tindakan dari China.

“Kami memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menembakkan rudal jarak jauh di mana saja, kapan saja dan kemampuan tembak yang luar biasa, bahkan selama pandemi,” tegas Ray.

Sementara itu, pada hari Kamis (14/5) kemarin, Presiden Trump mengumumkan bahwa AS dapat sepenuhnya memutuskan hubungan diplomatik dengan China atas krisis pandemi virus korona di AS. Langkah itu, menurut Presiden Trump akan menghemat setidaknya setengah triliun dolar.

Sebelum itu, Presiden Trump menuduh Beijing telah menyembunyikan dan memasulkan data dan informasi terkait virus korona. Presiden Trump juga menuduh bahwa COVID-19 adalah bioweapon yang sengaja dibuat China di laboratorium virologi Wuhan.

Menanggapi tuduhan itu, Kementerian Luar Negeri China berulang kali menolak semua tuduhan dari AS dan menyarankan AS agar menangani urusan domestiknya terlebih dulu. Beijing juga menambahkan bahwa WHO sendiri sudah berulang kali menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan virus itu dibuat di laboratorium.

“Para pejabat AS mengangkat masalah asal-usul [virus], dan menyindir bahwa virus itu ada hubungannya dengan Institut Virologi Wuhan; tidak sulit untuk melihat melalui strategi mereka yang bermaksud membanjiri perairan, mengalihkan perhatian dan mengalihkan kesalahan pada orang lain,” tegas Zhao Lijian selaku jubir Kementerian Luar Negeri China.